Beranda / Rumah Tangga / MANTAN WITH BENEFIT / Aku Membencinya 💔

Share

Aku Membencinya 💔

Penulis: DityaR
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-21 20:51:49

Mengapa dia bisa ada di sini?

Aku segera merapikan kebayaku, lalu mengamati sekeliling dengan lampu kilat dari HP. Saat kutujukan cahaya itu ke bagian bawah perutku, kedua pahaku telah berlumuran tinta putih. Dengan cepat, aku menuju ke hadapannya.

PLAKKK!!!

Telapak tanganku pun membekas di pipinya. Air mataku tak lagi sabar menunggu, jatuh dari pelupuk mata. "Heksa! Kamu gila ya! Mana Alzian? Kamu apain dia, hah?"

Senyum nakal yang semula menyempurnakan wajah culasnya, kini berubah menjadi kerutan di dahi. Matanya membelalak, sementara bibirnya berteriak, "Khalisa!" Dia bangkit dari tempatnya untuk menyamakan posisi wajah kami. "Harusnya kamu nikah sama aku, bukan dia!"

"Dan harusnya kamu nggak ngilang gitu aja. Itu sama artinya kamu buang aku, tahu, gak?" Telunjukku mengarah tepat ke keningnya, baru kali ini aku bersikap segarang ini kepada seseorang. Aku membencinya. Aku membenci semua yang telah dia lakukan kepadaku malam ini. "Kamu pikir aku mau ngelakuin ini semua, sama kamu?"

Heksa hanya terdiam, matanya bergerak naik turun mencari seribu alasan. Lagi-lagi, ia mengusap pipiku dengan ibu jarinya ... lembut, halus.

Apakah mungkin dia tulus?

Aku enggak yakin.

Dengan lembut pula, kuasingkan tangan itu. Tangan yang selalu menarikku bangkit saat terjatuh, tangan yang selalu menuntunku saat aku kehilangan arah.

Apakah sekarang dia sedang menuntunku lagi?

Aku enggak yakin.

"Khalisa, dia aman, kok. Jadi kamu nggak perlu khawatir," katanya mencoba menenangkan. Meski aku sedikit lega, tapi aku enggak akan terbujuk sama rayuannya. Aku tetap membencinya sampai mati. Selamanya. "Mungkin tidurnya jauh lebih nyenyak dari pada kita."

"Kamu apain dia, hah?" ketusku.

Saat taruh pandangan ke sana ke mari, yang kutemukan hanyalah gelap. Setelah itu, tangannya mengambil alih cahaya lampu yang menyala dari HPku. Dia kembali mencoba menciumku, namun dengan gerakan galak, kutepis wajahnya hingga HPku terpental jauh.

Dia menunjuk ke satu-satunya sumber cahaya di ruangan ini, "Kamu lihat sendiri, kan? Aku nggak bakal bunuh orang, Khalisa."

Saat aku mendekat ke arah cahaya, benar saja. Seseorang tengah mendengkur seperti pesawat tempur. Siapa lagi kalau bukan Alzian. Aku ambil HPku dan menyorot tubuhnya dengan saksama. Sekilas, memang enggak tampak bekas luka ataupun tanda kekerasan. Tapi, bagaimana mungkin dia bisa melakukan ini?

"Dia, kenapa?" tanyaku.

"Kamu nggak bakal paham. Jadi percuma juga aku jelasin." Dia mendekat sambil memegangi bahunya yang masih berdarah akibat tembakannya sendiri. Harusnya tadi kubiarkan saja dia mati, bukan?

Sial.

"Terus lampu-lampu ini?" Mataku tertuju ke arah lorong, ke luar kamar yang sedikit bisa kulihat dari sini.

Gelap. Sunyi. Enggak terdengar suara sama sekali. Padahal ini malam pesta, seharusnya semua orang berhamburan saat lampu mati seperti ini.

Aku menatapnya, "Ke mana semua orang? Apa, sih, yang sebenarnya kamu mau Heksa? Heran deh, kamu siapa sebenarnya. Kamu bikin aku takut tahu, gak? Aku harus telepon polisi!"

Dia masih memegangi bahunya yang terluka sambil tersenyum lega, "Telepon aja, Khal. Kalau itu bikin kamu merasa aman. Silakan!"

Aku mengangkat HP dan mulai menekan nomor 110. Sialnya, aku baru sadar kalau bar sinyal di layar HP-ku kosong. Jadi, apa pun yang kulakukan, tetap percuma. Heksa masih diam di sana, memperhatikan dahiku yang mulai berkeringat.

"Lagian, rumahmu ini udah di jaga sama lebih dari 30 pasukan khusus," Heksa menghapus jarak di antara kita. Kini kaki kita saling berhadapan, wajah kita selaras. Ada butiran air di mata cokelatnya yang tampak jelas karena cahaya dari HPku. "Khalisa, semua bakal baik-baik aja ... Percaya sama aku ... Dan please ... Kasih aku kesempatan."

"Kesempatan buat apa?" gumamku, sedikit gemetar dari suaranya. Antara takut, marah, dan kesal.

"Buat buktiin ... Kalau apa yang selama ini kamu yakini tentang aku itu salah." Heksa merapatkan tubuhnya, mendekapku. Telinga kami saling bersanding di atas bahu masing-masing dan dia melanjutkan, "Aku sayang kamu, Khal."

Aku mundur selangkah, tetapi tangannya masih erat melingkar di punggungku. Kami sama-sama memutar wajah hingga akhirnya bibir kami kembali bertemu. HPku terjatuh, cahayanya menyilaukan dan menyorot wajah kami. Kulingkarkan tanganku di pinggang Heksa, menikmati ini. Tanpa sadar kalau di sana, Alzian masih terkapar menantikanku.

Tak berlangsung lama, Heksa menghilang lagi setelah menciumku. Meninggalkan satu kalimat, “Jaga diri baik-baik, Khalisa!”

Begitu saja, lalu dia pergi entah ke mana. Yang tersisa hanya decit sepatunya yang tergesa-gesa, disusul suara tembakan dari luar rumah.

Saat lampu kembali menyala, aku berkeliling, membereskan barang-barang yang sempat terjatuh dari meja, lalu menuju kamar mandi untuk membasuh tubuhku.

Sepanjang lantai, kulihat ceceran darah mewarnainya. Rupanya kami sama-sama berdarah malam ini. Bedanya, dia terluka di dada, sementara aku ... di pangkal paha.

Sial.

Saat ingin kembali ke ruang pesta untuk memastikan keluarga baruku baik-baik saja, Alzian membuka suara, "Eh ... Arghh ... Kha—Khalisa!"

Aku menoleh ke arah ranjang, tempat Alzian terbaring. Dia hanya menggenggam kepalanya, lalu melanjutkan kalimat yang sempat tertahan, "Ada apa ini? Tadi aku mau matiin lampu kamar, terus kayak ada yang gigit di leher, terus ...."

"Ada rampok!" potongku, cepat-cepat menuju pintu dan menarik turun gagangnya. "Kalau kamu masih di situ aja, ya nggak mungkin tahu apa yang terjadi. Ayo, buruan!"

Di ruang tamu, semua orang menutup hidung mereka dengan kerah baju. Asap pekat mengepul di udara, memaksaku memejamkan mata. Perih rasanya, dan baunya menyengat.

"Ada apa ini?" gumamku dalam hati.

Aku terus berlari kecil, berusaha keluar dari rumah ini. Asap yang kian pekat mulai membuat napasku sesak. Syukurlah, seseorang tiba-tiba menarik tanganku dan menuntunku ke depan, ke tempat di mana mertuaku bersama para kerabat lainnya berkumpul.

"Pa, ini ada apa, sih, sebenarnya?" tanyaku, sambil menatap bergantian antara pria berpakaian serba hitam dan Papa mertuaku yang berusaha menyembunyikan kecemasannya.

"Nggak apa-apa. Kamu tenang aja," sahut Papa.

Aku tertunduk lesu, berusaha mempercayai kalimat itu. Namun, semakin mataku menyapu barisan pria-pria kekar bersenjata yang mengepung kami, jujur saja, hanya takut yang tertinggal.

Mengapa begitu banyak peristiwa aneh di malam pertamaku?

"Maaf, Boss. Tapi cuma ini yang bisa kami temukan di dekat parkiran. Mereka udah kabur Boss."

"Hemm. Coba sini lihat!" ucap Papa sambil memeriksanya dengan ekspresi jijik.

Refleks, aku menutup mulut dengan kedua tangan, memalingkan wajah ke arah rumah. Gawat, itu celana dalamku.

"Tolong simpan di Lab. Nanti kita cek identitasnya dari cairan yang nempel di celana dalam itu!" Lanjut Papa dengan nada serius. "Terus, bilangin yang lain, perketat keamanan di sekitar rumah! Jangan ada yang tidur, paham?"

"Siap, Boss!" Serentak, semua pengawal menundukkan kepala, lalu membubarkan diri satu per satu.

Sementara aku hanya membisu di tempat. Wajahku memerah, teringat pada kejadian tadi bersama Heksa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Irvy
apes bgt suaminya
goodnovel comment avatar
Maisarah
mulai seru, si mantan nya nekat bgt
goodnovel comment avatar
Diana
gimana nasibnya Alzian, kasian bgt udah istrinya dipake masih disiksa begitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MANTAN WITH BENEFIT   Keluarga Sunya 🌼

    “Ngomong-ngomong, si duo Bucin di mana nih?” tanya Danny.Mama masuk sambil tertawa. Tangan Papa menempel di pinggangnya, takut dia kabur.Harry mengeluh dan langsung buang muka. Aku enggak kebayang sih, bagaimana jadinya kalau hidup serumah sama dua orang itu.“Dengar-dengar kamu nemuin Khalisa di penginapan hari ini?” tanya Mama sambil mengambil barang dari ruang tamu buat dimasukan ke keranjang cucian.Papa duduk di sofa bekas tempat Almorris duduk. Aku enggak nyangka dia bisa kabur dari agenda bersih-bersih hari ini.“Dia lagi di Villa,” jawabku.Mama langsung berhenti dan memperhatikanku. “Sendirian?”Semua mata langsung tertuju padaku. Termasuk Almorris yang sudah siap keluar."Iya," jawabku."Alzian ...." Papa terlihat sangat kecewa."Dia udah gede, Pa!"“Dengan kondisi amnesia? Kita udah janji ke Marwa buat jagain dia,” katanya lagi.“Aku nggak pernah janji apa pun ke Marwa!”"Lupain dulu soal Marwa," potong Mama. "Kita bahkan nggak tahu Khalisa itu masih ingat cara pakai komp

  • MANTAN WITH BENEFIT   Vasektomi 🧸

    ୨ৎ A L Z I A N જ⁀➴Kupikir rumah ini bakal kosong waktu aku parkir mobilku. Tapi ternyata, jalan masuknya penuh dengan mobil Pick-upSial.Sempat terpikir buat mutar balik dan kabur, tapi Papa sudah berdiri di sana, melambai, sepertinya dia sudah menunggu.Aku parkir di posisi strategis, biar gampang kabur kalau sewaktu-waktu ingin pergi.“Alzian, gimana kabarnya?” tanya Papa, menunduk sedikit dari atas balkon.“Ngapain sih, kalian di sini?”“Mama bilang rumah kamu jorok banget. Jadi dia mutusin hari ini buat bersih-bersih.”Aku langsung ingin balik ke mobil. Terakhir kali ‘bersih-bersih’ kayak gini, bikin aku jadi lebih depresi. Mama memang nggak bakal berhenti sebelum semua debu dan sarang laba-laba hilang. Entah kenapa dia sebegitu ambisiusnya. Toh, kami semua di sini, jomblo. Siapa juga yang peduli?Tiba-tiba Harry, adik tiriku yang baru sebelas tahun muncul sambil memainkan bolanya.“Eh, Ry!” seruku sambil nyolong bolanya.“Apa, Alzian?”“Hari ini ada latihan bola nggak?”“Besok

  • MANTAN WITH BENEFIT   Pulang 🥀

    Aku kira kami bakal langsung tinggal bareng. Tapi, ya ... dia benar juga.Donna datang membawa Sufle dan meletakkannya di depan dia. "Jalapeno bikinin spesial buat kamu,” katanya, lalu berjalan pergi.“Sampaiin makasih ke Jalapeno ya,” jawab Alzian.Rambut poni Donna bergoyang-goyang saat ia berjalan. Ia berhenti di meja lain dan bertanya ke orang-orang apakah mereka menikmati sarapan.“Kamu emang hobi banget, ya, bikin dia kesal,” celetukku.Dia menyuap makanannya dan hanya mengangguk.Kami makan sambil diam, menatap ke arah teluk. Untungnya, Alzian makannya secepat kilat.Donna enggak menagihkan apa pun, dan Alzian langsung mengambil tasku begitu kami keluar. Ia meletakkannya di bagasi belakang.Begitu mobil melaju keluar dari parkiran, perutku tersenyum. Aku berharap, saat benar-benar sampai di rumah tempat kami dulu pernah menjadi suami istri, akan ada sesuatu yang muncul dari kepalaku.Aku sempat menebak kalau rumah kami ada di dekat tempat kerjanya, tapi begitu dia mengambil jal

  • MANTAN WITH BENEFIT   Villa di Danau 🌛

    ୨ৎ K H A L I S A જ⁀➴ Sabtu pagi .... Aku baru saja selesai membereskan koper dan langsung membawanya turun ke resepsionis. Di balik meja ada Donna. Dia menyeringai saat melihatku. “Udah siap pulang?” Aku mengangguk. “Iya sih, tapi jangan sampai Alzian dengar.” Dia mengernyit. “Dia telat. Barusan dapat telepon mendadak, harus balik ke kerjaannya. Kamu mau sarapan dulu?” Ia langsung berjalan meninggalkan meja resepsionis. Donna masih dengan rambut merah dan tubuh berisinya seperti yang kuingat. Senyumnya yang usil belum muncul, tapi feeling-ku sih, dia masih sama saja seperti dulu. “Oh. Dia nggak ngubungin aku.” Donna memiringkan kepala. “Serius? Kan, dia punya nomor kamu?” “Punya, kok.” Dia menepuk punggungku. “Kamu tahu sendiri Alzian gimana. Mungkin dia cuma mau mastiin aku yang ngurusin kamu." “Yah, iya juga sih .…” Tapi jujur saja, kita berdua tahu itu cuma alasan doang. Dua hari lalu, waktu dia mengajakku ke tempat dia melamar, aku merasa itu amat menyakitinya. Dia bahk

  • MANTAN WITH BENEFIT   Saat Aku Melamarmu 💘

    "Kayaknya emang nggak pernah berubah," gumamku."Serius? Emangnya dulu aku juga kelihatan kayak gurita pas manjat gini?" Aku tertawa. Dia menoleh ke belakang. "Ayo, coba lagi!""Waktu aku ngelamar kamu di sini, aku sempat gigit pantatmu," kataku, lebih ke diri sendiri sebenarnya."Aku, sih nggak nolak kalau kamu mau ngulang itu sekarang."Aku memakai dua tangan untuk mendorongnya sampai benar-benar naik ke atas. "Lain kali aja, kali, ya."Dia mengulurkan tangan untuk membantuku naik, tapi aku malah memilih pakai ranting untuk memanjat sendiri."Itu tinggal lewatin pohon-pohon doang," kataku sambil menunjuk jalan dan menyuruh dia jalan lebih dulu. Aku ingin penyiksaan ini cepat selesai.Dia berjalan pelan melewati pepohonan. Matanya berkeliling ke sana kemari, seperti belum pernah ke sini sebelumnya, padahal kami sudah sering ke tempat ini.Tiba-tiba dia menarik napas panjang. "Ya ampun ...."Aku belum keluar dari balik pohon, tapi aku sudah bisa membayangkan danau biru yang dikeliling

  • MANTAN WITH BENEFIT   Rumah Kita 🥀

    ୨ৎ A L Z I A N જ⁀➴"Jadi sekarang kamu udah mau ngomong sama aku?" tanya Khalisa saat kami berdiri di samping mobilku.Melihat dia nongkrong bareng Danny di Bar tadi bikin darahku naik. Mungkin dia lupa kalau Danny itu saudara tiriku. Atau ... ah, apa sih yang aku pikirkan?Kemungkinan besar dia ingat. Tapi bagaimana kalau ... sial, aku enggak mau mikir dia sama cowok lain, apalagi orang dari keluargaku sendiri.“Minum gak bakal nyelesaiin apa-apa!”Matanya merah, jelas banget habis nangis di depan Danny. Dan itu bikin aku makin kesal.“Itu ide dia. Dan yang terakhir kali aku ingat, kamu baru aja minta aku tanda tanganin surat cerai.”Aku mendongak, kesal, tapi dia tetap menatapku. “Ayo deh. Kamu ingin ingat sesuatu, kan? Aku bakal ajak kamu ke suatu tempat.”“Ke mana?”Dia enggak langsung naik ke mobil, jadi aku jalan memutar dan membukakan pintu untuknya, sambil menunjuk dengan tangan agar dia masuk.“Nanti juga kamu tahu.”“Gimana aku bisa percaya kalau kamu gak bakal buang aku dar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status