Share

Bab 3. Kampung terpencil

MARBOT MASJID ITU TERNYATA KAYA

Bab 3.

Akhirnya, sampailah Bima di sebuah perkampungan kecil yang akan Bima tempati nantinya. Ya, Bima memang sengaja memilih daerah perkampungan yang jauh dari kata keramaian agar tidak ada yang mengetahui dan mengenal siapa ia sebenarnya.

Akhirnya, Bima pun sampai di tempat yang sengaja ditujunya yaitu sebuah masjid kecil yang ada di kampung tersebut. Karena sebelum ia ke kampung di mana ia tuju. Terlebih dahulu sudah menanyakan sebelumnya kepada orang kepercayaan papanya mengenai masalah marbot di masjid tersebut.

Ia pun akhirnya harus bisa menyamar menjadi marbot di masjid ini dengan alasan yang sudah direncanakannya. Bima pun berjumpa dengan seseorang yang mengurus masjid, begitu setelah ia sampai. Ya, Pak Jenggot namanya. Dia sebagai pengurus masjid di sini. Sebelum akhirnya Bima yang menggantikan pekerjaannya sebagai marbot. Untuk bisa melanjutkan aksinya, Bima harus memulai kebohongan.

"Assalamualaikum, Pak." Bima berusaha menyapa. Berhubung ia yang baru saja sampai dan melihat Pak Jenggot mengepel lantai masjid yang akan ia tempati nantinya.

Bima yang baru saja sampai, berusaha mengatur nafas terlebih dahulu karena lelahnya dalam perjalanan. Pengorbanan yang cukup besar untuk sampai ketempat ini, ia yang tidak pernah naik ojek bahkan sampai panas-panasan, harus sanggup menempuh perjalanan panjang untuk bisa kekampung ini.

Sebelum menemukan marbot, Pak Jenggot lah yang membersihkan mesjid ini. Begitulah keseharian yang dilakukannya. Pak Jenggot juga yang mencari marbot untuk menggantikannya dalam mengurus mesjid ini. Entah apa alasannya, Bima pun tidak mengetahui jelas perihal itu. Tapi, itu menjadi kesempatan Bima untuk bisa menjadi marbot dimesjid ini.

Bima mengetahui itu semua dari orang kepercayaan Papanya yang mengungkapkannya. Bima memang sengaja mengutus orang untuk bisa mencari perkampungan terpencil, sebelum ia menuju kekampung ini. Bima yang hanya berpakaian biasa layaknya seseorang yang akan menjadi marbot, tidak akan membuatnya dicurigai siapa ia sebenarnya. Bima harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, tidak seperti biasanya harus berpakaian rapi karena profesinya sebagai pemilik perusahaan yang diwariskan Papanya yang sekarang menjadi miliknya.

Perusahaan yang awalnya milik Papanya itu, sudah dikelolanya dengan baik sehingga mengalami banyak kemajuan. Bahkan karyawan-karyawan yang bekerja disana pun mengakui keahliannya dalam mengelola perusahaan milik Papanya. Sampai akhirnya Papanya memberikan perusahaan tersebut menjadi milik Bima seutuhnya. Tapi berhubung dengan apa yang dialaminya, menyangkut masalah percintaannya dan mengakibatkan kelalaian dengan perusahaan. Bima yang bekerja pun tidak lagi konsentrasi, pikirannya melayang-melayang entah kemana-mana. Akibatnya perusahaan menjadi terbengkalai, maka dari itu ia pun memutuskan untuk pergi dan menyendiri. Mungkin dengan cara seperti ini, Bima akan bisa melupakan semua yang dialaminya.

Bima pun akhirnya menyuruh seseorang yang dapat dipercayakannya untuk menggantikan sementara dirinya diperusahaan yang dikelolanya. Ya, orang yang dimaksud menjadi kepercayaannya adalah Andi. Andi lah yang sudah menjadi orang kepercayaan Bima yang bisa diandalkan kapanpun dan dimanapun.

"W*'alaikum salam."

Pak Jenggot pun menjawab salam tersebut, ia pun melihat kehadiran Bima. Pak Jenggot segera menghentikan pekerjaannya itu setelah kedatangan Bima.

Bima yang melihat Pak jenggot, langsung memperkenalkan dirinya. Bima pun harus memulai kebohongannya agar bisa menjadi marbot dimesjid ini. Kebohongan yang akan membawanya terbelit dalam kebohongan tersebut.

"Kenalkan saya Joko, Pak. Saya yang ingin menjadi marbot baru dimesjid ini."

Bima pun mengulurkan tangan kepada Pak Jenggot dan disambut pula dengan uluran tangan Pak Jenggot.

"Oh.. silahkan duduk dulu, Nak. Bapak siapkan dulu mengepel lantainya ya! Pasti kamu letih dalam perjalananpan? Jadi beristirahatlah terlebih dahulu." Ucapnya yang meneruskan pekerjaannya sampai selesai.

Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya, Pak Jenggot pun segera menghampiri Bima.

"Maaf ya, Nak. Bapak telah membuat Nak Joko menunggu. Bapak malah cuekin kamu yang baru saja sampai." Ungkapnya setelah menghampiri Bima.

Pak Jenggot menghampiri Bima yang masih mengatur nafas karena perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan baginya pun duduk dihadapan Bima. 

"Nggak apa-apa, Pak. Lagian saya sambil istirahat nungguin Bapak. Apa bapak yang selama ini mengurus mesjid ini?" Tanya Bima yang berpura-pura tidak mengetahui apapun. Bima pun merasakan sudah mulai berkurang rasa capeknya.

"Iya, Nak... Bapak lah yang mengurus mesjid ini. Bapak juga yang mencari marbot untuk menggantikan Bapak untuk mengurus mesjid ini. Bapak sudah tua, butuh istirahat juga." Ungkapnya sambil duduk dihadapan Bima.

"Oh... begitu ya, Pak." Jawab Bima sambil menganggukkan kepalanya.

Bima seakan-akan tidak mengetahui perihal tersebut, padahal Bima sudah tahu pasti dari orang suruhannya itu.

"Ya, beginilah Nak Joko yang setiap harinya Bapak selalu lakukan karena mencari marbot itu bukanlah hal yang mudah. Apa Nak Joko yakin mau menjadi marbot dimesjid ini?" Tanyanya yang menatap kearah Bima.

Bima yang mendengar pertanyaan Pak Jenggot. Tentu saja langsung menjawab karena memang itulah sebab ia kekampung ini, untuk bisa menjadi marbot.

"Inshaa Allah, saya siap Pak. Berhubung saya tidak memiliki siapapun lagi, lebih baik saya menjadi marbot dimesjid ini. Saya capek kalau harus pindah sana dan pindah sini, Pak." Tutur Bima.

Tanpa sadar Bima sudah memulai kebohongan. Kebohongin itu pun akan berlanjut kedepannya.

Terpaksa Bima harus berbohong agar tidak ada kecurigaan Pak jenggot sedikit pun terhadapnya. Apa ini yang disebut berbohong demi kebaikan, tapi namanya berbohong tetap saja tidak baik untuk dilakukan.

Pak Jenggot pun menjelaskan apa saja pekerjaannya sebagai marbot dimesjid ini. Tugas-tugasnya untuk membersihkan mesjid. Mulai dari mengepel, mengelap jendela, menyapu dan membersihkan kamar mandi. Ya, selayaknya pekerjaan seorang marbot.

Bima yang mendengar penuturannya mencoba mengingat semua pekerjaannya dengan baik. Sebab, jangankan untuk membersihkan atau mengepel lantai. Bahkan untuk memegang alat-alat pembersih itu saja tak pernah dilakukannya. Bima yang biasa hanya memerintahkan orang, sekarang ia yang diperintahkan untuk mengerjakan pekerjaan yang sama sekali belum pernah ia lakukan. Tapi ia harus bisa menjalaninya agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Pak Jenggot pun juga menunjukkan kamar yang akan ditempatinya nanti. Betapa terkejutnya Bima ketika melihat kamar yang ditunjukkan Pak Jenggot kepadanya. Karena kamar yang harusnya  ditempatinya itu sangat lah sempit dan pengap. Bahkan lebih besar kamar mandi dirumah Papa dan Mamanya. Tapi tidak masalah, demi menghilangkan semua sakit yang ia rasakan, ia pun harus kuat. Bima bertekad harus kuat menjalani status barunya yang baru saja akan dimulainya hari ini.

"Terima kasih ya, Pak." Ucapnya sambil meletakkan tas yang ia bawa yang hanya berisikan beberapa potong baju saja.

"Kalau ada perlu apa-apa atau butuh sesuatu bilang saja sama Bapak ya!"

Ucapnya, sebelum akhirnya Pak Jenggot pun berlalu meninggalkannya yang masih dalam keadaan letih. 

"Mudah-mudahan ditempat ini, aku bisa menghilangkan semua yang kualami. Agar aku bisa melupakan semuanya dengan ikhlas. Aku harus bisa melupakan semuanya." Gerutu Bima dalam hati.

Terlalu meratapi pun tidak akan ada gunanya. Yang sudah terjadi itulah kenyataan yang harus ia hadapi. 

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status