Semalaman di layani bak putri raja, Clarissa merasa dirinya sedang di alam dunia mimpi. Pelayan bahkan mengikutinya hingga ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat untuknya.
Clarissa merasa kehilangan privasi saat kedua pelayan utusan Abraham memutuskan semuanya. Mulai dari pakaian yang harus dikenakan dan ritual sebelum tidur yang harus dijalani.
"Nona harus memakai semua ini sesuai perintah Tuan Abraham." Pelayan itu memperlihatkan satu set skincare di atas atas meja rias.
"Nona, juga harus pakai piyama ini."
"Apa tidak bisa jika saya pakai kaos saja? Lagi, saya tidak mengerti tulisan di botol skincare itu."
Clarissa melihat dengan teliti tulisan china dalam produk kemasan skincare itu. Pelayan dengan sigap menjelaskan semuanya.
"Tenang, Nona. Itulah tugas kami," ucap si pelayan.
Clarissa memutuskan untuk mematuhi aturan Abraham, agar bisa kembali bertemu dengan lelaki itu. Clarissa berharap masih bisa bernegosiasi atas pernikahan yang tidak diharapkannya.
Untuk pertama kalinya, Clarissa tidur di atas kasur yang empuk dan kamar yang nyaman serta di lengkapi AC dan fasilitas yang wah.
**
Pagi ini saat Clarissa bangun dan melihat jam di dinding, gadis itu kaget melihat pelayan berdiri tepat di samping pintu.
"Selamat pagi, Nona," sapa si pelayan.
"P-pagi."
Cla memandang kikuk ke arah wanita itu, dia memperhatikan penampilannya dari kaki hingga ujung kepala.
"A-apa, kau tidak tidur semalaman?" tanya Cla penasaran.
Pelayan itu tersenyum.
"Saya bangun lebih pagi, Non. Saya di tugaskan untuk melayani Nona, memilih pakaian untuk dikenakan hari ini."
"Hah?"
Gadis itu melongo dengan mulut berbentuk o sempurna.
"Tiger akan mengawal Nona menuju ke Rumah Sakit, Nona Helena sudah sadar dan mencari-cari Nona."
Clarissa tercekat dengan napas tertahan.
"Benarkah? Bagaimana keadaannya?"
"Nona Helena baik-baik saja dan sudah di izinkan pulang."
Cla sangat senang mendengar kabar itu.
"Syukurlah, Kakak pasti ketakutan karena aku tidak ada di sana,"
Tanpa dipandu lagi, Clarissa segera bangkit dan masuk ke kamar mandi.
"Aku akan selesai lebih cepat. Tenang saja, kalian tidak perlu mengikutiku." Clarissa segera masuk dan menyelesaikan ritual mandinya.
"Nona, tenanglah. Jangan terburu-buru seperti ini."
Gadis itu mengabaikan ucapan si pelayan. Dia tidak mau kakaknya menunggu terlalu lama. Dengan tergesa-gesa, setelah lima menit, Cla keluar dan hanya mengenakan handuk di badan, gadis itu tersenyum pada pelayannya. Aroma shampo yang menyegarkan mengembalikan semangat dalam dirinya.
"Aku tahu apa yang aku lakukan, tolong siapkan pakaian apa yang harus aku kenakan."
Clarissa mulai mengerti jika aturan tetaplah aturan. Dia tidak boleh membantah jika ingin semuanya cepat selesai.
"Anda harus memakai dress yang ini, juga tas dan sepatu dengan warna serupa."
Clarissa tersenyum melihat itu, impian menjadi model tidak kesampaian. Tapi, bergaya seperti model sudah ada di depan mata.
"Tentu, akan aku kenakan."
Pagi ini di meja makan. Angelo sarapan dengan lahap. Perutnya sudah keroncongan karena menahan lapar semalaman.
David dan Zeland hanya memperhatikan adik bungsunya itu.
"Hari ini Kakek punya tugas khusus untuk kalian," ucap Abraham.
Ketiga cucunya mendongak dan saling pandang.
"Tugas?" ulang David.
"Ya, tugas khusus. Tidak ada penolakan."
Angelo asyik dengan makanannya, tapi telinga tetap fokus mendengarkan.
"Tugas apa, Kek?" tanya Zeland penasaran.
Pembicaraan mereka terjeda saat bunyi hells mendekati meja makan.
Tap tap tap.
Clarissa muncul dari balik tembok, dengan tangan yang berpegang kuat pada pelayan yang kini menjadi asistennya.
"Wow," ucap David tanpa sadar.
Zeland dan Angelo menoleh menatap gadis itu. Sesaat mereka tersihir dengan penampilan Clarissa. Gadis itu memakai dress berwarna putih dengan motif bunga, rambut yang di biarkan tergerai telah di gulung di bagian ujungnya membuat penampilan Clarissa sangat menawan.
Gadis itu masih belum menguasai berjalan dengan hellsnya.
"Selamat pagi, Cla. Apa tidurmu nyenyak semalam?" tanya Abraham.
Lelaki tua itu tampak puas dengan penampilan baru Cla.
"Ya, lumayan." Cla menoleh.
Tatapan Zeland dan David membuatnya risih.
"Silahkan duduk dan sarapan bersama kami," ucap Abraham.
Angelo yang menikmati makanannya tiba-tiba berhenti.
"Maaf, bisakah saya melewatkan sarapan. Saya ingin segera sampai di Rumah Sakit."
Abraham meletakkan sendok di piring, lelaki itu menatap Clarissa sekali lagi.
"Tentu, mereka akan menemani kamu seharian." Mereka yang di maksud adalah ketiga cucu Abraham.
"What!" Angelo keberatan atas ucapan sang Kakek.
Clarissa meneguk air liurnya, tenggorokannya terasa serak seketika.
"Kalian akan menemani Clarissa dan membawa gadis itu berkeliling. Tidak ada tapi." Tatapan tegas Abraham membuat ketiga cucunya tertunduk.
Angelo menghempas sendok dan garpu yang dipegangnya.
"Tunggu apalagi, kalian boleh pergi sekarang. Soal kantor biar jadi urusan Kakek."
David dan Zeland bangkit dari kursinya. Ucapan Kakeknya adalah titah yang tidak bisa dibantah.
"Apa yang kau tunggu Angelo? Pergilah sekarang."
Angelo bangkit dengan tatapan tidak suka menatap Clarissa. Gadis itu mendelik berusah tegar walau dalam hati kecilnya, dia sangat gugup.
Ketiga cucu Abraham keluar lebih dulu, tinggalah Clarissa berdua dengan Abraham di ruang makan.
"Kau akan bertemu dengan banyak orang, saya telah mengatur jadwal yang harus kamu jalani. Ingat, jangan bicara apapun saat berada di tengah orang asing. Serahkan saja semuanya pada cucu-cucu saya."
"Baik. Sebenarnya saya ingin membicarakan sesuatu." Clarissa berharap masih bisa menyelematkan diri.
"Pergilah," ucap Abraham.
Clarissa tersentak. Abraham meninggalkannya lebih dulu. Gadis itu tak memiliki harapan. Diapun berjalan pelan keluar dari kediaman megah keluarga Reevand. Langkahnya sesekali goyah karena tidak terbiasa. Namun, Cla berusaha menguasai.
Tiger menyambutnya. Cla masuk ke mobil setelah pengawal itu membuka pintu untuknya.
"Silahkan, Nona."
Dengan langkah pelan Clarissa duduk dengan nyaman. Mata indah gadis itu membulat kala melihat Zeland duduk di sampingnya.
"Kau!" teriaknya.
David menahan tawa melihat reaksi gadis itu.
"Ya, kenapa?" tanya Zeland dingin.
Tatapan pemuda itu mampu membungkam Cla, entah mantra apa yang dimilikinya, namun Zeland memiliki aura magic tersendiri.
"Ketemu kamu saja, kagetnya setengah mati, gimana kalau dia ketemu dengan Angelo?" sahut David datar.
Clarissa kaget melihat David dan Zeland satu mobil dengannya. Gadis itu langsung membuang pandangan ke arah jendela. Dia sudah siap atas segala sindiran yang akan diberikan kedua pemuda itu.
"Jalan, Pak," perintah David.
"Baik, Tuan."
Mobil beranjak dari rumah menuju ke Rumah Sakit. Angelo menentang perintah Abraham untuk satu mobil dengan Clarissa. Pemuda itu melaju dengan mobil sport miliknya sendiri.
Jantung Cla berdebar tak menentu. Sesaat dia melihat bagaimana Angelo melewatinya. Pemuda itu terlihat tampan dengan rambut yang sudah di cat biru tua, khas anak muda jaman sekarang.
"Hey, Cla. Jadi apa kau akan menjelaskan siapa dirimu yang sebenarnya? Nggak mungkin dong, baru datang langsung mengincar posisi terbaik di rumah kita," sindir David.
Pemuda itu duduk di kursi depan, tepat di samping Pak Supir.
Cla hanya diam, dia bingung harus menjelaskan apa? Dia pun tidak tahu bagaimana dengan nasibnya ke depannya.
"Apa benar kau akan menikah dengan Kakek?" Pertanyaan kali ini datang dari Zeland.
Clarissa menoleh menatap lekat sorot mata pemuda itu. Zeland berbeda dari kedua saudaranya, walau mereka baru bertemu. Bagi Clarissa Zeland satu-satunya yang tidak memperlihatkan kebencian.
"E-entahlah, kami bertemu di sebuah Cafe, beliau memintaku menjadi seorang pengantin."
"Dan kau langsung mau? Wah, Kakek memang hebat. Kita nggak habis pikir saja, kenapa kau mau menikah dengan lelaki yang lebih cocok jadi Kakek ketimbang jadi suami?" ujar David.
Clarissa belum sempat menjawabnya.
"Apa benar karena uang?" tanya Zeland.
Clarissa ingin sekali menentang ucapan itu, tapi kenyataannya. Dia memang menerima tawaran itu karena uang. Uang demi membawa Helena ke rumah sakit.
"Diamnya menjawab semua, Angelo memang tidak pernah salah menilai sesuatu." David menyudahi obrolan itu.
Ungkapannya sangat menyakiti hati Clarissa, seolah dirinya tak berharga, wanita yang hanya rela menerima segala sesuatu karena uang.
"Aku tidak percaya ini, kau bahkan lebih muda dari kami, para cucunya."
Bersambung.
Zeeland dan Helena akhirnya berakhir duduk bersama di halaman belakang.Tuan Abraham telah pergi sejak tadi dan Meninggalkan mereka dalam pengawasan orang rumah."Namaku Helena Rifai Ariziq. Aku lahir di Surabaya dan besar di Jakarta. Aku dan adikku yatim piatu.""Kamu tahu siapa kedua orangtuamu?""Tentu saja aku tahu, pertanyaan macam apa itu?" Helena tersenyum. Zeeland menatapnya lekat."Siapa?"Tak langsung menjawab, Helena justru merasa aneh, bagaimana tidak? Zeeland tiba-tiba bertanya layaknya seorang polisi."Ada apa? Kau tidak benar-benar mengindahkan ucapan Tuan Abraham kan?"Zeeland tersenyum dan menatap langit di atas sana."Aku bertanya hanya karena ingin tahu, siapa kamu ini dan adikmu mengapa tiba-tiba tersesat ke rumah kami.""Apa kau tidak merasa aneh? Kakekku sebelumnya memaksa Cla menjadi pengantinnya dan sekarang dia dengan ikhlas menikahkan Cla dengan David. Kakek melunasi hutang kalian dan menjamin hidupmu, melihat kebaikan yang tidak wajar jika aku jadi kau, aku
David belum menerima kabar apapun. Dan di lingkungan itu dia tidak tahu harus melakukan apa. Kanan kirinya hanya ada tetangga yang begitu penasaran akan kehidupan rumah tangganya. Bosan. Dia melangkah keluar dan memperhatikan sekeliling. Ada kayu besar tua yang tumbuh di halaman depan rumah Clarissa. Daun-daun berguguran. Setiap hari sampah akan berserakan dan mereka tak punya pembantu. David iseng mengeluarkan ponselnya untuk memotret. Cla memergokinya dari belakang. "Kau suka pohon itu?" tanyanya. David spontan menoleh. "Hay." Gadis itu membawa sapu lidi dan skop sampah. "Kau sedang apa?" "Aku akan membersihkan halaman ini." "Oh." Cla langsung menyapu dan David hanya menatapnya saja. Gadis itu seolah telah terbiasa dengan pekerjaannya. Cla menyapu seluruh area taman dan tak lama mengumpulkannya di bawah pohon. "Apa kau punya korek api?" David merogoh kantong celananya, dia benar-benar memiliki benda itu. "Terimakasih." Cla membakar sampah dan David tercengang di tempat
Saat tiba di rumah.Cla membuka pintu mobil dan berjalan keluar, tangan mungilnya dengan santai memasukkan kunci di lubang pintu. David menyusul dan sang istri kecilnya terdiam di tempat."Ada apa?" tanya David.Langkah Cla berhenti karena menyadari ada barang yang bergeser dari tempatnya. Gadis itu lantas mundur dan mencari balok kayu yang memang dia sediakan dibelakang pintu."Cla, ada apa?" David sekali lagi menatapnya heran."Ada orang di rumah," ucapnya. Cla masuk dan memeriksa setiap sudut rumah. David tersenyum sejenak dan mendapati raut wajah istrinya yang terlihat terkejut."David, ada kulkas besar di dapur."David menyusul.Cla melepaskan balok kayunya dan mengecek isi kulkas."Makanan, ini banyak banget.""Tiger tadi ke sini," ucap David santai."Karena tahu dia datang sekalian saja aku memintanya untuk mengisi makanan untuk kita.""Tiger datang, bagaimana kamu tahu?"David menunjukkan ponselnya."Zeland mengabariku."Cla pun memahami segalanya."Jadi, apa yang kamu katakan
Usaha yang tidak sia-sia. Keputusan untuk keluar dari rumah dan mencari restoran adalah pilihan yang bijak. Saat David menemukan sebuah cafe di pinggir jalan, dia telah memutuskan untuk makan di tempat itu."Cla, lihat!"Cla yang sudah lemas sejak tadi kini membuka mata, cafe itu. Cla diam dan teringat bagaimana dia bisa terjebak dalam hubungannya sekarang."Kita makan di sini ya." David turun.Cla enggan ke sana namun David telah melenggang memasuki cafe. Senyumnya merekah saat mendapati daerah itu tidak terlalu buruk. Cla menyusul kemudian. Dia berjalan memasuki tempat itu dan David sudah siap memesan. Saat Cla memutuskan duduk, seorang pelayan mengenalinya. "Hey, kamu yang datang melamar pekerjaan beberapa bulan yang lalu kan?'David dan Cla menatapnya kompak."Aku masih ingat, hari itu seorang lelaki tua melamarmu di cafe ini. Kamu menolaknya dengan tegas, walau uang yang dia tawarkan banyak banget. Dia tak mengganggumu lagi kan?"Raut wajah Cla tampak tidak nyaman. David menata
Asap mengepul memenuhi isi rumah, Cla yang baru saja selesai mengganti pakaiannya tampak panik dan berlari turun ke bawah. Entah apalagi yang terjadi saat ini. Ulah apa yang telah dibuat sang suami. "Uhuk uhukk uhuukk!" David membuat kekacauan, dia menggoreng ikannya dengan asal lalu tak membaliknya. Alhasil ikan itu hangus namun dia tak berani untuk mematikan kompornya. "Hey, apa yang kau lakukan dengan dapurku?!" Cla melotot melihat penggorengannya sudah tak tertolong. "Kauu!!" Gadis itu melangkah akan mematikan kompornya, namun David menangkap tubuhnya. Asap yang mengepul membuat David tak tega membiarkannya masuk. "Cla, pergi. Di sini berbahaya!" Cla menatapnya tak percaya. "Lebih berbahaya lagi jika kita tidak mematikan kompornya, kau bisa membakar seisi rumah." David terkesiap. Pemuda itu segera ke kamar mandi dan membawa se ember air. Dia tahu, gadis itu nekat. Sepanjang dia mengenalnya. Cla adalah sosok tak terduga. Klik. Byuur!! "Hah!" Cla tersentak panik den
Makanan tersaji di atas meja, wajah David bergidik bahkan saat dia hanya melirik aneka makanan yang di siapkan istrinya itu."Kau tidak akan kenyang jika hanya melihatnya," ucap Cla cuek.David menatap ngeri, dia kehilangan selera makan dan memilih bersandar di kursi kayu sembari menyilangkan tangan ke dada."Apa tidak ada restoran di sekitar sini, aku bisa sakit perut jika makan semua itu."Cla berdecak, tentu saja semua itu hanya omong kosong baginya."Hey, kau dengar aku. Aku bicara padamu!"David melambaikan tangan di depan wajah istrinya, baru dua hari menikah tapi keduanya masih belum menemukan kecocokan."Eheemm," Cla menghilangkan rasa gugup.David menyipitkan mata melihat tingkahnya."Jangan manja tuan muda. Tidak ada pelayan di sini. Apa yang kau takutkan, aku bahkan memakannya. Kenapa kau begitu suka membesar-besarkan masalah."David terkesiap.Cla duduk di kursi meja makan, menyantap sarapannya dengan tenang tak peduli suaminya menatap jijik."Tidak, tidak! Aku tidak bisa