Share

MARRIED TAPI AVAILABLE
MARRIED TAPI AVAILABLE
Author: leenda_wu

Karaoke

Shirley agak heran dengan sikap Bram, rekan kantornya. Dari seluruh karyawan di Mintarja Group, pria ini begitu aktif mendekati dirinya. Well, mungkin kurang tepat jika disebut ‘mendekati’. Tapi yang jelas Shirley merasa perhatian yang diberikan pria itu melebihi daripada apa yang seharusnya Shirley dapatkan.

Dan mendapat perhatian ekstra dari lawan jenis adalah hal jamak. Sudah terlalu sering ia menikmati privilege begitu karena menyadari kelebihan fisik yang dimiliki. Wajahnya sekilas mengingatkan orang akan artis Sophia Latjuba. Berambut panjang melewati bahu, mancung, putih, dengan bibir merekah nan padat adalah sebagian kelebihannya. Tak perlu ditanya mengenai kemolekan. Tubuhnya jangkung. Tinggi besar, dengan sepasang kaki bak belalang yang panjang dan paha yang proposional. Dengan lakak-lekuk tajam di dada, pinggang, dan panggul, sepertinya tak ada pria normal yang tak menoleh ke arahnya. Usianya yang empat puluhan tahun tersamarkan dengan semua kelebihan tadi sehingga membuat dirinya belasan atau bahkan dua puluh tahun nampak lebih muda.

Di perusahaan itu Shirley sudah sepuluh tahun bekerja. Namun sejak lima hari lalu ia resmi ditarik dari kantor cabang di Bekasi dan ditempatkan pada kantor pusat di Jakarta. Mutasi terjadi seiring dengan beralihnya tongkat estafet kepemimpinan dari pemilik perusahaan kepada puteranya. Ervan Aditya Mintarja. Seorang pemuda cakap, dingin, ambisius, dan khususnya… tampan.

Kembali ke Bramantyo alias Bram. Dengan dalih menyambut kedatangannya di kantor pusat ia mau bersusah-payah menyelenggarakan acara khusus untuk Shirley di sebuah ruang karaoke.  Awalnya Shirley pun tidak begitu menanggapi perhatian berlebih itu. Sampai kemudian Bram menolongnya mengatasi sebuah masalah ‘kecil’ di kantor. Masalah itulah yang membuat Shirley membuka diri dan bergaul lebih dekat dengan pria yang sudah beristeri itu.  Ajakan ke karaoke pun disambut. Ada enam orang saja yang hadir saat itu. Tiga pria, tiga wanita.

Atas keistimewaan yang didapatkan, itu benar-benar membuat Shirley sungkan. Shirley Risi atas perhatian berlebih yang ditunjukkan.  Tapi Bram cuek.

Berdalih vokal Shirley sangat keren, beberapa hari kemudian Bram mengundang lagi. Shirley menolak tapi orang itu begitu gigih dengan terus menelponnya, bahkan sampai menelpon ketika ia di rumah, demi untuk membujuk. Terlihat jelas Bram tak peduli kalau sang sekretaris adalah wanita berkeluarga. Masalah ‘kecil’ yang tempo hari diselesaikan Bram, diungkit lagi. Shirley pun menyerah.

Dan siang itu, pada usaha kesekian, Bram akhirnya mendapat jawaban ‘ya’ dari Shirley yang bersedia ikut ke karaoke seusai jam kantor. Bram jelas happy dan langsung mengatur pengaturan kendaraan demi acara karaoke nanti malam berjalan sukses.

Waktu yang ditentukan pun tibalah. Atas arahan via chat dari Bram, Shirley yang sudah tiba di tempat karaoke langsung menuju ke ruang yang sudah di-booking Bram. Saat dirinya tiba, seperti sudah diduga, kedatangannya langsung disambut riuh oleh mereka yang sudah lebih dulu tiba. Shirley ternyata adalah orang terakhir. Jika ditambah yang sudah ada, mereka berlima.

Setelah masuk ke dalam ruangan, menyapa salam, duduk dan mulai berbicara kesana-kemari, Shirley baru menyadari satu hal. Beda dengan pertama kali mereka berkaraoke,  kali ini hanya dirinya yang perempuan di sana. Tiga orang lain itu pun ia tak tahu. Mungkin dari anak cabang perusahaan lain, pikirnya. Yang pertama bernama Kenny, yang kedua Tonny. Mudah diingat. Tapi yang ketiga, pria tinggi besar, botak, berperut buncit, kurang jelas siapa namanya. Maklum, suasana dalam ruangan berisik dengan lagu Peter Pan yang dibawakan Tonny. Suasana banyak orang asing ini membuat Shirley diliputi keengganan yang luar biasa. Tapi merasa tak enak untuk segera pulang begitu saja. Pikirnya biarlah ia sebentar saja di situ sebelum kemudian pamit.

Aneka makanan dan minuman rupanya sudah tersedia walaupun makanan  sepertinya mulai mendingin. Lagi, karena rasa sungkan ia pun mulai makan. Pilihannya hanya makanan dan minuman ringan.  Tapi Shirley tak kuasa menolak ketika si Buncit, rekan Bram, menuangkan segelas minuman sebelum disodorkan padanya. Ia sulit menolak. Kali ini bukan karena sungkan tapi yang disodorkan adalah whiskey, minuman keras kesukaannya. Tak berpikir panjang Shirley menyambut dengan senyum lebar. Tatkala minuman itu terhirup masuk ke dalam tubuh, sensasinya menimbulkan rasa nikmat dan ketenangan yang luar biasa.  Saat satu gelas tandas, ia pun sudah berani mulai berkaraoke satu buah lagu.

Apresiasi pun langsung saja diberikan seluruh empat pria ketika satu lagu selesai dinyanyikan. Untuk itu hadiah pun diberikan berupa satu gelas minuman yang sama. Shirley tergelak riang. Nampak sangat senang atas hadiah yang diberikan. Ia pun tak segan menyanyi lagi dan lagi karena memang tersedia hadiah segelas minuman untuk setiap lagu yang selesai dinyanyikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status