Share

Penolakan Semu

Seiring malam berlalu, saat rasa sungkan semakin sirna, Shirley makin berani melakukan performance. Tak hanya nyanyi, ia pun mulai menari dengan ditemani Bram. Blazer yang ia kenakan telah sejak tadi tanggal. Entah siapa yang menanggalkan ia tidak tahu tapi suhu tubuhnya memang memanas dan AC dalam ruangan tak mampu mendinginkan suhu tubuhnya. Disemangati Bram cs, Shirley pun mulai nakal dengan melakukan gerakan-gerakan tari yang menjurus erotis. Itu memang dipicu oleh beberapa lagu pilihan Tonny dan Kenny yang rupanya tahu mana lagu dengan klip video cukup vulgar.

Bram benar-benar pandai memanfaatkan situasi. Gerak-gerak tari yang tadi sekedar untuk menemani, kini berubah motivasinya. Sesekali bagian tubuhnya menggesek, menyentuh, atau menabrak bagian tubuh wanita satu-satunya di ruangan itu. Sasarannya tentu saja difokuskan pada area itu-itu saja: dada, paha, pantat. Tapi, entahkan Shirley menyadari atau tidak, ia terus menyanyi dan menari.

Komposisi alkohol yang berasal dari Chivas Regal yang larut dalam darah Shirley makin meningkat. Membawanya pada tingkat kesadaran sangat rendah. Shirley mulai sedikit goyah. Tapi ini hanya ditanggapi derai tawa seolah sebuah fenomena biasa.

Bram mengambl keputusan untuk menguji sampai seberapa jauh Shirley berada dalam batas kesadaran. Untuk itu ia menunggu saat paling tepat. Saat apa, ia tidak tahu. Tapi ketika melihat Shirley melakukan gerak tari dan kemudian limbung, serta merta ia meraih tubuh sintal wanita itu untuk jatuh dalam pelukannya. Dalam pelukan rekan kerjanya itu, Shirley terpekik geli. Kali ini Bram tidak ikut tertawa. Ia langsung menyambar mulut dengan bibir sensual nan penuh tadi.

Dalam pengaruh alkohol Shirley sempat meladeni ciuman tadi. Shirley lah yang malah aktif menyodokkan lidahnya ke dalam mulut Bram yang dengan semangat menghisap lidah kemerahan berbau minuman keras itu. Merasa mendapat respon, seusai melepas ciumannya, Bram langsung menggendong tubuh Shirley yang sebetulnya tergolong jangkung untuk seorang wanita. Kemudian, dengan memanfaatkan tubuh wanita itu Bram menyapu apapun yang ada di atas meja yang adalah satu-satunya meja di ruangan. Akibatnya, semua benda berjatuhan.  Namun begitu ketiga rekannya tidak protes. Atas aba-aba Bram mereka kemudian malah keluar ruangan meninggalkan Bram dan Shirley berdua.

Baru saat itulah Shirley sadar bahwa mereka bertiga bukanlah rekan bisnis Bram. Mereka hanya pegawai tempat karaoke yang menjadi kamuflase menemani Bram demi agar niat Bram terwujud. Dan niat itu apalagi kalau bukan untuk menidurinya?

Di atas meja yang kini kosong, Bram meletakkan tubuh Shirley. Nafasnya memburu. Kedua tangannya memegang erat kedua tangan Shirley di kedua sisi meja. Bagai predator serigala dengan korban yang lemah tak berdaya di cengkeraman, Bram siap melakukan serangan lebih jauh.

Namun situasi tiba-tiba berubah. Shirley yang nampaknya memiliki sedikit kesadaran, berontak melepas diri. Saat itulah Bram bimbang. Perlukah ia meneruskan aksinya yang beresiko membubarkan  semua progres yang telah terjadi? Atau menghentikan sementara dan melanjutkan di kesempatan berikut?

“Jangan, Bram!” kata Shirley keras ketika Bram menciumi lehernya. “No!”

Bram belum menyerah. Ia  terus saja membujuk, merayu.

“No! No!” bentak Shirley galak. “Ini udah keterlaluan. Nggak sopan. Nggak etis. Jangan sampe kebongkar di kantor. Malu! Apa kata orang nanti? Kayak orang gila aja lu!”

Bram terkejut. Luar biasa, dalam keadaan sangat mabuk wanita itu masih sempat-sempatnya menceramahi dirinya soal etika.

Shirley makin galak menegur. “Jangan macem-macem, Bram! Nggak bener apa yang kita bikin. Ini udah keterlaluan. Keterlaluan! Gue nggak mau. Nggak mau! Pokoknya gue nggak mauuuuu!!!”

Penolakan Shirley begitu keras. Lantang.

Tapi situasi kembali berbalik.

Shirley boleh saja galak. Boleh saja menentang keras. Boleh saja menceramahi soal etika. Tapi tak sampai setengah jam kemudian, situasi memang sangat pantas disebut berbalik kembali. Alkohol tampil sebagai pemenang mengalahkan logika. Shirley yang menolak dan galak sudah tak ada lagi.

Sayangnya itu hanya bertahan sesaat. Karena kini ia menjadi bulan-bulanan Bram yang dengan asyik menikmati kesintalan tubuhnya.

*

Beberapa bulan sebelumnya.

Ervan sudah sepenuhnya memegang kendali di Mintarja Group yang diteruskan dari ayahnya. Pemuda cerdas ini dengan cepat menguasai dasar-dasar keuangan, operasional, stok, rantai pasokan, hingga ekspor impor. Kekhawatiran tidak perlu ada pada diri sang Papa ketika ia menanyakan kondisi perusahaan MG kepada anaknya.

“Gimana di sana? AC dingin? Karpet berdebu? Couchnya tetep bersih? Udah sarapan belum?”

“Ih, nanya koq yang receh-receh,” Ervan tertawa. “Udah deh, segalanya under controlled. It’s OK, Pa.”

“Iya, Papa yakin,” jawab ayahnya di ujung telpon. “Kan boleh Papa nanya-nanya.”

“Boleh, hehehe…”

Tawa Ervan terhenti ketika sang ayah menanyakan kapan ia akan menikah. Ia belum mau dan dengan halus menolak. Ia tak mau mengungkap alasan sesungguhnya bahwa menurutnya masih terlalu sedikit wanita yang ia pernah tiduri.

*

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status