Share

PART 6

Penulis: Princess Aldan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-31 13:01:15

Drrtt ... drrtt ....

Getar ponsel Stella yang menunjukkan pesan masuk membuatnya terbangun dari tidurnya. Stella menggeliat malas, sebelum melihat pesan masuk dari siapa.

Alex: Datanglah ke apartemenku sekarang, supirku akan menjemputmu.

Stella: Untuk apa?

Alex: Tidak usah banyak tanya, datang saja! Aku tunggu dan jangan terlambat!

Stella memutar bola matanya saat menerima balasan dari Alex. Sebelum beranjak dari tempat tidur, Stella melihat ke samping di mana Karen masih tertidur. Ia pun segera menuju kamar mandi.

Sekitar tiga puluh menit Stella membersihkan tubuhnya. Ia pun segera bersiap-siap mengenakan pakaian terbaik yang ia miliki. Ia bingung pakaian apa yang akan ia kenakan.

Setelah beberapa menit mengobrak-abrik isi lemarinya, akhirnya Stella memutuskan untuk mengenakan kemeja yang akan ia gelung sebatas siku dan celana jeans panjang. Ia memang sangat suka dengan penampilan casual yang seperti ini, daripada harus mengenakan dress. Stella menggerai rambutnya yang melewati bahu itu. Ia juga hanya memakai make up tipis dan natural tanpa mengurangi kadar kecantikannya.

Stella mengambil tas selempangnya, satu-satunya tas selempang yang ia miliki. Tas yang selalu ia pakai saat hang out bersama Karen atau sekedar jalan-jalan. Setelah membuat note untuk Karen, Stella segera mengenakan flatshoes berwarna merah yang terlihat sangat indah di kakinya. Saat keluar dari rumah, ia dapat melihat bahwa supir Alex telah datang.

"Nona Stella?" tanya Galih, asisten sekaligus supir Alex.

"Iya "

Segera Galih membukakan pintu mobil bagian belakang.

Setelah berjibaku melawan kemacetan, akhirnya mobil yang mengantarkan Stella tiba di depan lobby sebuah apartemen. Stella lagi-lagi memutar bolanmatanya saat Galih membukakan pintu untuknya dan mempersilakan Stella turun dari mobil. Ia tahu mengapa Alex tinggal di sini. Ini adalah salah satu apartemen milik Alex yang ia menangkan tendernya karena proposal yang dibuat Stella.

"Apartemen Tuan berada di lantai teratas," ujar Galih saat melihat Stella masih tetap berada di posisinya dan tidak bergerak memasuki apartemen. Galih pikir, Stella mungkin tidak tahu di mana letak apartemen Alex.

"Terima kasih!" ucap Stella seraya tersenyum manis.

Ketika ia tiba di depan pintu apartemen Alex, ia segera menekan bel. Dan beberapa menit kemudian pintu itu terbuka. Sekejap Stella terpaku diam melihat ketampanan Alex yang bagaikan dewa-dewa Yunani.

"Apa kau mau terus berdiri di sana?" tanya Alex yang merasa geli melihat Stella melihatnya dengan muka tercengang. Stella tersadar dari kekagumannya, kemudian melangkah masuk mengekori Alex.

Setelah masuk dan pintu kembali menutup, hal pertama yang terlintas di pikiran Stella adalah bahwa apartemen ini tidak cocok ditinggali seorang diri. Karena, lihatlah betapa luasnya apartemen ini. Meski tidak salah jika Alex menempati apartemen seluas ini, karena apartemen ini memang punya Alex.

"Aku sudah membuat perjanjiannya," ujar Alex seraya memberikan sebuah map pada Stella.

Stella menerima map itu dan tanpa bersuara ia mulai membaca setiap kata dari isi perjanjian yang dibuat oleh pria di depannya.

"Perjanjian ini hanya menguntungkan dirimu saja!" sarkas Stella setelah membaca isi perjanjian itu.

Bagaimana tidak, isi perjanjian itu pada pasal pertama, Alex sebagai pihak pertama akan selalu benar dan pihak kedua, yaitu dirinya, harus menuruti perkataan pihak pertama tanpa bantahan. Pasal kedua, kedua belah pihak harus saling menghormati dan tidak boleh bermain belakang. Dan pasal ketiga, setiap kali pihak pertama melakukan kesalahan, maka kembali ke pasal satu. Perjanjian macam apa ini? Alex menang banyak.

"Memang." jawab Alex singkat. Sangat singkat.

"Tidak adil!" protes Stella lagi.

"Itu adil, Stella. Sudahlah, tanda tangani saja dan aku akan memberikan uangnya." kata Alex.

"Terserah." Stella malas berdebat. Ia segera menandatangani perjanjian tersebut.

"Sabtu depan kita menikah!" tegas Alex, setelah Stella selesai menandatangani perjanjian itu. Alex harus mempercepat pernikahan mereka, sebelum Jessica kembali dari liburannya. Alex akan mengadakan pernikahan tertutup hanya dihadiri oleh keluarganya dan keluarga Stella. Alex tidak ingin Jessica tahu dan mengacaukan acara tersebut. Bisa-bisa Mamanya akan mendapat serangan jantung lagi, dan kali ini beneran.

"Apa?!" Mata coklat karamel itu membulat sempurna saat mendengar perkataan Alex.

"Kita menikah Sabtu depane Kata Alex seraya memainkan tabletnya. Entah apa yang dilihatnya di tablet itu hingga ia nampak sangat serius.

"Tapi ...." Belum sempat Stella menyelesaikan kalimatnya, Alex langsung menyelam

"Ingat perjanjian pasal pertama."

Akhirnya, Stella hanya bisa bungkam sembari mengerucutkan bibirnya.

Alex yang melirik Stella yang tampak kesal dengan mengerucutkan bibirnya, serasa ingin sekali ia .... Ah, sudahlah.

Flashback On

Percayalah, bahwa Stella memang tidak memiliki teman semasa sekolahnya. Selain ia adalah anak hasil dari hubungan gelap, ia juga bukan berasal dari keluarga terpandang. Ditambah lagi, Stella sepertinya salah masuk sekolah. Siswa-siswa di sekolahnya mayoritas adalah anak-anak dari keluarga kaya dan terpandang. Stella bisa masuk ke sekolah itu, berkat beasiswa yang berhasil ia raih karena kecerdasannya.

Pada suatu waktu, saat Stella duduk seorang diri, segerombolan temannya mendekat dan salah satu di antaranya berkata, "Mari berkelompok untuk tugas kimia." ajak salah satu gadis yang bernama Claudia. Stella yang awalnya terkejut, terus merasa senang dan berpikir mungkin ini adalah awal ia mendapatkan seorang kawan. Pasalnya, sebelum ini Stella selalu mengerjakan tugasnya seorang diri. Entah itu tugas berkelompok maupun tugas mandiri.

Namun, lagi-lagi Stella harus kembali menelan kenyataan pahit saat menyadari bahwa ia hanya digunakan sebagai alat pencetak nilai oleh teman-teman kelompoknya itu. Akhirnya, Stella benar-benar sadar, bahwa tidak ada yang benar-benar tulus menerimanya, selain Ibu.

Flashback Off.

"Ish ...." Stella tiba-tiba meringis seolah menahan sakit. Alex yang awalnya fokus pada layar tabletnya terkejut, dan spontan berpindah posisi duduk di samping Stella, yang masih meringis sambil menyentuh kepalanya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Alex khawatir. Bukannya mendapatkan jawaban, Stella semakin meringis menahan sakit pada kepalanya. Memang beginilah kondisi Stella setiap kali ia mengingat masa lalunya yang menyakitkan. Masa lalu yang sangat ingin ia lupakan. Dokter mengatakan bahwa Stella mengalami trauma. Seberat itukah kehidupannya??

Alex yang merasa sangat khawatir langsung memeluk Stella, berniat menyalurkan ketenangan dan kekuatan. Tapi ia kembali dikejutkan saat Stella membalas pelukannya dengan sangat erat, bahkan sampai meremas t-shirt yang ia kenakan.

"Apa perlu telepon dokter?" tanya Alex. Ia merasakan basah di bagian dadanya. Stella menangis??

"Ti-tidak perlu, biarkan saja, nanti sakitnya akan hilang," ucap Stella sesenggukan.

Sempat terlintas pertanyaan di benak Alex, sakit apa yang diderita Stella, tapi wanita itu seakan bungkam dan tidak ingin siapa pun mengetahuinya. Akhirnya, ia memilih diam dan membiarkan saja. Hingga ia merasakan Stella tertidur dalam pelukannya. Alex segera menggendong Stella dan tanpa berpikir panjang, pria itu meletakkan Stella di tempat tidurnya. Saat ia berniat meninggalkan kamarnya, tangannya dicekal erat oleh Stella.

"Tetap seperti ini saja." ucap Stella dengan mata terpejam.

*****

Stella merasakan ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Ia segera memutar badannya untuk melihat siapa gerangan. Seketika matanya membulat sempurna saat menyadari siapa pemilik lengan kokoh yang memeluknya. Ia ingin berteriak, tapi jantungnya berdegup kencang dan lidahnya terasa kelu.

"Kau sudah bangun?"

Deg.

Jantung Stella kembali berdegup kencang mendengar suara serak khas orang baru bangun tidur milik Alex yang terdengar ... sexy?

"Apa yang kau lakukan?" tanya Stella gugup. Jantungnya masih tidak mau diajak kompromi.

"Tidur!" jawab Alex singkat, masih dengan mata terpejam, tidak menghiraukan pertanyaan Stella.

"Kau mencari kesempatan dalam kesempitan!" seru Stella berusaha untuk melepaskan lengan kokoh milik Alex. Namun sia-sia saja, karena semakin ingin ia lepaskan, maka semakin erat pelukan Alex.

"Aku tidak mencari kesempatan, kau saja yang mencekal tanganku erat dan tidak mau dilepaskan." kata Alex masih dengan mata terpejam, seperti enggan terbangun dari tidurnya.

Seharusnya, Stella sadar bahwa dia telah menyerahkan dirinya kepada Alex untuk sejumlah uang. Dan apa yang Alex lakukan sekarang adalah haknya. Akhirnya, Stella diam dan tidak berusaha meronta lagi selama beberapa menit, hingga perutnya berdemo. Ia memang belum memakan apa pun dari semalam. Pipi Stella memanas, perutnya berbunyi begitu keras di depan pria yang saat ini adalah calon suaminya, dan ia yakin Alex pasti mendengarnya. Karena jika tidak, pria itu tidak akan beranjak dari tempat tidur dan berkata, "Ayo makan," seraya menariknya keluar kamar.

Dan ketahuilah, Ales tidak pernah membawa wanita mana pun masuk ke kamarnya. Bahkan keluarganya tidak bisa masuk begitu saja ke dalam kamarnya. Menurut Alex, kamar itu adalah privasinya, dan ia tidak senang saat orang lain mengganggu privasinya. Dan Stella adalah wanita sekaligus orang pertama yang dibawanya masuk ke area teritorialnya. Alex juga tidak tahu, mengapa ia bisa membawa Stella ke dalam kamarnya.

Alex membawanya ke arah dapur, dan lagi-lagi area ini membuatnya tercengang karena luasnya.

"Kau bisa masak, bukan?"

Tanpa menunggu jawaban dari Stella, pria itu pergi meninggalkannya sendirian di dapur. Mengerti akan maksud Alex, ia langsung saja melaksanakan tugasnya.

"Dasar tukang perintah,' gerutu Stella, dan kembali ia dibuat tercengang saat menyadari dapur Alex sangat lengkap.

🌹🌹🌹🌹🌹

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MARRIED TO MY CEO   PART 50

    “Halo?”“Nyonya, ini aku, Alexa!” kata Alexa melalui telepon. “Ah, ternyata Alexa-ku. Ada apa, sayang?” balas Stella. “Aku ... aku siap menikah dengan putramu!” kata Alexa dengan berat hati. “Benarkah? Aku sangat berterima kasih padamu, Sayang. Aku benar-benar senang,” kata Stella dengan nada teramat bahagia. “Tapi ....” “Katakan saja, Alexa. Ada apa?” “Aku ingin mahar dua ratus lima puluh juta untuk pernikahanku!” Stella sedikit terkejut di seberang sana, namun setelahnya dia pun tersenyum tipis. “Baiklah, aku akan memberikan mahar tiga ratus juta –“ “Tidak, aku hanya ingin mahar dua ratus lima puluh juta,” sela Alexa. “Ah, baiklah. Terserah kau saja.” “Bisakah aku menerima uang itu besok?” “Sayang, bukan maksudku meragukanmu. Tapi, aku hanya mengantisipasi jika kau malah membawa lari uang itu. Aku percaya padamu, tapi tetap saja tidak menutup kemungkinan jika kau lari dengan membawa uang itu. Sebenarnya, uang tidak masalah bagiku, yang menjadi masalahnya adalah jika kau

  • MARRIED TO MY CEO   PART 49 SEASON 2

    49. Season 2“Steve! Apa yang kau lakukan?” bentak seseorang. Steve pun segera berdiri dan menatap seseorang yang membentaknya dengan panik, itu ibunya. “Mom, ini tidak seperti yang kau lihat,” ujarnya mencoba menghilangkan kesalahpahaman yang pastinya ada di benak sang ibu. “Aku dan Daddy-mu tidak pernah mengajarimu menjadi pria brengsek seperti ini, Steve!” bentak Stella sambil menunjuk gadis yang terduduk di lantai. “Nyo-nyonya, kami tidak melakukan apa pun, tadi kami hanya terpeleset. Sungguh, kami tidak sengaja berada dalam posisi seperti itu,” terang sang gadis. Tadi dia datang ke cafe ini bersama teman-teman sekampusnya. Dan saat dia pergi ke toilet, tanpa sengaja dia menabrak seorang pria yang akhirnya membuat mereka terpeleset karena lantai yang licin. Tapi mereka malah terjatuh dengan posisi si pria yang berada tepat di atas tubuhnya. Dan itu bertepatan dengan ibu sang pria datang dan memergoki mereka yang sebenarnya hanya terpeleset. “Aku tidak percaya pada kalian. K

  • MARRIED TO MY CEO   PART 48

    Setelah berada di dalam kamar mereka, Stella menyandarkan tubuhnya ke dada bidang suaminya. Kehamilan kali ini, keluarganya tidak sekejam seperti pada kehamilannya yang pertama. Mereka tidak membiarkan Stella pergi ke mana pun dan terus saja menyuruhnya untuk berdiam diri di dalam kamar. "Jadi, jika bukan dirimu yang berada di dalam peti mati itu, lalu yang terkubur di dalam sana siapa?" tanya Alex yang masih bingung. Alex memang baru menanyai Stella sekarang, karena saat pertama kali Stella kembali lagi padanya, ia masih ragu untuk bertanya. Ia khawatir membuat Stella sedih jika ia membangkitkan cerita kelam hidup Stella selama pergi dari sisinya. Ia lebih baik menunggu saat yang tepat, biarkan Stella sendiri yang bercerita dan mengatakan semuanya. "Ketika aku pergi meninggalkan rumah, aku langsung ke rumah sakit terlebih dahulu. Tapi, aku tidak pergi ke rumah sakit yang biasa aku kunjungi. Saat itu aku merasa sangat lemah, karenanya aku memilih untuk dirawat untuk semalam terl

  • MARRIED TO MY CEO   PART 47

    "Matthew, ayolah. Kau terlihat sangat tidak bersemangat padahal kita akan mengunjungi Silvi," kata Stella seraya menggoyangkan lengan pria yang telah menjadi orang paling penting dalam hidupnya. Matthew memutar bola matanya malas mendengar rengekan wanita di sebelahnya ini. "Aku bukannya tidak bersemangat karena kita akan mengunjungi Silvi." "Lalu apa?" "Aku menyesal mengusulkan pada kalian untuk tinggal di apartemen yang sama denganku, andai aku tahu tadi kau sudah mengganggu pagiku yang cerah!" kesal Matthew pada wanita di sebelahnya. Sedang wanita itu hanya terkikik melihat kekesalannya. Azrael yang melihat interaksi di antara keduanya terkikik geli. Saat mereka berdebat seperti itu, mereka tampak seperti bocah. Tidak lama kemudian, Alex kembali dengan dua karangan bunga berukuran sedang di dalam genggamannya. Mereka berempat -- Stella, Alex, Matthew dan Azrael -- berjalan memasuki area pemakaman. Tidak membutuhkan waktu lama mereka telah sampai di depan sebuah makam. I

  • MARRIED TO MY CEO   PART 46

    Yakinlah, Tuhan itu adil. Karena setelah kesedihan pasti akan datang kebahagiaan. Meski kita tidak tahu kapan kebahagiaan itu akan datang. Tuhan tidak pernah tidur. Itulah yang dirasakan Alex dan Stella saat ini. Kebahagiaan tak terbendung setelah rasa sedih yang menyakitkan --- kini tengah mereka rasakan. Sebuah kebahagiaan yang tidak akan pernah mereka tukar dengan apa pun. Kebahagiaan yang akan selalu mereka ciptakan mulai sekarang. Malam itu mereka sedang berdiri di balkon kamar. Saling memberikan kehangatan satu sama lain dengan berpelukan erat. Seakan pelukan itu dapat menyalurkan perasaan rindu yang mereka rasakan selama berpisah. "Kenapa kau tidak kembali saat itu?" tanya Alex sambil menaruh dagunya di bahu Stella. "Aku hanya ragu dan takut!" jawab Stella. "Kenapa?" tanya Alex masih memeluk Stella. "Aku takut kau akan membenciku ketika kau mengetahui semuanya. Bahwa akulah penyebab hilangnya Peter.Aku ragu untuk kembali bila kau tahu aku telah menyembunyikan suatu h

  • MARRIED TO MY CEO   PART 45

    Sebuah resepsi pernikahan megah seorang pengusaha muda digelar di salah satu hotel terkenal di negeri ini. Menunjukkan pada semua, bahwa orang yang melakukan resepsi tengah berbahagia. Para wartawan sudah berkumpul di pelataran depan hotel tersebut. Tak jarang para wartawan itu menghentikan salah satu tamu undangan untuk diwawancarai. Pria berwajah datar dan dingin itu berdiri seorang diri di tengah-tengah ballroom. Mengabaikan setiap tatapan kagum dari para wanita. Setiap wanita berebut ingin memeluk lengan kokoh tersebut. Sayangnya, pria itu telanjur berhati dingin dan tidak akan ada lagi yang bisa mencairkan kebekuan hatinya. Pria itu tetap pada posisinya, hingga seorang pria lain yang juga koleganya menyapanya dan mengajaknya mengobrol, meski dibalas dengan singkat oleh Alex. Pria itu mengatakan jika ada seorang penyanyi Cafe cantik yang sedang viral ikut diundang. Awalnya Alex heran. Penyanyi Cafe? Di acara semegah ini? Yang benar saja! Pria koleganya itu mengatakan bah

  • MARRIED TO MY CEO   PART 44

    Wanita itu berdiri di balkon kamarnya menikmati terpaan hangat sang mentari pagi pada wajahnya. Memejamkan matanya seakan-akan dia benar-benar menikmati mentari. Hingga tanpa ia sadari seorang pria yang selalu saja menemani kegiatannya datang. "Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu," kata pria itu. Wanita itu bergeming, beberapa saat kemudian dia membuka matanya kemudian membalikkan tubuhnya. Tersenyum tipis saat pandangannya bertemu dengan pria itu -- yang masih saja menunggunya. Mereka berdua menikmati sarapan dalam diam, tidak ada kata yang terucap dan hanya suara sendok beradu dengan piring yang mendominasi ruang makan tersebut. Akhirnya pria itu memecahkan keheningan. "Apa kau ingin terus seperti ini?" tanya pria itu sambil menatap wanita yang duduk di hadapannya. "Seperti apa?" Wanita itu balik bertanya. "Kamu hanya menutupi penderitaan mu itu dariku," jawab pria itu. Hening. Dan wanita itu berlalu dari sana, meninggalkan sang pria tanpa sepatah kata pun. Pria i

  • MARRIED TO MY CEO   PART 43

    Mencari sebuah alasan pengganti untuk tetap hidup bukanlah satu hal yang mudah. Alex merasakannya. Ketika Stella masih berada di sisinya, ia memiliki alasan untuk tetap hidup, karena ia mencintai Stella. Alex bukanlah remaja bodoh yang baru mengenal cinta. Kehidupan kejam yang diberikan Tuhan membuat ia tahu apa yang sedang terjadi saat ia bersama orang yang benar-benar ia cintai. Alex sangat mengerti arti getaran yang timbul saat ia berdekatan atau bersentuhan dengan Stella. Semua orang di sekelilingnya sudah merasakan hatinya yang kembali buruk, bahkan lebih buruk. Mereka pasrah akan keadaan Alex saat ini. Bukannya mereka tidak peduli, tapi mereka tahu bahwa tidak ada lagi yang dapat mencairkan bongkahan es yang sudah mencair kembali membeku. Alasan yang membuat es itu mencair telah tiada. Siang itu, Reyhan tiba-tiba datang berkunjung ke perusahaannya. Seperti temannya yang lain, Reyhan datang hanya sekedar untuk menanyakan kabarnya. Dan lagi-lagi menemukan. Alex yang berkuta

  • MARRIED TO MY CEO   PART 42

    Bolehkah untuk kali ini Alex beranggapan jika Tuhan kembali bersikap tidak adil padanya? Bolehkah bila ia beranggapan Tuhan terlalu kejam padanya? Dia tidak tahu apa kesalahannya hingga Tuhan bersikap begitu kejam. Alex marah, ia marah pada sang takdir yang begitu kejam padanya. Saat ini, pria itu tengah berada dalam satu ruangan khusus di Cafe milik Max. Alex POV Aku marah. Marah pada takdir, marah pada diriku sendiri. Ketika satu masalah belum terselesaikan, kini masalah lain kembali datang. Apa aku tidak pantas untuk bahagia? Seandainya bunuh diri bukan dosa, maka akan kuakhiri hidupku. Tapi, aku teringat kembali pada satu hal. Aku harus menemukan istriku. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, jika aku tidak akan mengalah pada sang takdir lagi. Namun, harus kucari ke mana lagi istriku? Dia pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak. Hingga saat ini aku belum mendapatkan kabar tentang keberadaannya. Dia hilang bagaikan ditelan bumi. Tapi satu keyakinanku, Stella masih ada

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status