Share

3. Bertemu

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Sienna menatap Adhara yang masih memasukkan barangnya ke dalam tas pink miliknya. Adhara merupakan siswa baru di Sekolah Dasar Taruna Bangsa. Kemarin Adhara menangis karena dia tidak mau pindah sekolah tapi mamanya memaksanya untuk pindah sekolah.

Sienna dan Heri merupakan guru yang mengajar kelas Adhara. Sienna dan Heri bergantian memberikan materi setiap harinya. Jika Sienna yang mengajar Heri akan menunggu di belakang kelas, menegur anak yang mengobrol.

"Ara pulang sendiri?" tanya Sienna.

"Dijemput mama, Bu."

Tidak ada lagi perbincangan. Keduanya berjalan menuju parkiran. Para orangtua mulai menjemput anak mereka. Tidak butuh waktu lama membuat perkarangan sekolah sepi. Hanya tinggal beberapa siswa yang berada di sekolah.

"Papa!!!"

Adhara mengikuti kemana Adhara berlari. Di depan gerbang sekolah seorang pria berkemeja biru tersenyum. Tangannya merentang menunggu kedatangan Adhara. Senyum Sienna terbit melihat pria yang dipanggil Adhara dengan panggilan 'papa' itu mengangkat tubuh Adhara.

Pria itu menurunkan Adhara, kemudian berjongkok di depan gadis kecil itu. Mengecup berkali-kali pipi dan kening Adhara dengan sayang. Dari jarak tiga meter, Sienna bisa melihat betapa Adhara sangat bahagia bertemu dengan papanya.

Sienna membungkuk saat Adhara menunjuk kepadanya diikuti oleh papanya yang menatapnya kemudian tersenyum kepadanya. Sienna merasa jantungnya berdetak saat Adhara berjalan menuju kearahnya bersama papanya.

"Papa, ini Bu Ara, guru Adhara yang kemarin Ara pinjem hapenya untuk kirim pesan ke Papa." Adhara memperkenalkan Sienna dengan sangat baik, membuat guru muda itu tersenyum bangga dengan kepintaran anak didiknya.

"Terimakasih Bu Ara, sudah membantu putri saya." Papa Adhara mengulurkan tangannya yang dibalas oleh Sienna dengan canggung.

"Sudah menjadi tugas saya Pak."

"Papa pulang 'kan hari ini?" tanya Adhara. Ketiganya masih berdiri di tengah-tengah parkiran.

"Emm ... Masih ada urusan yang harus Papa kerjakan. Sebentar lagi Papa akan pulang."

Sienna memperhatikan Lendra yang terlihat gugup. Dia tidak tahu apa yang membuat pria itu gugup. Atau mungkin Adhara tidak tahu jika kedua orangtuanya telah bercerai oleh sebab itu pria itu memberi alasan kalau dia sibuk sehingga tidak bisa pulang.

"Kapan? Mama selalu melarang Ara telpon Papa, mama pasti selalu bilang kalau Papa sibuk, jadi Ara gak boleh ganggu Papa."

Lendra meringis mendengar keluhan putrinya. Adhara masih terlalu kecil untuk mengetahui permasalahan kedua orangtuanya. Pria itu bingung bagaimana dia menjawab pertanyaan putrinya. Pertanyaan sederhana itu membuat Lendra bingung. Kapan? Entah sampai kapan pekerjaan itu akan selesai.

"Ara, Papa Ara gak tau kapan itu akan selesai karena yang mengetahui itu bos Papa Ara. Ara tunggu sebentar lagi pasti selesai. Anak baik harus sabar menunggu yaa."

Adhara nampak berpikir tapi kemudian mengangguk. Lendra tersenyum kepada Adhara. Berterimakasih kepada guru muda itu. Karena berkatnya Adhara mengerti.

"Ara ayok pulang!"

Ketiganya menoleh saat mendengar suara wanita memanggil nama Ara. Di depan gerbang sekolah seorang wanita dengan baju yang cukup seksi melambaikan tangannya kepada Adhara.

"Mama udah jemput, sana gih. Besok kita ketemu lagi ya Nak."

Adhara mengangguk dengan lesu. Dia berjalan menuju mamanya setelah mengecup punggung tangan Lendra dan Sienna. Lendra melambaikan tangannya saat Adhara melambaikan tangannya kepadanya dan Sienna.

"Terima kasih ya Bu sudah membantu saya," kata Lendra setelah mobil pajero itu pergi meninggalkan sekolah.

Sienna mengangguk. "Sama-sama Pak. Saya duluan Pak, ojek online saya sudah datang."

Sienna berjalan meninggalkan Lendra seorang diri. Dia merasa gugup berdekatan dengan papa dari anak didiknya. Dan anehnya dia tidak tahu apa yang membuatnya gugup.

Sienna bersyukur karena ojek online yang dia pesan beberapa menit yang lalu telah datang sehingga dia tidak perlu menunggu lama berdua dengan Lendra. Sedangkan Lendra tersenyum menatap kepergian Sienna. Guru muda itu terlihat masih sangat muda.

"Cantik."

Lendra menggeleng, merutuki kebodohannya. Dia belum resmi bercerai bagaimana mungkin dia sudah berani memuji wanita lain cantik.

"Sadar Lendra, kamu punya dua buntut," batinnya mengingatkan.

***

Adhara menatap luar jendela dengan diam. Sesekali melirik pria yang mengendarai mobil, pria itu sama dengan pria yang semalam masuk ke dalam kamar mamanya. Lia tidak tahu siapa pria itu. Mungkinkah teman mamanya?

"Ara, tadi siapa yang bersama papa dan Ara?" Pertanyaan mamanya membuat Adhara menatap kepadanya.

"Bu Ara. Gurunya Ara."

Wanita itu diam mendengar penjelasan putrinya. Dia sempat melihat sekilas guru putrinya. Guru itu terlihat cantik dan muda. Dia pikir gadis itu merupakan kekasih dari mantan suaminya, ternyata bukan.

Ditempat lain. Angga menatap dengan malas teman satu kelasnya yang masih sibuk membaca berita tentang kedua orangtuanya dengan lantang. Pria dengan mata sipit tertawa terbahak-bahak saat membaca salah satu akun gosip yang memposting tentang alasan perceraian kedua orangtuanya.

"Nyokap lo selingkuh sama pengusaha? Matre juga, udah tua masih mikirin uang," kata pria berkulit cokelat.

"Wajar lah anjir kalau matre, yang gak habis pikir udah tua masih mikirin, you know lah."

Alvaro dan Bastian, pria yang sejak tadi mengobrol tertawa terbahak-bahak. Angga menatap keduanya dengan tangan mengepal. Dia tahu kemana arah pembicaraan itu. Dia sering mendengar bisik-bisik teman-temannya tentang mamanya yang tidak puas dengan Lendra oleh karena itu mamanya mencari pria lain.

"Diem kalian berdua, sebelum kursi ini melayang ke muka kalian!" seru Angga.

Alvaro dan Bastian saling tatap tapi kemudian tertawa kembali. Keduanya seolah tidak peduli dengan kemarahan Angga. Keduanya kembali mengatakan sesuatu yang tidak pantas tentang wanita yang melahirkan Angga.

"Kaya jalang anjir cara pakaiannya," bisik Alvaro.

"Mungkin sebelum ini pernah selingkuh, tapi gak ketahuan," celetuk Bastian.

Keduanya memperbesar foto penyanyi tersebut dan seorang pria yang diyakini oleh netizen sebagai selingkuhan wanita itu. Dalam foto itu wanita itu dan selingkuhannya mengenakan baju renang. Setelah perselingkuhannya diketahui oleh publik. Semua bukti foto perselingkuhan wanita itu bermunculan.

Entah darimana, tiba-tiba saja banyak foto yang tidak pernah terekspos ke publik bermunculan. Membuat publik semakin fokus dengan kasus penyanyi papan atas tersebut.

"Lihat geh si joninya gede, wajar cewek ini mau," kekeh Alvaro.

"Kurang belaian, kaya pelacur."

BRAKK!!

Angga menerjang Bastian. Dia memukul wajah Bastian dengan membabi buta. Telinganya panas mendengar panggilan-panggilan Bastian untuk mamanya. Alvaro berusaha menahan Angga tapi sayang Angga justru balik menonjok wajahnya.

Bastian berlari keluar saat Angga fokus memukul Alvaro. Tidak seperti Bastian yang pasrah saat ditonjok oleh Angga, Alvaro balas menonjok Angga. Keduanya saling memberikan pukulan ke wajah mereka hingga suara ramai dan teriakan menggunakan toa membuat keduanya menghentikan perkelahian mereka.

"Angga Alvaro!! Ikut saya ke kantor sekarang!!"

"Mampus!" celetuk Bastian.

"Kamu juga ke kantor, Bastian!"

Angga berjalan dengan wajah datar. Dia tidak peduli dengan banyaknya siswa yang memperhatikannya. Wajahnya yang terdapat memar tidak membuat ketampanannya berkurang. Bahkan masih ada yang mengagumi ketampanan Angga di saat wajahnya penuh dengan keringat dan luka-luka.

Ketiganya duduk di ruang BK. Berbeda dengan Bastian dan Alvaro yang meringis kesakitan. Angga tetap datar, menatap dengan datar guru BK. Angga tidak peduli jika orangtuanya dipanggil untuk datang ke sekolah.

Ini sudah kedua kalinya Angga bertengkar. Dua hari yang lalu gurunya memberikan peringatan kepada Angga untuk tidak bertengkar. Karena jika bertengkar lagi, pihak sekolah akan menghubungi kedua orangtuanya.

"Angga kenapa lagi?" tanya Sintia, guru BK yang terlihat masih muda diumurnya yang sudah menginjak kepala empat.

Angga hanya diam. Menurutnya dia tidak perlu menjawab karena seperti apa yang dia katakan dua hari yang lalu, dia akan menonjok jika teman-temannya menganggunya dengan permasalahan kedua orangtuanya.

Sintia menghembuskan nafasnya. "Alvaro dan Bastian minta maaf kepada Angga."

Ketiganya saling bersalaman. Alvaro dan Bastian sering kali masuk ke dalam ruang BK. Permasalahannya sama, mereka berdua mencari gara-gara kepada temannya. Keduanya tidak pernah diam jika ada sesuatu kepada teman mereka. Rasanya ada yang kurang saat keduanya tidak mengejek teman mereka.

"Alvaro, Bastian ingat apa yang dikatakan kedua orangtua kalian. Mereka akan menyuruh kalian memacul sawah jika kalian masih sering bertengkar."

Keduanya hanya mengangguk. Sintia menyuruh Bastian dan Alvaro untuk keluar lebih dulu. Meninggalkan Angga.

"Ibu akan memanggil orangtua kamu jika kamu kembali memukul temanmu Angga."

Angga menghembuskan nafasnya. "Kalau Ibu mau panggil orangtua saya, panggil papa saya saja."

Setelah mengatakan itu, Angga pergi meninggalkan ruang BK. Sintia menatap kepergian Angga dengan kasihan. Anak itu berubah semenjak masalah kedua orangtuanya tercium publik. Angga si pendiam tidak ada. Dia berubah menjadi Angga si pemarah.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status