Marni sudah mulai merasa tubuhnya lebih enak dan tidak sesakit kemarin. Lebam membiru masih ada namun tak nyeri jika ditekan.
"Kayaknya Aku balik Jualan Jamu lagi aja deh. Masa cuma karena kejadian kemaren jadi kapok. Padahal langganan yang lain masih banyak. Anggap aja kemarin lagi apes. Kan kata orang hari apes emang ga ada di kalender." Marni menunaikan shalat subuh kemudian mandi. Rencananya Marni hari ini akan ke pasar membeli perabot seperti botol-botol untuk membuat Jamu, Bakul, Ember dan bahan-bahan membuat Jamu. "Gusti, dosa apa Marni sampe boncos begini. Kayak baru mulai dagang beli perobot, botol-botol sampe ember buat cuci gelas rusak, ambyar gara-gara duo kunti." Mau diikhlasin tapi ya nyesek pas membayar perabotan Jamu yang baru saja Marni beli. "Mar, itu beli botol-botol jamu lagi memang Kamu mau buka cabang?" Marni tak sengaja bertemu sesama pedangan jamu yang memang sama-sama langganan di toko itu. "Wes toh, jangan banyak tanya." Marni sebenarnya tak suka dengan si Inem, sesama penjual Jamu yang hatinya ga baik. Lambenya Masha Allah kalo nyeritain orang sambil bakulan Jamu. Meski Marni penjual jamu keliling, Marni tak pernah bergosip atau menyebarkan gosip pelanggannya, berbeda dengan si Inem yang setiap ada pembeli langsung deh bonusnya gosipan dari mulut ke mulut. Si Inem memperhatikan barang belanjaan Marni. Matanya menelisik, bagai polisi yang sedang mem-BAP tersangka. "Kamu ga kena razia satpol kan terus bakulan Jamumu di gondol petugas?" "Emang situ, bakulan nyambi yang lain! Ups!" Marni sebetulnya sedikit mendengar kalo si Inem rekan sesama penjual Jamu ini memiliki pekerjaan sampingan. Ya tahu sendiri lah, tanpa harus Marni beberkan. Toh Marni ga mau ambil pusing. Yang penting dirinya tak seperti itu. Selama ini Marni murni menjual Jamu. Tak ambil sampingan jadi L****e. Tapi memang naas, "Yang L****e sopo yang di purag sopo, nasib-nasib." Gerutu Marni setelah si Inem Pamit duluan katanya orderan jadi lagi banyak. Si Inem emang selalu kalah telak kalau sudah ada yang nyinggung soal kerja sampingannya, dan jurus terjitu Si Inem seperti tadi langsung pamit undur diri. Marni tentu saja singgah ke lapak Bude Sri. Dan tentu saja Bude Sri menyambut dengan senyum merekah sambil melayani beberapa pembeli. Marni membiarkan Bude Sri melayani pembelinya dulu. Banyak hal yang Marni ingin ceritakan. Marni tidak punya siapa-siap. Mengadu kepada yang Maha Kuasa ya sudah. Tapi sebagai manusia Marni butuh tempat menceritakan keluh kesahnya agar mendapat solusi dan sudut pandang lain. Bude Sri bisa melihat sepertinya ada tang ingin Marni sampaikan kepadanya. Sudah lama Bude Sri mengenal Marni apalagi semenjak kepergian Si Mbah, Bude Sri berusaha menjadi tempat Marni bercerita. "Ndok, habis belanja?" Bude Sri melihat beberapa kantong kresek hitam besar dan bakul Jamu baru sekaligus botol-botol Jamu. Marni menyandarkan tubuhnya didinding yang sudah usang. Maklum saja lapak jualan Bude Sri juga sudah lama. Mau renovasi ya mana ada uangnya. Lebih baik untuk modal muterin dagangan. "Ndok," Bude Sri kembali memanggil, pertanyaannya belum dijawab oleh Marni yang terlihat sedang menerawang. Melihat Marni sedang melamun Bude Sri menepuk pelan bahu Marni, "Ono opo toh Ndok, cerita sama Bude." Marni tak kuasa menahan airmatanya. Bude Sri tak mau orang memperhatikan, ia menuntun Marni agar lebih masuk ke dalam lapak jualan agar tidak mencolok perhatian. Marni menceritakan semua yang kemarin ia alami kepada Bude Sri. Marni juga menunjukkan lebam birunya yang ada di balik kaos dan lengan yang tertutup kaos lengan panjang. Berulang kali Bude Sri dibuat nyebut, tak habis pikir bisa-bisanya Mereka Main Hakim Sendiri dan membuat Marni mengalami kerugian yang tak sedikit, baik materi maupun moril. "Marni ga sungguh ga pernah begitu. Ga pernah Marni bahkan berniatpun menggoda Suami orang. Tapi tanpa tanya dulu Mereka malah Main Hakim Sendiri. Sakit Bude." Bude Sri membawa Marni ke dalam pelukannya. "Ndok, sabar. Mereka memang keterlaluan. Wes ga usah ditangisi lagi. Capek ati, nelongso meneh. Wes, sini lihat Bude." Marni menarik diri dari pelukan Bude Sri. "Maaf Bude, Marni ga tahu lagi mesti cerita kesiapa. Cuma Bude yang Marni percaya." "Iya. Bude percaya sama Kamu. Putune Si Mbah ga mungkin ngelakuin yang Mereka tuduhkan. Lah wong lanange yang amburadul kok yo Kamu jadi sasaran. Kebangeten! Dah sekarang rencana Kamu mau gimana? Mau jualan Jamu lagi?" "Iya Mbok. Sayang pelanggan Marni banyak. Makanya Marni belanja lagi, tuh Mbok kayak mau mulai baru aja ya. Semua serba baru." Marni menunjuk kantong keresek besar berisi perabotan Jamu. Bude Sri menatap Iba. Ia tahu bagaimana Marni menghemat. Tentu saja melihat semua perabotan Jamu dibeli baru tentu merogoh kocek Marni tak sedikit. "Ndok, Kamu beli semua ini pakai uang simpenanmu? Terus buat bayar sewa bulan depan ada?" "Ada Bude. Tapi," Marni ragu mengatakan bahwa untuk hari-harinya yang ga ada. Marni mengandalkan hasil jualan jamu jika Ia mulai berjualan lagi. "Ndok, Bude sebetulnya mau nawarin Kamu. Jadi lapak Bude yang disewa orang itu sekarang kosong. Yang sewa ga ngelanjutin lagi sewanya soalnya balik Kampung mau tani katanya. Kalo Kamu mau Bude maunya Kamu nempati disana. Bude ga mungut sewa. Yang penting asal dirawat saja dan paling disana ada token Listrik. Kamu bisa juga tinggal disitu sekalian bisa jualan Jamu." Marni menatap wajah keriput yang terlihat lelah berjualan demi sesuap nasi meski saat ini tersenyum menawarkan secercah harapan. "Bude, serius?" Marni masih tak percaya dengan apa yang Ia dengar. "Loh, tak pikir Bude bercanda? Bude serius. Kamu mau?" "Aku ga enak merepotkan Bude." "Ga ngerepotin Ndok. Kalau mau, Kamu bisa beresin aja. Langsung tinggal disitu juga gapapa. Ada kamar buat tidur. Sama seperti lapak ini. Wong sederetan. Beda cuma lima lapak dari sini." Bude Sri mengajak Marni keluar lapak dan menunjukkan lapak yang ia maksudkan. Sejenak Marni berpikir. Toh kejadian kemarin membuktikan tetangganya tak ada yang membantu, hanya menonton saja saat ia dikeroyok oleh Sumi dan Ijah. "Tapi Marni janji Bude kalau Marni sudah bisa kumpulin uang dari jualan Jamu, Marni mau bayar sewa ke Bude." "Ga usah dipikirin Mar. Yang penting Kamu bisa jualan. Bude juga seneng ada yang nemenin. Ga jauh bisa saling ngawasi." "Makasi ya Bude. Maaf Marni jadi ngerepotin Bude." "Sama-sama. Kalo memang Kamu mau langsung pindahan juga gapapa. Ini kuncinya. Tapi jangan lupa pamitan sama yang nyewain rumah Kamu dan tetangga kiri kanan. Walau bagaimanapun, Kamu yang waras lebih baik punya sopan santun. Dan Bude harap rezekimu tambah lancar di lapak sekarang." "Sekali lagi Marni Makasi Banyak Bude. Ya Allah Si Mbah seneng banget kalo lihat Marni sekarang deketan sama Bude Sri." "Ya sama-sama Ndok.""Kalian pergi saja. Bude gapapa di rumah. Lagian ada Ratmi sama Juminten yang sebentar lagi sampai.""Bude makasi ya, habis Leha bosen di rumah. Jadi suntuk bawaannye kepikiran mulu. Mumet kepala.""Yo masih muda ora popo sesekali memanjakan diri ke salon. Kamu juga sesekali nyalon ya gapapa Ndok. Wes sana ikut sama Leha, temenin nanti ilang repot Babehnya nyari kemana.""Emang Leha anak piyik pake ilang Bude. Yuk Mar, tuh Bude udah ngijinin. Lu mikir apaan lagi sih, Gua bayarin. Udah ikut aje yuk!""Sana," Bude Sri meminta Marni menemani Mpok Leha yang siang ini mengajak ke salon memanjakan diri sekaligus mau potong rambut katanya buang sial.Akhirnya Marni menuruti ajakan Mpok Leha, "Saya ganti baju dulu Mpok, gak enak ini habis masak pasti bau keringet.""Iye. Tapi gak usah mandi, ntar aje Kita luluran di salon mandi nye sekalian disono.""Ndok, Pergi sudah pamit Babeh belum, takutnya nyari. Maklum orang tua." Bude Sri membawa Mpok Leha duduk sambil menunggu Marni ganti baju."Udah
Marni menyesal akhirnya ikut dalam mobil Juragan Basir. Sepanjang jalan ditengah hujan lebat dan begitu deras ada saja kesempatan Juragan Basir untuk bisa mendekati Marni."Ngak lagi-lagi ikut mobil Si Tua Keladi! Gak sadar diri! Bojo udah tiga malah ada tang lagi meteng yo mau jadikan Aku yang keempat! Edan!" Batin Marni."Abang sih masih nunggu loh, kali aja Neng Marni mau mikir lagi, Abang sih oke oke aja. Tapi jangan kelamaan Neng, digantung gak enak." Sungguh rasanya mau muntah saja melihat ekspresi genit tatapan Juragan Basir yang bagai singa lapar."Maaf Juragan, sebaiknya Juragan cari Perempuan lain saja. Saya gak berniat merubah keputusan Saya."Juragan Basir membolakan matanya, baru kali ini ada Perempuan menolaknya secara terang-terangan."Terima kasih banyak Juragan, maaf mobilnya jadi basah." Marni segera turun begitu sudah sampai di dekat rumahnya dan saat bunyi pintu mobil terbuka.Marni buru-buru menurunkan belanjaannya, meski masih keki dengan penolakan Marni Juragan
Juminten dan Ratmi secara bersamaan tiba di rumah Bude Sri dan Marni dengan tubuh terpapar air hujan."Jum, Mi, Kalian opo ndak pake payung? Itu basah-basahan. Masuk angin. Bentar," Bude Sri masuk ke dalam kamarnya membawa dua handuk bersih dan daster untuk keduanya."Salin dulu. Baru sana di kamar Bude.""Enakan Bude. Dasternya adem. Mana bahannya jatuh begini. Beli dimana Bude, mana masih baru ini." Juminten malah memutar tubuhnya bagai pragawati tapi dengan daster sebagai kostumnya."Loh, Bude sendiri Marni kemana?" Kini Ratmi yang kekuar dengan daster sejenis namun berneda warna."Lah yang dipakai Ratmi bagus juga warnanya. Bahannya sama dan baru juga." Juminten masih saja ribut soal daster."Wes toh, jadi ngeributin daster. Sini duduk dulu, minum jahe hangat dulu." Bude Sri membawa keduanya duduk menikmati Jahe hangat."Ini enak banget Bude Jahe hangatnya, sopo yang buat? Marni?" Ratmi yang kedinginan kembali meneguk jahe hangat yang ia tuang dari teko berbahan tanah."Iyo,""Pa
"Ini uangnya semua seratus ribuan kompak banget? Apa udah turun THRnya?"Marni dan Bude Sri berangkat bersama menuju agen yang tak jauh dari rumah Mereka.Persediaan bahan masakan yang minyak goreng, tepung-tepungan, kerupuk dan bumbu-bumbu kering sudah habis."Ndok, sekalian beli bahan kue juga, sesekali snack takjilan Kita buatin bolu. Biar ada variasinya.""Berarti tambah terigunya sama margarinnya Bude. Kalau pasta-pasta dibeli sekalian saja Bude?""Yo ambil saja yang diperlukan untuk buat bolu. Sama plastik kecil buat bungkusnya sekalian juga. Oh ya, tissu makan juga sudah tinggal sedikit, sendok garpu masih ada setengah, mau beli boleh enggak ya masih ada.""Beli yang sekiranya butuh dulu saja Bude. Selebihnya kalau kurang gampang, Marni bisa kesini atau pesan nanti diantar.""Iyo baik kalo begitu."Marni memasukkan kebutuhan membuat kue tak lupa Marni juga memasukan beberapa toping seperti mesem, chocochip dan lainnya agak kue Mereka semakin menarik."Lah kalo ada receh yo dika
"De, tadi sore kemana toh?" Ratmi sedang mencetak nasi dan memasukkannya ke kotak nasi berkolaborasi dengan Juminten yang menata sambal goreng kentang ati plus tumis buncis putren."Oh pas buka? Aku karo Marni ke rumahnya Babeh Ali, Si Leha minta dibawakan makanan. Minta dimasakin urap sayur. Kepingin." Bude Sri duduk di meja makan sambil mengecek kelengkapan nasi kotak agar tak ada menu yang tertinggal dan memasukkan komponen terakhir pisang ambon, kerupuk udang dan air mineral."Ladalah, Jangan-Jangan ngisi yo De?" Juminten terkejut mengira Mpok Leha hamil."Wus masih pagi jangan ghibah! Nduk, pisangnya masih ada di dalam, ini tuker, kekecilan. Kasian yanh dapet takut iri ngelihat kotak nasi sebelahnya pisangnya gede!" "Bude bisa saja, Lah tahu gitu doyanan wong pisang yang gede-gede!" Juminten malah mesam mesem sendiri sambil memikirkan sesuatu tang bersifat mesum."Yo koe aja Jum yang otaknya ngeres, tak sapu nanti. Lah pisang yang diomong iki pisang buahan, Ora pisang bojomu!""
Brakkkk!Tatapan tajam dengan nafas memburu, garis wajah mengeras, rahang yang ditumbuhi jenggot yang telah memutih gemeretak menahan amarah yang telah memuncak jelas tergambar dari sorot penuh emosi yang Babeh Ali tunjukkan saat ini"Beh, Leha! Saya minta maaf, Abang minta maaf Leha, Beh, Udin minta maaf." Bang Udin baru saja datang seketika meringsut di bawah kaki Babeh Ali."Lu bawa semua barang-barang Lu! Gua gak sudi nampung gelandangan tang gak tahu diri kayak Lu!" Sekali hentak Babeh Ali melepas tangan Bang Udin yang memegangi kakinya."Leha, Leha, tunggu! Abang bisa jelasin!" Bang Udin menggapai tangan Mpok Leha besar harapan agar Istrinya mau mendengarkan kata-katanya."Abang, cukup sampe disini aje ye. Leha ikhlas Bang, Abang pergi aje ye. Nanti tunggu surat dari pengadilan." Tak lagi melihat kebelakang Mpok Leha mengikuti Babeh Ali masuk ke dalam rumah."Bang," penjaga rumah Babeh Ali menghampiri Bang Udin.Udin merasa akan di bantu namun tidak sesuai harapan, "Bang mending
"Kamu kenapa toh Ndok? Sejak tadi Bude perhatikan yo mesam-mesem gitu. Gak kesambet kan di rumah Bu RW? Maklum banyak patung tadi rupanya." Bude Sri heran melihat Marni sesekali menatap Bude Sri sambil senyum-senyum."Ndak Bude. Marni baik-baik saja. Marni ruh cuma lagi kagum saja. Keren!" Marni masih tersenyum menatap Bude Sri sambil memberikan dua jempolnya."Sopo yang keren? Lah Bude gak lihat ono lanang disini." Bude Sri celingak celinguk memperhatikan apakah ada pria yang membuat Marni senyum-senyum begitu.Keduanya masih menunggu angkot yang lewat menuju pasar untuk membeli belanjaan."Yang keren itu ada si depan Marni!""Bude?"Anggukan serta senyum manis Marni dengan semangat membenarkan."Ada-ada saja Kamu Ndok. Lah Bude pake baju lama, Dandan juga enggak, yo keren dari mana? Wes mujimu salah alamat Ndok. Bude kasih sewu mau ora?" Tawa Bude Sri balik menggoda Marni."Ih Bude, Bukan karena penampilan, tapi Bude Keren banget tadi bisa melibas makhluk-makhluk julid yanh ada di r
"Ndok, udah dikunci?" Bude Sri memastikan pintu belakang dan juga depan sebelum Mereka berangkat berbelanja kebutuhan Katering."Sampun Bude, kompor juga uwis. Sekalian mampir ke warung mau beli gas. Habis. Ada dua tabung yang kosong. Biar diantar nanti pas Kita sudah di rumah.""Iyo Ndok. Untung saja persoalan Gas yang sempat langka segera teratasi ya. Bulan Puasa yo repot kalo gas langka macam kemaren. Kalo dulu di Kampung bisa masak pakai kayu bakar. Lah disini jangankan kayu bakar, pohon aja susah. Tanah sudah gak ada. Lahan buat nanem ya seadanya."Marni tersenyum mendengarkan ceriwisnya Bude Sri yang membuatnya selalu sayang dengan perempuan yang sudah Marni anggap Ibunya sendiri."Bude, Kita naik angkot saja yo berangkatnya. Nanti pulangnya baru naek becak. Kan bawa belanja banyak.""Iyo, Wes jalan ke depan itung-itung olahraga.""Bu Sri mau kemana iki?" Sapa salah seorang tetangga."Mau belanja buat Katering. Loh, iki mau kemana toh ramean?""Itu loh Bu Sri, denger-denger Cucu
Setiap dini hari aktivitas di dapur Bude Sri sudah sibuk. Menyiapkan seratus porsi Katering orderan Mpok Leha untuk anak-anak Pabrik yang bekerja di Pabrik milik Babeh Ali.Ramadhan memang selalu mendatangkan rezeki bagi siapa saja yang mau berusaha.Tergantung bagaimana setiap individu menyikapinya.Ada yang mengisi Ramadhan dengan tidur saja seharian, ada yang memilih fokus beribadah namun tak sedikit yang mencari rezeki dengan berjualan takjil dan sebagainya.Dibalik kejadian penggusuran lahan di pasar yang hingga kini masih terkendali soal pemberian kompensasi, Bude Marni bersyukur Allah masih memberikan jalan bagi dirinya dan Marni untuk dapat menjemput rezeki dengan cara lain yakni dengan berjualan sayur dan kini saat Ramadhan tidak disangka-sangka Allah datangkan rezeki lewat order Katering sebulan full.Betapa rasa syukur yang terucap dari lisan dan hati Bude Sri atas segala kemurahan Allah kepada dirinya dan Marni untuk bisa bertahan dalam situasi apapun.Selesai menunaikan s