"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Lihat lebih banyak"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi.
"Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah. Marni menerima gelas-gelas kosong menuangkan air jahe hangat sebagai penetral pahitnya jamu yang diminum oleh pelanggannya. "Jahenya Neng banget!" Sambil mengembalikan gelas kosong pada Marni. "Kenapa Aku toh Aa?" "Manis!" Tawa genit Asep salah satu member Jamu Marni yang tak pernah absen menunggu jamu Marni. "Sa Ae Lu pinggir koreng! Modus Lu! Modal Kardus!" Bang Urip yang juga pelanggan setia Marni mengeplak kepala Asep tanpa dosa. "Jangan dengerin Mereka Dek, pokonya sama Mas Joko aja, dijamin hidup tentram." Joko memasang senyum mesum malah membuatnya diamuk kedua rekan sesama kuli bangunan, Asep dan Urip. "Pale Lu Tentram! Noh Anak Bini urusin! Duda bapuk Lu!" Tawa Urip kembali meledek Joko. Sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi Marni melihat pelanggannya saling ribut dan berdebat saat menjkmati jamu buatannya. "Atang Marni mau kemana? Buru-buru amat. Abang kan masih kangen ini!" Urip membantu Marni mengijat bakul Jamu. Tentu saja Urip dan Joko tak mau kalah bahu membahu menolong Marni yang sudah siap akan kembali keliling. "Dah Aa, Abang, Mas, dilanjut lagi kerjanya. Besok tak mampir lagi. Jangan lupa beli lagi. Sekarang Aku mau keliling lagi. Nanti keburu siang. Permisi." Marni memberikan kiss bye buat ketiga pria yang kini sudah meneteskan liurnya melihat bongkahan bumper belakang milik Marni yang bergeal-geol. "Astaga Naga! Tuh bumper pulen amat ya! Bikin pikiran Gua ngeres aje!" Bang Urip sampai ternganga seolah Marni masih ada dipelupuk matanya. "Duh Gusti, tak kelonin bawaannya kalo lihat si Marni!" Joko mengusap dadanya namun entah apa yang dibayangkan hingga juniornya ikut upacara. "Rip! Ko! Lah Marninya udah ga ada! Da Kalian kenapa atuh masih mandangin jalan. Mana Lu Ko, itu Otong diamanin! Baperan amat! Gitu aja bangun!" Urip melirik kearah celana Joko yang memang sudah menonjol, "Buseng dah Ko! Lu Engas banget jadi laki! Ngeri dah!" "Loh! Ya Aku kok ditinggalin! Gawat ini! Telat bisa dipecat sama mandor!" Joko berlari menyusul kedua rekan sesama kuli kembali ke protek tempat Mereka mengaus rezeki. Sementara Marni melanjutkan keliling Kampung menjajakan Jamunya. Meski tak sedikit kaum hawa berlabel Ibu-Ibu memicingkan mata. Menatap waspada karena takut Suami-Suami Mereka malah melirik Marni, Si Penjual Jamu yang seksi dan bahenol. "Jamu, Jamu! Jamune Mas, Mbakyu! Jamu kuat! Jamu rapet! Jamu Galian Singset! Pokoke segala Jamu ada di Marni!" Marni mengusap keringat yang mengucur di dahinya. "Marni! Jamu!" "Siap Bue cantik!" Seorang wanita memanggil Marni. Tentu saja senyuman Marni merekah. Cuan datang senyumpun mengembang. "Mar ada Jamu apa?" Si Wanita melirik pada vakul jamu Marni yang berisi banyak botol-botol dengan beragam warna. "Yo macem-macem Mbakyu yang cantik. Mvakyunya mau jamu opo toh? Ada Jamu Galian Putri. Jamu Galian Singset, Jamu Sari Rapet, atau ini rahasia tapi wes tak kasih bocoran buat si Mbaknya, Ramuan Madura Asli, bikin rapet, keset dan greget!" Kalimat terakhir Marni bisikan meski terdengar juga. "Serius itu Mar. Khasiatnya Oke ga!" Penasaran dong si Wanita dibuat oleh Marni. "Ck, dijamin, manuk'e si Mas kalo masuk bisa kelojotan kalo Mbakyunya habis minim ini." Setelah membisikan kata-kata fantastis Marni mengedipkan mata pada si pelanggan. "Boleh deh. Cuba satu!" "Siap! Tak racikin dulu. Mbaknya sabar ya." Marni dengan piawai meracikan Jamu pelanggan sang Pelanggan. "langsung diminum selagi anget. Wes tunggu 1 jam kalo mau tempur. Kalau mau malem juga masih ada khasiatnya." Tanpa ragu sang pelanggan meneguk Jamu racikan Marni dengan perasaan dag dig dug. "Eee! Pahit Mar!" Ekspresi mencebik setelah menuntaskan segelas Jamu Pamungkas yang diberikan Marni. "Ini, minum dulu. Biar pahitnya ilang." Marni menuangkan air jahe kegelas dan langsung ditenggak hingga tandas oleh sang pelanggan. "Tambah lagi Mbakyu?" "Cukup Mar. Bisa kembung Saya." "Pokoknya. Nanti malam si Mas bakal nambah-nambah. Percaya deh sama Marni." "Bener ya!" "Dijamin!" "Berapa Mar?" "Khusus yang tadi karena Ramuan Khusus jadi sepuluh ribu saja Mbakyu." "Dua kali lipet ya Mar dari Jamu biasa." "Ya kan itu khasiatnya super Mbakyu. Rapopo toh, mahal sedikit tapi dijamin sesuk pasti bakal nyariin Marni." "Loh kok malah nyariin Kamu?" "Maksud Marni nyariin buat beli Jamu lagi toh!" "Kirain! Awas aja kalo Lu berani ngembat laki Gw!" "Wah, Mbakyu jangan kuatir, Marni begini-begini ga nafsu sama laki orang! Tapi kalo Lakinya yang nyosor ya jangan salahin Marni toh!" "Dah sana Mar, keliling lagi!" "Lah ini juga mau keliling. Makasi Mbakyu, semoga langganan terus yo!" Marni tak ambil pusing dengan semua ucapan apapun yang diucapkan para pelanggannya. Bagi Marni selama Jamu jualannya laris manis, pulang botol kosong bawa duit banyak sudah bikin Marni bahagia. Walaupun tak sedikit cemoohan dan stigma negatif yang disudutkan kepadanya. Tapi Marni tetap cuek saja. Karena baginya yang penting jamunya laris dan cuan. Di otak Marni hanya ada Cuan, Cuan dan Cuan. "Alhamdulillah. Laris manis tanjung kimpul. Jamune laris, duite kumpul! Ah senengnya Aku. Wes pulang sekalian belanja bahan bikin Jamu." Marni yang duduk dibawah pohon sambil membuat air bilasan gelas yang sudah bersih. Botol-botol kosong yang ada dalam bakul gendongan kembali ringan tak seberat saat baru keluar karena penuh terisi Jamu. Berganti dompet kain batik milik Marni yang kini penuh hasil berjualan Jamunya dari pagi hingga tengah hari. "Alhamdulillah. Setiap hari begini. Tapi kok yo Marni ga kaya-kaya ya. Lah mau beli motor second aja belum keturutan." "Wes lah. Sing penting buat bayar kontrakan ada, makan yang lumayanlah walau ikan asin lagi-ikan asin lagi. Cuma ini kenapa Tabung Gas Melon pake acara langka. Marni bingung gimana kalo susah beli Gas nanti godog Jamunya mesti cari Kayu bakar." "Lagi Pemerintah yo Ada aja, tabung Gas Melon pake acara distop. Yo Marni mana mampu beli yang tabung gede. Apalagi yang warna pink. Muahal! Nanti kalo Jamunya naik ya langganan Marni kabur! Mestinya Bapak Presiden ngundang Marni biar denger keluhan penjual Jamu kayak Marni."Suara salam yang terdengar dari luar rumah segera dibalas oleh Bide Sri manakala melihat Marni dan Mpok Leha yang datang dengan wajah tersenyum."Kalian kok yo datengnya telat, Bude udah tunggu dari tadi. Lah kenala berdua saja? Mana lainnya? Bude sudah masak banyak.""Bude, tenang! Nanti Bang Jupri, Ian sama Babeh nyusul, lagi ada urusan bentar.""Iyo Bude, lah gak sabar bener, udah kangen kali nih sama Babeh Ali yo?""Wes Kalian berdua langsung makan saja, opo mau nunggu yang lain?""Lah itu! Pas berarti!" Mendengar suara salam diluar kembali Marni dan Mpok Leha membukakan pintu rupanya Babeh Ali, Mandor Jupri dan Ian yang datang."Silahkan, mau duduk dimana?" Bude Sri mempersilahkan tamu-tamunya yang baru saja datang duduk dulu."Bude, makannya di ruang tamu saja ya, lesehan gelaran diatas daun pisang, biar seru?" Mpok Leha usul, melihat lembaran daun pisang segar rasanya jiwa ngebotram terpanggil apalagi menu hari ini sangat cocok dimakan modelan begitu."Asik tuh! Sini Babeh bant
Marni berjalan dengan langkah cepat sambil menggendong bakul jamu miliknya, menuju pintu gerbang Pabrik."Bukannya itu Si Buldozer, Kok akrab banget sama Kakek Sol Sepatu.""Kek, sudah lama sampai?" Meski melihat Ian ada disana tak ada niat Marni menyapa Ian.Ian pun tak masalah, bagi Ian untung saja Ia sudah melihat kedatangan Marni dari jauh dan segera memberi kode pada Opa Arman agar menjaga jarak."Iya Nak Marni, ini mau menyerahkan sepatu dan sandal yang sudah selesai di sol." Kakek Sol Sepatu sambil menunjuk tumpukkan sepatu dan sandal yang sudah kembali rapi."Wah jadi kelihatan baru lagi sepatu dan sandalnya. Dijamin kuat ini.""Alhamdulillah semoga semuanya puas dengan hasil sol nya.""Kakek, ini Marni ada sesuatu untuk Kakek, mohon diterima.""Wah Kamu repot-repot segala Nak Marni, ini," Kakek Sol Sepatu melihat isi pemberian Marni, sebuah sarung baru."Terima kasih banyak Nak, semoga Allah berikan Kamu sehat dan banyak rezeki, berkah usiamu ya Nak.""Aamiin. Makasi doanya K
"Ndok, Kamu bawa sarung buat siapa?" Bude Sri memperhatikan Marni memasukan sarung baru ke dalam goody bag kemudian menyimpannya di sela antara botol-botol jamu."Marni mau kasihkan Kakek Sol Sepatu Bude. Memang sudah niat, cuma kemaren baru ketemu, nanti Kakeknya bakal ada di depan Pabrik antar sepatu dan sandal yang sudah selesai di sol." Marni menjelaskan."Ndok, nanti kalau ketemu sam Leha bilang, Bude hari ini masak urapan. Waktu itu bilang ke Bude kalau bikin urapan ngomong, ajak sekalian aja makan disini. Ramean juga boleh. Bude bikin banyak.""Ajak Babeh Ali boleh?""Siapa aja! Nguyu saja Kamu sama Bude! Nak Ian juga ajak kesini Bude malah senang hati!""Walah sudah bisa bales nih ceritanya!""Loh, Bude serius, Mandor Jupri, Nak Ian sopo meneh sing mau makan siang pake urapan yo ajak saja. Bude masak banyak lagi kepingin makan barengan. Si Jum sama Si Ratmi juga bilang siang ini mau kesini.""Walah iki makan besar toh Bude. Gak bilang dari kemaren Bude. Mendadak opo gimana?""
"Opa kenapa mesti nyuruh driver jemput Bian. Kalau ketahuan bagaimana." Bian yang masuk ruang kerja Opa Arman langsung protes saat melihat Opa Arman malah tersenyum."Kamu juga tadi sengaja kan gak keluar Pabrik, takut ketemu Opa?""Opa tahu, kenapa malah ngeyel!" Bian menjatuhkan bobot tubuhnya disofa.Opa Arman mengikuti duduk dihadapan Bian yang terlihat masih lelah."Capek? Kalah sama Opa yang habis ngesol banyak sepatu!" Opa Arman menyilangkan tangannya."Memang Bian tak tahu semua sepatu dan sandal yang Opa bawa Opa serahkan ke Tukang Sol Asli?"Opa Arman tertawa, "Ya Opa kan juga capek kalau ngerjain semua sendiri.""Makanya jangan gaya-gayaan jadi Tukang Sol Gadungan!""Opa sebenarnya manggil Bian ada apa sih? Kangen? Baru kemaren Kita ketemu masa sudah kangen!" Tampang jumawa Bian berbanding terbalik dengan raut Opa Arman yang berubah kembali teringat akan seseorang."Bian Kamu kenal dengan orang ini?" Opa Arman menyerahkan tangkapan layar yang berhasil Ia lakukan melalui kac
"Opa telepon? Pasti kewalahan ini gara-gara banyak yang sol sepatu." Bian dengan senyum merekah menerima panggilan telepon dari Opa Arman."Assalamualaikum Opa.""Waalaikumsalam. Bian, Kamu jam berapa selesai?""Nanti jam 5 sore Opa. Opa mau minta bantuin apa nih?""Hari ini Kamu pulang ya. Ada yang mau Opa bicarakan.""Ok Opa, nanti Bian pulang.""Ya sudah, Opa matikan ya. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Bian mengernyitkan dahinya, tak menyangka bukan seperti dugaannya, tapi ada apa dengan Opa."Kok kayaknya serius banget ya Opa, ada apa sih?"Pikiran Bian terpecah saat dipanggil oleh rekan sesama Buruh Pabrik dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Sementara Dua Perempuan yang sudah kenyang menikmati semangkok Bakso, kini perut terasa begah, rupanya bakso beranak sukses membuat keduanya melambaikan tangan."Mpok, kayaknya sampai malam Marni gak makan, kenyang banget!""Iye Mar, Gua kebawa nafsu apalagi pedes enak dimakannya jadi lupa diri tahu-tahu begah!""Habis ini Lu mau kemana
"Cie yang nyamperin Ayangnya kerja. Sudah kangen lagi Mpok?" Tentu saja Marni tak membuang kesempatan menggoda saat Mpok Leha datang."Apaan sih. Gua tadi ke rumah Bude, mau ketemu Lu Mar, tapi Bude bilang Lu udah keliking, eh tahunya ada disini, kangen Lu sama Ian sampe keliling muter kesini?" Satu sama dong, diledek bales ngeledek."Loh ini lagi pada ngapain?" Mpok Leha heran karena ada Tukang Sol Sepatu diantara Mereka."Oh iya Mpok, Kalau Mpok mau sol sepatu atau sendal sama Kakeknya saja. Kek ini Mpok Leha, anak Babeh Ali yang punya Pabrik ini."Mpok Leha meraih tangan si Kakek menyalaminya."Yah, tahu gitu Gua bawa sendal lebaran Gua kemaren putus, dipake habis ngider-ngider.""Besok Kakek kesini lagi, sekalian mau antar sepatu dan sendal yang udah selesai disol.""Ya udah Kek, besok Leha kesini pagi deh, Leha mau bawa sepatu sama sendal Leha, eh punya Babeh juga perasaan ada beberapa deh yang putus. Kakek beneran kesini besok?""Iya, Insha Allah.""Loh, Abang juga ngesol?""Ala
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen