"Jadi Kamu mau pindah bukan karena kejadian kemaren Mar?" Si Pemilik Kontrakan petakan yang selama ini Marni sewa memastikan bahwa kepindahan Marni bukan karena kejadian dilabrak oleh Istri dan Adik Joko.
"Bukan Bu. Saya mau jualan dipasar. Jadi biar sekalian tinggal disana." Marni sebetulnya malas menjelaskan. Toh apapun yang Marni katakan seperti angin lalu. Warga sekitar petakan tempat Marni tinggal sudah terlanjur memiliki stigma negatif sebab kejadian kemarin. "Ya sudah kalau begitu. Sudah Kamu rapikan lagi kan? Saya ga mau loh banyak sampah dan kotor. Soalnya sering banget yang ngontrak kalo pindah ninggalin sampah dan barang-barang rongsokan. Saya juga yang capek bersihinnya. Mana pada nunggak!" "Ibu bisa cek sendiri. Kalau memang masih ada sampah tinggal kasih tahu Saya. Saya yang buang." Marni menyerahkan kunci rumah dan kartu token listrik kepada sang Pemilik. "Oh ya, itu tokennya ga bunyi kan Kamu tinggalin?" "Enggak Bu. Malah baru Saya isi dua hari lalu. Saya juga ga nunggak kan?" Marni geram kenapa sejak tadi seperti sedang di BAP oleh Polisi padahal semua kewajiban sudah Marni lakukan. Bahkan kepindahan Marni tidak membuat rugi sang Pemilik yang seminggu lalu baru menerima uang sewa dari Marni. "Ya sudah. Semoga Kamu betah ya ditempat baru. Jangan bikin geger lagi disana. Ga enak, masa baru pindah udah dilabrak Istri orang lagi." Kembali Marni disindir dengan kalimat sarkas yang Marni sendiri sudah masa bodo. Marni memilih segera pamit. Begitupun dengan tetangga kanan kirinya di rumah petakan. "Kamu masih keliling jualan Jamu kan Mar?" Salah satu tetangga rumah petakan yang Marni tempati bertanya. "Belum tahu, lihat nanti saja." Marni malas menceritakan detailnya lebih baik Mereka tahu saat sudah melihat langsung saja. "Jangan bikin rusuh Mar ditempat baru." Marni memilih mengabaikan saja, barang-barang yang Marni bawa tak banyak. Marni memilih pindahan dengan becak yang ia sewa. Meski diiringi tatapan sinis dan menelisik dari mantan tetangganya, Marni tetap menganggukan kepala dan tersenyum saaf melewati Mereka. "Udah ketahuan malu dia! Makanya pindah!" "Tapi kemaren bukan begitu ah, Lakiannya korban judol!" "Mana ada maling ngaku! Kalo ada ya penjara penuh! Sama aja, Mana ada pelakor ngaku." Marni masih mampu mendengar tudingan miring soal dirinya. "Sabar Mar! Anggap saja sedang transfer pahala!" Marni menentramkan hatinya sambil menatap jalan dari atas becak yang ia naiki. Senyum Bude Sri menyambut kedatangan Marni yang baru saja turun dari becak. "Barang-barangmu sudah semua Ndok dibawa? Disana sudah pamit kan? Tadi Bude minta orang pasangin bohlam. Soalnya bohlamnya pada mati." Jika tadi Marni dibuat jengkel dengan ucapan dan perlakuan manusia, kini Marni dibuat terharu akan kebaikan Bude Sri. "Marni ngerepotin Bude terus. Makasi Bude. Udah kasih Marni tempat tinggal sekaligus lapak jualan." "Wes toh. Mau berapa kali lagi Kamu makasi terus ke Bude. Yuk mending sekarang Bude bantu Kamu beres-beres barang ya." Marni dengan rasa syukur yang tiada terkira dan menatap wanita paruh baya yang bukan siapa-siapa namun berhati malaikat. "Kenapa? Kok ngeliatin Bude segitunya?" Marni menggeleng, "Marni lagi ngeliatin bidadari." Senyum Marni pada Bude Sri. "La dalah, dimana? Lah Bude ga lihat?" Bude Sri celingak celinguk mencari apakah Marni sedang bercanda atau kenyataan. "Ini bidadarinya." Marni mengambil kedua tangan Bude Sri dan menciumnya. Hangat terasa menjalar direlung hati Bude Sri. Ia yang seumur hidup tak punya keturunan, merasakan juga perasaan memiliki anak wedok yang baik seperti Marni. "Walah, moso bidadari keriput. Mana bau asem begini. Ada-ada saja Kamu Ndok." "Buat Marni, Bude seperti bidadari. Disaat Marni ga punya siapa-siapa Bude mengangkat Marni dan kini memberikan Marni tempat tinggal yang layak. Marni ga tahu harus dengan apa membalas kebaikan Bude." Kali ini airmata Marni kembali bercucuran. "Ndok, ini pertolongan dari Gusti Allah. Bude hanya sebagai perantara saja. Wes toh, ini ga selesai nanti. Ayuk beres-beres. Habis itu madang ditempat Bude. Tadi ada yang bawain Bude Jangan Melinjo. Kita makan sama-sama yo." "Mbah, disaat Marni kesusahan ada Bude Sri teman Mbah yang membantu Marni selalu ingat jasa-jasa Bude Sri ya Mbah." Batin Marni. "Makan yang banyak Ndok. Ini Telur Dadarnya ditambah. Biar kuat menghadapi hidup. Wes jangan sedih-sedih lagi. Kamu mau mulai jualan kapan Ndok?" "Hari ini Marni mau buat Jamu, biar besok mau coba buka. Disini mulai rame jam berapa Bude orang kepasar?" "Ya pasar ngak ada tutupnya Ndok. Tapi saran Bude Kamu buka saja pagi, kalau pagi kan pembeli banyak dan aman juga. Kalau malam riskan. Apalagi Kamu perempuan." "Benar juga ya Bude. Besok Marni buka sebelum jam 6 bagaimana?" "Bagus itu sama seperti Bude. Bude pulang Masjid baru buka lapak. Kalo memang mau mulai besok. Ambil bahan-bahan yang Kamu perlu toh. Sekarang enak kurang sedikit deket." "Iya Nduk. Nanti kalau laris Bude minta pajak deh!" Canda Bude Sri saat melihat Marni kembali terharu dengan sudut matanya mulai menganak sungai. "Sipp!" Marni memberikan kedua jempolnya sambil tertawa. "Bude, siapa nih! Boleh kenalanlah!" Seorang Pemuda bisa dibilang keamanan pasar menyapa dengan genit saat melihat Marni keluar bersama Bude Sri dari lapak Bude Sri. "Ini keponakan Bude. Awas yo macem-macem tak beri!" Bude Sri mengepalkan tangannya kearah keamanan pasar. "Duh elah si Bude. Kenalinlah punya keponakan cakep begini. Sapa namanya Neng? Abang Udin. Panggil aja Bang Udin. Neng sapa namanya?" "Wes, nanti juga kenal sendiri. Wes Ndok Kamu balik saja ke lapakmu. Mending siap-siap bikin dagangan." "Jadi si Neng cantik dagang disini juga? Kalo gitu kudu lapor sama Abang Neng. Biar Abang jagain dari preman-preman pasar." "Kamu ga takut sama Bojomu toh Din. Tak bilangin ke Leha Kamu ganjen ke ponakanku." "De ilah si Bude. Kenalan doang. Kan biar enak nagih duit keamanannya. Biar dicatet begitu. Begono Neng!" "Wes Mar, sana jangan ladenin so Udin. Din Kamu mending pergi sana. Katanya mau nagih yang lain. Nih buat hari ini dua ya, lapak Bude sama Marni." "Oh jadi Neng cantik namanya Marni. Ok deh! Neng Marni besok Abang Udin dateng lagi ya. Babay!" "Jangan diladenin ya Ndok. Si Udin emang begitu orangnya. Istrinya Si Leha juga dagang di pasar ini. Tapi si Imas udah tahu kalo Suaminya genit. Jadi Kamu ga usah takut kejadian kemaren bakal keulang." "Iya Bude. Kalo begitu Marni ke lapak dulu ya. Biar sekalian beres-beres lagi dan mau langsung buat dagangan untuk besok." "Iya Ndok. Semoga tempat baru, lancar dan banyak rezeki ya buat Kamu." "Aamiin.""Alhamdulillah." Rasa syukur tak bisa tertahan keluar dengan lancar dari hati sanubari Mpok Leha."Nah, laen kali jangan ngaco ngide diet gak sehat begitu. Kalo emang Lu mau punya badan bagus, Lu kudu mesto rajin olahraga sama jaga makan Leha, denger?" Babeh Ali dalam mode Bapak-Bapak layaknya seperti Bapak lain kalau sudah menyangkut kesehatan dan keselamatan anaknya terlebih anak Perempuan satu-satunya jangan ditanya bawelnya melebihi Emak-Emak Komplek."Iye Beh Masha Allah punya Babeh satu model begini amat. Padahal Ganteng tapi kalo udah bawel ngalahin Emak-Emak lagi rebutan cabe di pasar!" Mpok Leha kini duduk diranjang besar dalam kamarnya yang sudah dirapihkan oleh Si Bibi."Neng, mau makan apa? Bibi masakin." Si Bibi yanh disuruh Babeh Ali menanyakan apa yang mau Leha makan terlihat senang, anak majikannya yang meski bawel tapi baeknya kebangetan sudah kembali pulang dari Rumah Sakit."Jangan makan yang pedes sama asem dulu!" Bukannya Mpok Leha yang menjawab, Babeh Ali sudah
"Makasi Bu Sri, Marni, Mbak Jum sama Mbak Ratmi udah jengukin Leha. Kasih tahu sekalian nih Bu Sri, jangan sok-sokan diet, akhirnya malah sakit." Babeh Ali medapat pelototan dari Mpok Leha yang malu. Memang dia anak kecil masih diomelin didepan orang begitu."Tuh begitu Bu Sri, Udah gede juga kalo dibilangin merengut!" Babeh Ali senang saja meledek anak perempuannya yang memang sejak kejadian perpisahan dengan Udin, kedua kembali dekat lagi."Bude," Mpok Leha kini malah memeluk Bude Sri mencari dukungan."Leha, Babeh gak bisa nemenin Lu nginep dimari, Lu sendirian gapapa ye?" "Iye gapapa. Emang Leha anak kecil. Lagian disini ada perawat. Babeh pulang aja. Nanti masuk angin siapa yang ngerokin. Babeh kan sama kayak Leha Jomblo!""Ya Allah nih anak, malah ngeledek!" "Kalau begitu Kita pamit saja, Nduk Bude pulang dulu ya, Insha Allah besok kesini lagi. Cepet sembuh makan yang bener ya," Bude Sri memeluk Mpok Leha, yang sejak tadi memang tak lepas memegangi lengan Bude Sri."Mpok besok
"Si Juadi bisa-bisanya minjem duit sama lintah darat!" Juminten seperti biasa selalu saja membawa informasi, up to date dan selalu dia yang pertama tahu entah darimana."Koe sopo yang kasih tahu toh Jum, heran tahu saja!" Ratmi yang sedang membungkus Arem-Arem geleng kepala dibuatnya."Loh, Aku tadi habis belanja, eh orang-orang pasar podo ngomong, katanya Si Juadi hampir aja diusir dari rumahnya. Kalau dalam seminggu ini gak bisa bayar hutangnya." Juminten dengan yakin."Serem banget yo Mbak. Itu memang minjem ke siapa?" Marni juga ikut penasaran."Tebak sopo orangnya?" Juminten malah memasang wajah senang bisa memberikan tebak-tebakan tanpa hadiah kepada Marni dan Ratmi yang kini memasang wajah penasaran."Juragan Basir! Kaget toh Kalian?" Wajah puas jelas terlihat saat Marni dan Ratmi saling pandang. Seolah tak percaya dengan fakta yang baru saja Mereka dengar.Keduanya baik Marni maupun Ratmi kompak mengangguk. Yang Mereka tahu Juragan Basir Istrinya tiga dan genit masih suka nyar
"Mulai hari ini Lu Abang cere talak tiga!"Duarrr!Walai sebelumnya Mpok Leha sudah siap karena percuma mempertahankan rumah rangganya jika salah satu dari Mereka sudah berkhianat, tetapi mendengar langsung kata talak yang Udin lontarkan sebelum pergi meninggalkan rumah Babeh Ali, rasanya hati Leha sakit. "Makasi Bang, Silahkan pergi!" Tatapan tajam menutupi remuk redam hati Mpok Leha yang kini terasa pilu manakala status Istri yang kini sudah lepas dari dirinya dan kini Ia resmi secara agama berstatus janda."Udah, gak usah Lu tangisin Laki modelan Si Pea. Dah sekarang mending Lu tata hidup Lu lagi. Babeh cuma pesen, jangan sampe salah milih Laki lagi di kemudian hari.""Dan Lu Jupri, Gua harap Lu gak lagi kepancing sama Si Udin. Kerja yang bener. Selama ini kerja Ku udah bagus, makanya Gua percaya angkat Lu jadi Mandor gantiin Si Dulloh. Gua gak bakal tanggung jawab kalo Lu sampe di bawa Polisi kayak tadi."Masi di posisi yang sama, Mpok Leha, belum bisa berpikir jernih. "Ayo masu
"Beneran gapapa Mpok pergi sendiri?"Marni sebetulnya tak enak hati menolak ajakan Mpok Leha, namun Ia juga sedang diburu waktu karena sore pesanan Jamu Kunyit Asamnya mau diambil.Marni tak enak menolak pesanan customer lamanya saat dulu masih berkeliling di Kampung Lama."Iye gapape, tapi nanti kalo Gua minta temenin lagi Lu kudu mau, gak boleh nolak.""Siap. Mpok dianter Pak Ahmad apa Mang Ujang?""Gak dua-duanye, soalnye tadi niatnye mau ngajak Lu, biar bisa santai, tapi gapapa Gua mau naik becak aja."Ya udah ye amar Gua duluan."Marni pun melanjutkan membuat pesanan kunyit asam sebanyak 50 botol.Mpok Leha memilih jalan saja ke depan niat hati ingin naik becak, tapi tiba-tiba kepingin naek angkot.Saat akan naik angkot tiba-tiba saja dompet yang ada digenggaman Mpok Leha ada yang menjambret."Copet!" Panik bukan main Mpok Leha saat copet tersebut dengan kasar menjabret dompet yang sedang Ia pegang."Kemana malingnya?" Sejenak terdiam, namun situasi darurat membuat Mpok Leha men
"Jadi maksudnya Mpok, Babeh Ali mau buka bersama sama anak-anak Pabrik?" Marni mendengarkan ucapan Mpok Leha yang sengaja pagi-pagi sudah sampai dirumah Mereka."Iye, tadi habis subuh baru bilang. Si Babeh kan begitu, kayak tahu bulet digoreng dadakan. Katanye kepengen buka bersama sama anak-anak Pabrik sekalian manggil Ustadz terus taraweh sama-sama." "Yo gapapa Nduk, mau dibuat prasmanan aja atau gimana?""Ya usah Bude nasinye tetep di kotak aje biar gak ribet, palingan es sama gorengannya aje kali yang di prasmanan gitu ye? Ape gimane Mar?" "Gimana gini aja Mpok Leha," Juminten buka suara memberikan pendapatnya."Kalo emang mau dibagiin satu-satu kudu ada yang ngurusin. Gimana Mar?""Wes gak usah bingung, lah kan ada Aku sama Ratmi, Kamu bisa kan Mi?"Sejak tadi Juminten selalu saja menyelak jawaban tapi untung saja Bude Sri dan Marni setuju dengan usul Juminten."Yo bisa toh, tapi semua Kita serahkan sama Bude, Gimana Bude?"Marni juga menunggu keputusan Bude Sri."Ya sudah, nas