Home / Romansa / MELACUR KARENA TERPAKSA / Bab 4 SI PENABUR MIMPI

Share

Bab 4 SI PENABUR MIMPI

Author: Siti Auliya
last update Last Updated: 2022-01-24 10:31:12

Kamilia memalingkan muka. Rasanya ingin sekali melebur bersama malam. Dirinya saat ini, tidak ingin bertemu dengan si pemilik suara. Seandainya bisa, dia ingin berubah menjadi angin, menyelinap pergi tanpa diketahui.

"Kartika?" Ia masih mengulangi pertanyaannya.

Kamilia menghapus kesedihan dari matanya, seulas senyum dia paksa untuk tampil sempurna di bibirnya. Pemilik suara itu adalah pengisi mimpinya selama ini. Sebelum petaka ini mampir memporak-porandakan hidupnya.

"Kang Saiful." Kamilia tersenyum.

Nasib baik, malam begitu kelam sehingga sang pemilik mimpi tidak melihat bilur-bilur merah di tubuh Kamilia. Kenistaan yang harus Kamilia sembunyikan dari siapa pun. Jawaban apa yang harus Kamilia berikan, seandainya Saiful bertanya dari mana tanda penganiayaan itu berasal.

"Aku mencarimu saat kau tidak datang mengaji. Ibumu bilang kau pergi ke kota untuk bekerja. Benarkah?" tanya Saiful.

"Benar." Kamilia menjawab pendek. Dirinya berdiri, ingin pergi dan meninggalkan pemuda itu. Rasa malu hadir kala menyadari betapa kotor dirinya kini.

Kamilia melangkah meninggalkan Saiful. Pemuda itu sejenak tertegun melihat Kamilia tidak ingin berlama-lama dengannya. "Tidakkah dia tahu? Hampir gila rasanya, saat tak kulihat lagi, dia duduk mendengarkan aku mengajar ngaji," batin Saiful.

Kamilia terus melangkah meninggalkan pemuda itu. Bergegas langkahnya, sebelum bilur-bilur itu meninggalkan banyak jejak dengan pertanyaan-pertanyaan Saiful.

Pandangan Saiful menukik menembus malam. Seandainya bisa, dia pun ingin menembus hati Kamilia. Tidak ada yang dilakukannya saat Kamilia berlalu. Rasanya langkah terlalu kecil untuk mengejar gadis pengisi benaknya.

Kamilia menangis di kamarnya. Kantung matanya kembali penuh hingga meluber. Dia menyesali pertemuan ini, tidak seharusnya Saiful memergokinya sedang berduka. Menangis diam-diam di tengah gelap malam.

Saiful pulang saat malam sudah separuhnya terlewati. Dia bertekad akan menemui Kamilia besok. Apa pun akan dia hadapi, asal pujaan hati tetap di sisi.

"Aku pastikan besok, saatnya aku menjadi pemilik tunggal hatimu, Kartika," gumam Saiful.

Pemuda itu tak jua lelap dengan impiannya, tentang kembang desa yang bernama Kartika. Seulas senyum terukir di bibirnya, untuk sebuah mimpi yang selalu mengganggu tidurnya.

*****

Musim panas masih membakar bentala. Tanah pecah-pecah serta kekeringan mengiringi kepergian Kamilia. Dia hanya pamit kepada ibunya. Memeluk sebentar karena tidak tahan untuk tidak menangis. Kamilia bertekad untuk menjadi wanita kuat sejak saat ini. Dia tidak ingin menjejakkan kembali kakinya di kampung ini. Dendam sudah menguasai jiwanya kini. Semalam bapaknya sudah berbicara lagi dengan keras.

"Kamu harus kembali ke kota, Kartika! Mau menjual diri pun aku tak peduli," kata bapaknya.

Seperti biasa Kamilia hanya diam. Memamah rasa sakit di sekujur tubuhnya akibat lecutan, kini bertambah pula dengan kata-kata dari bapaknya. "Biadab!" batinnya memaki.

Gadis itu menyembunyikan wajahnya di antara kursi bis dan kaca jendela. Entah ke mana tujuan perjalanannya nanti? Dia hanya naik bis jurusan Jakarta. Sudah lama dia mendengar tentang kota itu. Kota yang menawarkan segala impian, sekaligus kota yang kejam, sekejam ibu tiri. "Lantas lebih kejam mana kota itu dengan bapak?" gumamnya.

Kamilia tersenyum kecut. Wajahnya yang cantik sedikit pucat karena kurang tidur semalam. Dia memikirkan tujuan hidupnya. Tanpa diundang si penabur mimpi itu datang merecoki pikirannya juga.

Saiful juga sama tidak dapat tidur, gelisah ingin pagi segera datang. Ketika mentari menepati janjinya, Saiful secepatnya pergi ke rumah Kamilia.

Tidak dijumpainya gadis itu, hanya perempuan tua yang matanya sembab menyambut. Sejenak Saiful ragu untuk bertanya.

"Kartika ...."

Perempuan tua itu memotong ucapan Saiful dengan menunjukkan tangannya ke arah jalan. Saiful mengikuti arah telunjuk itu. Seketika otaknya berpikir cepat kalau gadis itu sudah pergi.

Saiful berlari secepat dia bisa. Dia tidak ingin masa depannya pergi. Kamilia harus hidup bersamanya. Dia bersedia melakukan apa pun asal gadis itu tetap di sisinya.

Dengan napas memburu, dirinya sampai di jalan besar. Akses satu-satunya menuju kota. Hanya kepulan asap berbau bensin yang menyambutnya. Kamilia sudah pergi.

"Terlambat!" Saiful memukul kepalanya sendiri. Hatinya sedih tidak dapat mencegah cinta pergi darinya. Namun, dia meyakini satu hal "Bila dia ditakdirkan untukku, maka dia tidak akan bisa lari dariku."

****

"Kosong?" Seorang perempuan cantik bertanya untuk kursi di sebelah Kamilia. 

Kamilia kaget, kemudian refleks mengangguk. Wanita cantik itu tersenyum, kemudian duduk. Gadis itu kembali meneruskan lamunannya sambil termangu melihat jalanan.

"Aku Melly, panggil saja Tante Melly." Wanita itu menyebut namanya tanpa ditanya.

"Kamilia." Entah mengapa kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Tidak terpikir olehnya untuk menyebut nama Kartika kembali, karena baginya nama itu sudah mati. 

"Nama yang bagus," kata Tante Melly.

"Namaku memang bagus, cuma takdirnya yang kurang bagus," ujar Kamilia pelan, nyaris tak terdengar.

"Apa? nasibmu kurang bagus?" tanya Tante Melly.

"Ooh tidak ... tidak," bantah Kamilia.

Rupanya pendengaran wanita itu setajam silet. Kamilia berusaha untuk tidak berkata apa pun. Orang ini adalah orang asing, otaknya berdering memperingatkan.

Melihat Kamilia terdiam, Tante Melly ikut terdiam. Pikiran mereka sama-sama mengembara. Rencana-rencana tentang masa depan harus dipersiapkan. Kamilia harus punya seribu kekuatan menanggung rasa sakit. Kemampuan itu satu-satunya cara agar bisa bertahan di ibukota.

Kilauan lampu-lampu menyambut Kamilia di ibukota. Gamang gadis itu melangkahkan kaki. Kebingungan membawanya ke sebuah kedai kopi. Dia memesannya satu gelas.

Tante Melly dengan segala siasatnya memperhatikan Kamilia. Pengalaman menempanya menjadi serba tahu tentang karakter seseorang. Begitu pula wajah polos Kamilia dengan begitu mudah dikenalinya.

Dengan berpura-pura sebagai pembeli kopi pula, wanita itu duduk dekat Kamilia. Gadis itu terkejut dengan kedatangan Tante Melly.

"Tante," Kamilia menyapa.

Serasa gayung bersambut, umpannya pun termakan ikan. Tante Melly memasang senyum terbaiknya untuk Kamilia. Obrolan panjang lebar menjadikan Kamilia setuju untuk ikut dengan Tante Melly. Gadis itu merasa, kali ini Tuhan menolongnya tepat waktu.

Senyum cerah terukir di bibir gadis itu. Setitik harapan kembali bangkit untuk menapaki masa depan. Sebuah taksi biru mengantarkan mereka ke sebuah rumah luas.

"Ayo, Mila, kita sudah sampai!" ujar Tante Melly.

Kamilia berdiri sejenak memperhatikan rumah luas tersebut. Tante Melly menggandeng tangannya untuk segera masuk.

"Wah, bawa oleh-oleh nih!" Seorang gadis muda berseru sambil melambaikan tangan ke arah Tante Melly.

"Huss!" Tante Melly tertawa renyah.

"Saingan, nih." Seorang gadis cantik lainnya berkata.

Kamilia hanya diam tidak mengerti. Dia terkagum-kagum dengan rumah Tante Melly yang indah. Tak urung sebuah pertanyaan menyeruak dalam batinnya, "Siapakah gadis-gadis tersebut?"

Kamilia diberi kamar oleh Tante Melly. Sebuah kamar bagus, tetapi lebih bagus kamarnya dulu di rumah Tuan Heru.

"Sialan mengapa aku teringat lelaki bejat itu?" Tak henti-hentinya Kamilia mengutuk pikirannya. Mengapa lelaki itu tiba-tiba hadir? Seolah-olah pertanda buruk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELACUR KARENA TERPAKSA    Bab 115. JAGOAN LAHIR

    "Selamat, Bu Kamilia, aduh jagoannya ganteng sekali!" Teman Kamilia setengah berteriak melihat keelokan buah hatinya."Ya, Allah, ini sih ketampanan yang hakiki!" Amira histeris, dasar cerewet.Harus diakui anaknya memang terlahir sangat rupawan, alhamdulillah. Bukan karena pujian ibunya, tapi setiap orang yang datang menengok semua rata-rata terpesona melihatnya. Mungkin karena ibu bapaknya juga memiliki wajah yang cantik dan tampan, namanya juga seorang model.Namun, di balik puja puji tersebut terdapat cerita yang mengiris hati. Kejadian yang hampir merenggut nyawa Kamilia, karunia Allah yang tak terhingga, wanita itu masih bisa bernafas hari ini.Si tampan ini adalah anak Kamilia yang pertama, usia menjelang empat puluh. Kehamilannya memang agak bermasalah, ketika USG, terlihat ari-ari bayi dibawah menghalangi jalan lahir. Namun, Kamilia bersikukuh untuk lahiran normal.Saat lahiran pun tiba, siang Kamilia sudah pergi ke rumah sakit ditemani suaminya, Saiful. Ternyata pembukaan tid

  • MELACUR KARENA TERPAKSA    Bab 114. PERNIKAHAN KAMILIA

    Suasana hening menunggu aksi Saiful selanjutnya. Menerka-nerka apa sebenarnya yang akan terjadi.Lelaki itu berlutut di depan Kamilia. Tangannya mengeluarkan kotak segi empat kecil berwarna merah. Kamilia terpaku melihat tingkah laki-laki itu. Semua yang hadir juga tidak ada yang bersuara. Suasana hening dan syahdu. Seiring musik mengalunkan nada cinta. "Maukah kau menikah denganku?" Bergetar suara Saiful saat menyatakan keinginannya.Suara tepuk tangan gemuruh disertai suitan. Mereka berharap agar Kamilia juga menerima lamaran Saiful. Berkaca-kaca mata Kamilia, tanpa diduga laki-laki yang dicintainya melamarnya kini."Terima … terima!"Hadirin ramai berteriak. Mereka menyemangati Kamilia agar segera menerima cincin itu. Kamilia memandang ayah dan ibunya. Mereka mengangguk tanda setuju.Perlahan-lahan Kamilia menyodorkan tangannya. Saiful menyambutnya, lalu lelaki itu berdiri. Dia mengambil cincin dari kotaknya dan menyematkannya di jari manis Kamilia.Gemuruh tepuk tangan kembali mem

  • MELACUR KARENA TERPAKSA    Bab 113. PERTUNANGAN AMIRA

    Sore yang cerah membawa Kamilia serta Amira dan Rinai sampai ke sebuah pelataran rumah sederhana. Kamilia dan Amira pergi menemui orang tua Amira. Untuk pertama kalinya Amira pulang setelah pergi selama bertahun-tahun.Tadinya Amira tidak mau tapi Amira memaksanya untuk meminta restu dari orang tuanya. Mereka pergi bertiga dengan Rinai ke rumah Amira."Ini rumahmu?" tanya Kamilia.Gadis itu hanya mengangguk. Dia menatap lekat rumah yang sudah lama ditinggalkannya. Ribuan kenangan berlompatan dalam benaknya. "Aku tidak mau!" seru Amira."Anak durhaka, ikuti dia! Dia akan memberimu pekerjaan." bentak bapak Amira –Zulfikar."Aku masih ingin sekolah, Pak," ratap Amira."Pergilah! Ikuti dia." Suara Zulfikar semakin lemah. Hatinya juga hancur harus merelakan anaknya menjadi pelacur."Mak!" Amira mencoba memohon pertolongan kepada ibunya.Ibunya hanya menggeleng sambil menangis. Matanya sudah bengkak karena menahan tangis sejak tadi. Kini, air matanya tumpah tidak dapat dibendung lagi. Pupu

  • MELACUR KARENA TERPAKSA    Bab 112. MAU, KAN?

    Kamilia mengusap air matanya. Bersaing dengan hujan yang semakin deras. Lamunan Kamilia semakin dalam. Tok tok tok.Suara ketukan di pintu kembali membuyarkan lamunannya. Rupanya Saiful sudah berada di ambang pintu."Pulang," ajak Saiful."Masih hujan," ujar Kamilia. "Kayak jalan kaki saja, ayo!"Dengan malas Kamilia beranjak dan mengikuti pria itu. Wanita itu tidak ingin membantahnya. Hujan masih mengguyur Jakarta saat mereka menyusuri jalan yang basah. Tampak sepasang laki-laki dan perempuan berjalan dalam hujan. Tangan wanita itu merangkul erat pinggang laki-laki itu. Kamilia membayangkan itu adalah Garganif. Sukar diterima akal, jika dirinya kini telah berpisah. Entah mengapa sakit sekali hati Kamilia membayangkan Garganif dengan wanita lain."Kenapa?" tanya Saiful demi dilihatnya Kamilia hanya duduk mematung. Lelaki itu mengikuti arah pandang Kamilia. Dia melihat sepasang manusia berjalan sambil berangkulan. "Teringat siapa?""Tidak ada, kenapa?" "Enggak, lain dari biasanya.

  • MELACUR KARENA TERPAKSA    Bab 111. DIMANAKAH GERANGAN?

    Kamilia merasa curiga melihat Amira dan Bintang berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya. "Ngapain mereka?" pikir Kamilia. Dia melirik ke arah Saiful. Sama juga, lelaki itu tampak tersenyum misterius.Rinai yang sudah selesai berbelanja mengajak Kamilia untuk segera pulang. Namun, Saiful memberi kode bahwa dirinya masih ada tempat yang dituju."Oom masih ada urusan lain. Jangan dulu pulang, ya!" bujuk Saiful."Mungkin dia ada urusan mendadak," pikir Kamilia.Berlima mereka menaiki mobil mewah keluaran terbaru. Bintang dan Amira duduk bersebelahan di belakang. Rinai dipangku oleh Kamilia. Terlihat sebagai keluarga yang sangat bahagia. Kamila tersenyum bahagia, begitu pula Saiful. Lelaki itu selalu menyunggingkan senyum."Apa ih, senyam-senyum?" tanya Kamilia."Tidak apa-apa. Sebaiknya kamu tutup mata deh," jawab Saiful."Kenapa? Kalian pada kenapa, sih? Kok mencurigakan?" Kamilia bertanya."Tidak ada apa-apa?" Saiful tersenyum penuh misteri."Apa, sih?" Kamilia menggerutu. "Sok mister

  • MELACUR KARENA TERPAKSA    Bab 110. BELANJA DI MALL

    Hari ini Kamilia berniat untuk pergi ditemani oleh Saiful dan Rinai. Bintang dan Amira juga merengek ingin ikut. Dasar, ada-ada saja mereka ini. "Ayolah, Kak, cuma ikut saja nggak minta digendong, kok," kata Amira dengan wajah merajuk. Mau tak mau membuat Saiful dan Kamilia tersenyum dan mengangguk ke arah mereka berdua. Kubiarkan mereka asik menikmati permainan di mall itu, saat Kamilia sendiri memilih masuk pada sebuah salon kecantikan terkenal di tempat itu. Sekarang saatnya dia memanjakan diri, sedikit melupakan hal-hal yang membuat otak dan pikiran lelah dan stress.Saiful dan yang lainnya juga seperti tak keberatan meluangkan waktu hanya untuk menunggui Kamilia yang membutuhkan waktu hingga dua jam lebih itu.Setelahnya, mereka berjalan beriringan. Menyusuri satu demi satu toko yang menjual aneka barang dagangannya, lalu berhenti di sebuah toko baju yang menyediakan perlengkapan kebutuhan anak-anak. Selain desain yang menarik, harganya juga masih ramah dikantong dengan model ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status