Share

BAB 7.

Author: Lady ArgaLa
last update Last Updated: 2024-05-23 19:49:52

Keesokan harinya, orang tua Dika, Pak Wirya dan Bu Pratiwi benar benar datang.

Saat melewati jalan kampung banyak pasang mata yang melihat dan mulai berbisik bisik.

"Lihat deh, masa menantunya meninggal sudah seminggu baru datang ke sini? Mau ngapain lagi coba?"

"Hush! Mana tau mereka sekeluarga mau bahas masalah hantunya Marni, memangnya kamu mau di datengin?"

"Hiyyy emoh! Ya syukur kalau memang mau bahas itu, bosen aku tiap malam di rumah terus nggak bisa main. Semua orang takut ketemu hantunya Marni. Kasian ya, kembang desa meninggalnya tragis."

"Iya, dulu aku sempat iri sama kehidupannya si Marni. Tapi setelah kejadian itu, aku jadi bersyukur hidupku biasa biasa saja. Setidaknya itu meminimalisir kemungkinan adanya orang iri dengki sampai main dukun sama aku."

Dua orang gadis yang dulunya adalah teman Marni terkikik setelah mobil orang tua Dika yang memang sudah di kenal sebagian warga kampung lewat menuju arah rumah Pak Bagus. Banyak warga yang berharap dengan kedatangan kedua orang tersebut masalah hantu Marni bisa segera di selesaikan.

*

*

*

Bu Pratiwi dan Pak Wirya menyesap pelan teh hangat yang di sajikan Bu Mala. Raut wajah keduanya menampakan penyesalan.

"Maafkan kami ya, Pak, bu. Kami baru sempat datang, kemarin baru pulang sampai dari dinas di Singapura. Dan anak buah saya baru memberi tahu tentang kejadian ini. Kami sangat menyesal tidak mengetahui nya lebih awal," ucap Pak Wirya pelan, matanya tampak berkaca-kaca.

"Iya, Bu besan. Saya minta maaf ya, seharusnya saya tidak memaksa suami menerima kerja sama di Singapura. Kalau saja waktu itu Marni memilih melahirkan di kota pasti ..."

"Cukup, Ma." Dika menyela ibunya, wanita cantik dengan pakaian rapi dan jilbab pasmina mewah itu menatap Dika penuh tanya.

"Marni istriku sudah tenang di sana, jangan terus menyinggung nya. Kasian dia," sambung Dika dengan wajah datar.

Bu Mala melirik Dika sekilas lalu tersenyum kaku.

"Sudah nggak papa, le. Namanya orang tua pasti selalu mencemaskan anak anaknya walaupun anak anaknya sudah dewasa, maklum ibumu bicara begitu. Ibu pun kalau tahu akan jadi begini pasti ibu yang memilih tinggal sama kalian di kota menemani Marni, supaya dia nggak perlu pulang ke kampung dan ..."

Bahu Bu Mala terguncang, Pak Bagus langsung merangkul istrinya dan menenangkannya. Membuat raut bersalah di wajah Bu Pratiwi dan Pak Wirya makin jelas terlihat.

Hening sejenak tercipta, hanya suara isakan dari Bu Mala yang terdengar.

Bu Pratiwi mengusap jemarinya dengan wajah gelisah.

"Maaf, Bu Mala, Pak Bagus. Sebenarnya tujuan kami ke sini selain untuk berziarah ke makam almarhumah, juga ... karna kami ingin menjemput Dika pulang."

Pak Bagus mengangkat wajah menatap wajah cantik besannya tersebut.

"Kenapa buru buru sekali, bu? Tanah makam Marni bahkan masih basah. Biarkan saja Dika di sini sampai kesedihannya terobati, di sini dekat kalau mau ziarah. Kalau Dika pulang ke kota nanti akan jauh menemui istrinya."

"Bukan apa apa, Pak Bagus." kali ini Pak Wirya yang menjawab. "Saya tahu Pak Bagus dan Bu Mala juga sangat menyayangi anak saya. Hanya saja ... kami sebagai orang tua tentu tidak enak dan sungkan sementara anak kami di sini menumpang hidup saja, sedangkan istrinya, anak kalian sudah tiada. Jadi ... demi kebaikan bersama dan menghindari cemoohan dari masyarakat, biarlah Dika ikut pulang bersama kami. Kalau nanti dia ingin berkunjung dan berziarah kami tidak akan melarang."

Pak Bagus menghela nafas dalam, sedang Bu Mala hanya diam saja sambil menunduk.

"Sebenarnya ... saya dan istri saya sama sekali tidak merasa terbebani dengan ada nya Dika, Pak, Bu. Tapi kalau itu sudah menjadi keputusan kalian kami bisa apa? Semua terserah pada Dika, kalau mau ikut pulang silahkan. Nanti kalau mau kembali ke sini bapak dan ibu tetap menyambut dengan sepenuh hati. Rumah ini ... akan selalu terbuka lebar untuk kalian."

Dika menatap lembut kedua mertuanya, manik bening terluncur kembali dari netranya yang bahkan baru saja tampak mengering.

"Terima kasih," lirih Dika.

Dan hari itu juga, setelah berziarah lebih dulu ke makam Marmi, Dika pun di bawa pulang oleh orang tuanya. Menyisakan tanya di benak warga desa akankah teror arwah Marni kembali lagi?.

*

*

*

Malamnya suasana sunyi, suami istri yang hanya tinggal berdua itu bersiap untuk tidur. Setelah memastikan lampu lampu ruang tamu di matikan, Bu Mala menyusul Pak Bagus ke kamar tampak suami nya itu tengah berbaring dengan mata menerawang ke langit-langit.

"Ono opo, Pak?" tanya Bu Mala sambil naik ke tempat tidur.

"Bapak kepikiran omongan warga terus, Bu."

"Tentang Marni jadi hantu?"

Pak Bagus mengangguk lalu memiringkan tubuh menghadap Bu Mala.

"Menurut ibu bagaimana?"

"Entahlah, Pak. Sebenarnya ... ibu masih belum percaya kalau Marni jadi hantu. Yang ibu pikirkan malah kenapa orang tuanya Dika tadi nggak sama sekali menanyakan kemana perginya bayinya Marni? Masa mereka nggak penasaran sama cucu mereka?"

"Mungkin saja Dika sudah cerita, Bu. Dsn sengaja minta orang tuanya nggak bahas masalah itu supaya kita nggak terlalu kepikiran," tukas Pak Bagus kembali menatap langit-langit.

Bu Mala diam tak menjawab, sepertinya beliau pun setuju dengan ucapan Pak Bagus barusan.

"Jadi menurut ibu bagaimana dengan aduan warga itu, Bu? Masalahnya bukan satu dua orang saja yang mengaku di datangi Marni. Anaknya Pak Yono saja itu Si Ranti katanya sampe sekarang tiap malam mimpi di kejar kejar arwahnya Marni, Bu. Bapak jadi nggak tega buat pura-pura nggak tahu dan bilang itu bukan Marni, karna nyatanya si Ranti bahkan nggak keluar rumah sampai sekarang," sambung Pak Bagus panjang lebar.

Bu Mala terdengar membuang nafas besar. "Halah wes mbuh, kita bahas besok saja. Ibu mau tidur, ngantuk."

Dan setelah Bu Mala mematikan saklar lampu kamar tak ada lagi percakapan antara mereka.

*

"Hmmmm .... hhhmmmm .... hhhmmmmm."

"Hhmmmm ... hmmmmm .... hhhmmmmmm."

Bu Mala tersentak bangun, entah jam berapa saat ia mendengar suara seseorang tengah bersenandung dari jarak yang cukup dekat.

"Hhmmm ... hhhmmmm ... hhmmmm."

Bu Mala mengucek mata, lalu perlahan bangkit dari kasur. Mencoba mencari arah senandung tersebut.

"Nggak mungkin maling kan? Masa iya maling pakai nyanyi?" batin Bu Mala seraya berusaha agar langkah kakinya tak menimbulkan bunyi di lantai papan rumahnya.

Suara senandung lirih itu hilang saat Bu Mala menyentuh gagang pintu, terpaan angin dingin membuat tengkuk Bu Mala merinding. Bu Mala menoleh ke belakang, memastikan tak ada siapapun di sana. Lalu mulai menekan handel pintu kamar.

Drrriiittttt

Pintu terbuka pelan, Bu Mala menyipitkan mata mencoba melihat ke arah ruang tamu yang gelap, sumber cahaya satu satunya hanya dari lampu dapur yang membias di lantai.

Namun kali ini bukan pemandangan ruang tamu yang di lihat Bu Mala, walupun dalam remang Bu Mala yakin saat ini ada seseorang yang berdiri tepat di depan pintu kamarnya.

"Tttoooloooonggggg ....."

"Aaakkkhhhhhh!" Bu Mala jatuh terjungkal saat sebuah tangan pucat memegang daun pintunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 45.

    Rumah peninggalan Bu Ambar sudah tak lagi aman, jin pesugihan yang di pelihara Pak Yono rupanya mulai mengincar Ranti sebab tak ada lagi yang memberinya makan setelah Pak Yono di penjara dan menjadi gila. Setelah kejadian tersebut, Pramono memutuskan membawa Ranti untuk tinggal di kediamannya saja, membawa serta bebek bebek dan unggas Pak Yono yang lain untuk di rawat di sana."Mas, jangan pergi jauh jauh ya." Ranti tampak cemas saat akan kembali memasuki rumah Pramono yang berhasil menorehkan luka untuk yang ke sekian kalinya untuknya.Pramono menoleh dan mengelus kepala sang istri. "Insyaallah nggak, kebun Mas kan di belakang rumah ini. Ada bebek juga sekarang, jadi nggak perlu pergi jauh jauh. Tapi kalau nanti adek mau jalan jalan bilang ya, di rumah terus kan pasti bosen." Ranti mengangguk riang dan mereka pun memulai hidup baru mereka di sana dengan lebih tenang.***Kembali ke pondok pesantren Daruttaqwa.Di teras rumah Ustad Yusuf yang lebih akrab di sapa abah oleh para sa

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 44.

    Di sana di depan matanya sendiri Pramono melihat Ranti tengah mengarahkan sebilah belati ke lehernya. Matanya tampak kosong menjelaskan jika bukan inginnya melakukan semua itu. Bahkan suara teriakan Pramono saja seperti tak terdengar olehnya. Saat belati hampir menyentuh kulit lehernya yang mulus, Pramono bergerak cepat menepis tangan Ranti hingga pisau itu terjatuh ke bawah ranjang."Astagfirullah, dek! Nyebut, dek kamu ngapain?" seru Pramono cemas bukan main. Namun bukannya menjelaskan,Ranti justru jatuh pingsan."Ya Allah, ada ada aja cobaan. Dek! Dek Ranti, bangun." Pramono mengangkat tubuh Ranti keluar, di depan kamar tampak Leha menghampiri dengan wajah tegang."Kang! Kenapa teriak teriak? Astagfirullah, kenapa Ranti, kang?" cecarnya kaget."Nanti saja ceritanya, dek. Tolong bawain bantal." Pramono melewati Leha dan terburu buru melangkah ke ruang tanu dimana sang ibu berada bersama Bu Mala dan Azzam." Loh loh, le? Kenapa Ranti?" tanya Mak Yem heran, pun demikian dengan Bu

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 43.

    Setelah berpulangnya Bu Ambar, Ranti kembali menempati rumah mereka. Selain karna Pak Yono tidak ada juga ada banyak unggas peliharaan mereka yang butuh di urus. Untungnya Pramono berhasil meyakinkan istri kecilnya itu untuk kembali, dan berjanji akan membantunya mengurus unggas unggas mereka untuk bekal masa depan mereka."Terima kasih ya, Mas sudah mau bertahan sejauh ini." Ranti bersandar di dada bidang Pramono, saat mereka tengah duduk di teras belakang yang menghadap langsung ke kandang unggas yang luas.Pramono mengelus pundak istrinya, lembut dan penuh kasih sayang. Tak rasa jijik mengingat apa yang terjadi pada Ranti, melainkan rasa ingin melindungi yang semakin besar dalam dirinya."Sama sama, kalau adek sudah merasa lebih baik nanti kita ke kantor polisi ya. Kasus bapak perlu segera di tuntaskan, dek." Ranti mendongak, menatap lekat mata suaminya. "Mas ... yakin?" "Adek masih takut?" Ranti mengangguk samar. "Terlalu mengerikan untuk tidak takut, Mas." Pramono merasak

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 42.

    Saat tengah kebingungan dengan asal bau bangkai yang sangat tidak enak tersebut, dari arah jalan tampak Bu Mala dan Pak Bagus tengah menggandeng Azzam, bocah itu tampak sangat senang menenteng joran pancing sambil bercanda dengan keduanya."Loh, Pram? Ngapain?" sapa Pak Bagus saat telah sampai di depan halaman Pak Yono. Pramono turun lalu menyalami tangan Pak Bagus dan Bu Mala, di ikuti Ranti yang tampak terus menunduk menyembunyikan wajahnya."Ini, Lek mau jenguk ibu mertuaku. Tapi rumahnya kok sepi e? Paklek sama bulek tahu nggak kemana?" Pak Bagus tampak saling pandang sejenak dengan Bu Mala, sedang Azzam sudah lebih dulu kembali ke rumah mereka untuk mandi."Nggak tahu, le. Sudah beberapa hari juga Bu Ambar nggak keliatan, kami kira malah pulang kampung atau nginep di tempatmu," jelas Bu Mala apa adanya.Kembali angin bertiup, awan mendung berarak sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Dan saat itu kembali bau bangkai yang menyengat kembali menyeruak."Huek! Astagfirullah,

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 41.

    Mata bening Aini mengerjab, kembali terpejam saat cahaya dari luar terlalu silau baginya."Bunda!" Sultan naik ke tempat tidur dan langsung berbaring di tubuh sang bunda, tangan kurus Aini bergerak alami memeluk tubuh sang putra."Alhamdulillah," ucap Alfi dan Umi Maryam berbarengan, keduanya kompak mendekat pada Aini yang mulai membuka mata. Tatapan matanya tak lagi kosong seperti biasanya."Mbak, alhamdulillah. Mbak baik baik saja kan, Mbak? Mbak inget Afi kan? Mbak inget Sultan kan?" cecar Alfi dengan luapan kegembiraan yang luar biasa. Aini duduk dan merangkul Sultan erat, matanya mulai basah oleh air."Iya, dek iya Mbak inget semuanya. Mbak inget, mbak seneng sekali akhirnya bisa pulang," jawab Aini. Dan inilah dia, Aini yang selama ini di kenal Alfi dan orang orang sekitar. Sosoknya yang penyayang dan lemah lembut, juga sangat keibuan hampir tak pernah meninggikan suaranya walau dalam keadaan sangat marah sekalipun. Mungkin akan sangat sulit di percaya jika Alfi bercerita j

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 40.

    Dika termenung di depan pusara baru di hadapannya, pusara itu milik mayat yang di ketemukan dalam kondisi mengenaskan setelah di makan buaya tempo hari. Usut punya usut, rupanya mayat itu adalah salah satu dari anak buah Pak Wirya. Sugiarto namanya, seorang duda yang sudah tak punya orang tua dan keluarga Tak ada yang tahu bagaimana kejadian awal kecelakaan itu, karna tidak adanya saksi mata. Sedang Pak Wirya pun kini masuk dalam daftar pencarian orang hilang."Kita pulang, Mas?" tanya Gus Amar setelah berbincang sejenak dengan petugas dari kepolisian yang menangani kasus hilangnya Pak Wirya. Dika mengangguk, lalu perlahan mengikuti langkah Gus Amar kembali ke pondok pesantren."Gus, apa boleh saya bertemu dengan Aini?" tanya Dika sesaat setelah mereka tiba di kediaman. Gus Amar mengernyit, sudah beberapa waktu sejak Dika mengembalikan Aini pada Alfi, dan kini kakak beradik itu memilih tinggal tak jauh dari kawasan pondok atas permintaan Umi Maryam yang masih khawatir dengan kese

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 39.

    Detik itu juga Pak kades ambil sikap, beliau langsung menelpon perangkat desa yang lain untuk berdiskusi. Semetara Pramono diminta pulang lebih dulu untuk memanggil Leha sebagai saksi dan Ranti jika bisa.Pak Yono gemetar di kursinya, wajahnya tampak mengerut dan menunduk. Terlebih setelah beberapa pamong desa datang dan Pak kades serta ustadz Rizal mulai menjelaskan duduk perkaranya."Astagfirullahaladzim, Yono! Saya tidak pernah menyangka kamu sebej*t itu! Saya kira memang betul Pramono yang menghamili Ranti, anak kamu itu. Tapi rupanya ... astagfirullah, dimana otak kamu itu kamu buang hah, Yono?" bentak pak Sekdes berang. "Entah, sudah di makan kutu itu otakmu makanya bisa bertingkah seperti itu. Apa kamu nggak mikir, ah astagfirullah ... wes ndak bisa ngomong aku wes. Akhir zaman, akhir zaman," timpal warga satunya lagi dengan wajah kesal, ia menekan puntung rokoknya kuat kuat ke asbak dengan tatapan menghunus pada Pak Yono yang mengkerut di tempatnya duduk."Untung saja si Pram

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 38.

    Bugh!Bugh!Bruaghhh!Pramono menghajar seseorang yang tadi berada di atas tubuh istrinya dengan membabi buta, bahkan untuk melihat wajahnya pun tak sempat. Sedangkan Ranti, tetap berada di atas ranjang dengan air mata berlinang."Ya Allah, kang! Kang sudah, kang! Istighfar!" Leha memburu kakaknya lalu memeluknya erat erat, jika tidak demikian di takutkan nanti orang tersebut meregang nyawa dan bisa menjadi bumerang untuk Pramono."Lepas, dek! Lepas! Makhluk bi a dab seperti itu harus di beri pelajaran! Dimana otaknya dia gadaikan sampai istri orang pun di embatnya?" geram Pramono berusaha memberontak. Namun sekuat yang ia bisa Leha terus menahan bobot tubuhnya."Sabar, kang! Kalau orang itu lapor polisi nanti kakang yang jadi pesakitan! Sekarang hukum bisa di beli, kang!" seru Leha menyadarkan Pramono. Perlahan perlawanan Pramono melemah, lekas lekas dia menyelimuti tubuh polos Ranti yang tergolek lemas di arah ranjang. Bahkan Pramono pun masih belum menyentuhnya sama sekali meng

  • MELAHIRKAN LEWAT MULUT   BAB 37.

    Kerumunan warga semakin ricuh, saat sebuah tubuh yang tadi tenggelam kembali muncul ke permukaan, lalu di susul seekor buaya yang tidak terlalu besar menggigit salah satu tangannya dan menyeretnya ke arah tepian yang sepi. Warga bersorak dan melempar sesuatu seperti batu batu kecil dan apapun yang bisa mereka temui guna menghalau buaya itu, namun sepertinya sia-sia. "Astagfirullahaladziim." Gus Amar menoleh saat merasa seseorang bicara tepat di belakangnya, dan di sana ia mendapati wajah mendung Dika yang tengah menyorot ke arah buaya tadi."Kenapa turun, Mas? tunggu saja di mobil, sebentar lagi mungkin sudah bisa lewat. Tadi ada bapak bapak sudah telepon pihak kepolisian," jelas Gus Amar yang mengira Dika turun dari mobil karna tak sabar atau bosan menunggu. Namun dengan tatapan nanar Dika malah menunjuk ke arah semak dimana buaya tadi membawa tubuh korbannya. Dengan suara serak Dika berbisik. "Itu Papa saya."Degh Mata Gus Amar membulat sempurna, di telisiknya dalam dalam waj

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status