Malam hari usai makan malam bersama di kediaman Freud, Dominic dan Janna menemui Sandama secara khusus. Dominic memutuskan untuk keluar dari rumah besar keluarga Freud.
"Mengapa semendadak ini keputusan kalian, Dominic? Baru saja kalian di sini semalam." Sandama menatap bergantian anak dan menantunya.Janna bisa merasakan kesedihan Sandama berpisah dari Dominic yang selama ini serumah bersama hingga usia Dominic tiga puluh lima tahun.Dominic sebenarnya telah memiliki kediaman sendiri, rumah itu terawat baik, meski tidak berpenghuni. Rumah besar Freud ditinggali agar lebih dekat dengan ibundanya."Ibu, kediaman kami tidak jauh, masih di Pamdos. Ibu jangan bersedih," hibur Dominic."Bagaimana tidak sedih, kalian akan pisah rumah dari Ibu." Sandama merajuk."Setiap anak laki-laki pasti meninggalkan orang tuanya, Bu, membangun keluarga sendiri. Ini hal wajar," ucap Dominic bijaksana. Kalau saja Janna tidak pernah memergoki DominicLetnan Adrian menyampaikan sepucuk undangan pada Jenderal Dominic dalam ruang kerja di markas besar pertahanan Yagondaza."Undangan hari ulang tahun pernikahan Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha yang kelima," ucap Dominic. Ia membaca jadwal undangan akan diselenggarakan akhir pekan di istana sultan. Sultan mengundang dirinya dan Janna.Dominic meremukkan kertas undangan itu lalu melemparnya ke tumpukan sampah dekat kursinya.Selama empat tahun belakangan, ulang tahun pernikahan orang nomor satu di kesultanan Yagondaza dihadiri Dominic seorang diri. Ia selalu menyempatkan hadir di pesta tahunan itu.Kini, ia harus membawa Janna, perempuan yang tidak pernah akur dengannya.Tadi pagi saat mereka pindah ke rumah putih, Janna nyaris mendiamkan Dominic. Baik itu selama perjalanan di kereta kuda maupun telah berada di rumah putih."Tuan Swayata Tan izin menghadap, Jenderal," seru seorang prajurit dari luar.Swayata datang dengan semangat dan penuh senyuman.Untuk apa lagi dia datang kemari
Sebelum matahari terbit Dominic dan sejumlah prajuritnya melakukan perjalanan menuju Seaco. Dominic tidak sempat mengabarkan pada Janna kalau akan berkunjung ke Seaco akibat peristiwa kemarahan istrinya semalam.Pagi hari, Janna bangkit dari pembaringann. Ia dan Dominic telah pisah kamar. Pelayan yang bekerja di sana hanya bisa bisik-bisik di belakang melihat tingkah aneh tuan dan nyonya mereka.Seperti biasa, Kana dan Mala membantu Janna berbenah. Kelas tata krama dilanjutkan kelas dansa wajib dipatuhi oleh Janna. Sekalipun Janna marah, ia masih sadar kalau tugasnya sebagai istri kepala militer memang tidak mudah dan wajib dikerjakan."Apakah Jenderal telah ke markas?" tanya Janna saat dirinya sarapan sendiri."Tuan sedang perjalanan dinas ke barat Seaco, Nyonya," jawab pelayan yang bertugas menyiapkan makanan.Janna terhenyak."Kapan berangkat?""Tadi sebelum matahari terbit, Nyonya."Janna hanya ber-oh dalam pikirannya, tetapi hatinya malah dilanda bimbang."Apakah Jenderal mengata
Dominic kembali memanggil tiga orang perwira tinggi yang memimpin tiap kapal penyelamatan."Jenderal, mereka menyebar sandera di setiap kapal. Dari kapal yang terbakar diselamatkan dua orang anak buah kapal. Di dua kapal lain, belum diketahui secara pasti jumlah sandera. Kita dikecoh.""Asyaifuddin memang dikenal lihai dan licik. Kita akan menambah pasukan menghadapi mereka. Kapal mereka tinggal dua, kita akan mengepung malam hari menggunakan beberapa perahu. Jadi, tidak terpusat lagi di satu kapal penyelamatan," atur Dominic. Pria itu tidak sabar ingin menangkap Asyaifuddin yang kerap disebut hantu laut lantaran suka mengganggu kapal penangkap ikan yang berlayar.Di Hosmer, Xaviery telah diperbolehkan kembali pulang ke pemukiman. Ia mendapat kunjungan tamu, yakni Allan. "Bagaimana kabarmu, Pejuang?" Allan dan Xaviery saling berjabat tangan lalu berpelukan."Aku tidak akan mati karena pedang Dominic," sahut Xaviery sambil tertawa. "Ya, aku bisa melihatnya.""Aku merasa ingin bertar
Dominic kembali lebih cepat dari rencana. Meskipun, pasukan khususnya gagal menangkap Asyaifuddin, ia tetap mengapresiasi usaha keras yang dilakukan.Malam sebelum kepulangan Dominic, ia mengajak pasukan khusus makan malam bersamanya di markas wilayah pertahanan Seaco. Sementara, pasukan yang gugur sebagai tradisi direncanakan pemberian santunan kepada sanak keluarga yang diwakilkan oleh perwira tinggi.Dominic langsung ke markas besar Pamdos. Di sana, Dominic sibuk bekerja demi keamanan dan kejayaan Kesultanan Yagondaza.Seorang prajurit izin masuk ke ruang kerjanya, ingin menyampaikan pesan Sultan Bayezidan. "Yang Mulia Sultan Bayezidan memanggil Jenderal ke istana malam ini." Prajurit itu diminta membacakan undangan mendadak dari Sultan Bayezidan. 'Mengapa tiba-tiba Sultan ingin bertemu?' pikirnya.Sesuai undangan, Dominic mendatangi istana untuk menemui Sultan Bayezidan. Ia menunggu di ruangan khusus karena Sultan ingin bicara empat mata dengan Dominic. Bosan menunggu, Dominic
Malam ini, Janna dan Dominic telah bersiap menuju istana Kesultanan Yagondaza. Mereka dikawal oleh pasukan pengamanan.Banyak pejabat setingkat menteri yang diundang ke pesta ulang tahun pernikahan Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha.Sultan Bayezidan memberi kata sambutan didampingi oleh permaisuri di atas panggung megah, turut serta tiga anak mereka, dua pangeran dan satu puteri kesultanan.Tepuk tangan semua orang menggema di ballroom istana. Senyum bahagia yang entah itu tulus atau tidak, terpancar pada tiap-tiap orang.Para undangan disilakan menikmati hidangan dan hiburan yang menghidupkan suasana."Selamat untuk Yang Mulia Sultan dan Permaisuri," ucap Dominic saat Bayezidan dan Neha mengunjungi tamu mereka satu per satu. Janna melakukan curtsy sebagai penghormatan."Apakah kalian menikmati pesta ini?""Tentu saja, Yang Mulia," jawab Dominic dengan hormat. Janna pun menunjukkan sikap hormat pada keduanya.Bayezidan merangkul pundak Neha. "Pernikahan ini bisa bertahan selama lim
Tepuk tangan dan sorak sorai menggema di ruang pesta, saat ini Sultan Bayezidan dan Permaisuri Neha turun ke lantai dansa. Mereka melakukan tarian halus diiringi ritme tenang dan tempo musik yang lambat.Janna berdiri bersebelahan dengan Dominic yang menatap ke arah pasangan romantis sejagat Yagondaza. Makna pandangan Dominic sulit diartikan. Namun, cara Dominic mengamati keduanya dinilai buruk oleh Janna. 'Jenderal sepertinya marah, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa,' pikir Janna sembari menggeleng samar.Sultan Bayezidan mendekatkan permaisuri pada tubuhnya sehingga tampak mereka berpelukan. Riuh rendah pejabat mengisi ruangan. Janna melihat seksama bagaimana Dominic menarik nafas panjang lalu mengeluarkan perlahan.Janna mendekat ke arah Dominic, ia berbisik, "Bila tidak kuat, sebaiknya Jenderal menjauh."Dominic mengedip beberapa kali, memeroses perkataan Janna yang langsung menjarak kembali ke tempat berdirinya. Dominic menoleh pada istrinya, Janna membalas dengan senyum datar
Dari awal Dominic mengetahui istrinya sosok yang keras kepala. Bukannya terkikis, malahan menjadi tambah beku. "Kau akan hidup selamanya bersamaku, menjadi ibu dari anak-anakku. Untuk apa mempertahankan kekerasan hatimu?" tanya Dominic yang sedang duduk di ranjang tidur Janna."Aku harus terima nasib burukku," jawab Janna dari tempatnya berdiri, bersidekap membuang pandang ke arah lain.Kostum tidur Janna menggoda Dominic, sayangnya sang istri enggan untuk melangkah dekat padanya."Kalau begitu datanglah kemari." Dominic menempuk-nepuk sebelahnya.Janna benci direndahkan oleh Dominic, bila pria itu inginkan Neha ia mencarinya, kapan dia tidak butuh mencari istrinya."Apa permaisuri tidak bisa memuaskan Jenderal lagi?" tanya Janna dengan kesal.Gemeretak gigi geraham Dominic menandakan pria itu tersulut emosi. Ia gegas turun dan mendekati Janna. Perempuan itu gegas bergerak mundur menjauhi suaminya."Kau harus belajar etika berbicara saat membicarakan permaisuri!" hardik Dominic sambi
Di pagi yang cerah Dominic dan Janna menanti kedatangan ibunda, Sandama, ke rumah putih miliknya. Akhir pekan ini Dominic berencana tinggal di rumah saja.Sandama turun dari kereta kudanya dengan paras sumringah. Ia senang disambut oleh anak laki-laki dan menantu perempuannya."Lama Ibu tak mengunjungi rumah ini, kau telah merenovasinya?" Sandama takjub dengan model bangunan rumah putih Dominic yang berdiri dari bahan batu putih."Ya, Ibu, penampilan yang sekarang jauh lebih baik, bukan?" tanya Dominic sambil merangkul Sandama."Ya, seleramu bagus. Mirip dengan ayahmu," puji Sandama membalas rangkuman Dominic. Mereka mengajak Sandama masuk, perempuan itu takjub dengan model perabotan yang membuat suasana rumah putih menenangkan.Dominic mengarah ke bilik keluarga. "Mari diminum, Bu. Ini teh dari perkebunan daerah Hillor tidak begitu jauh dari istana." Dominic menawarkan secangkir teh cranberry hangat dicampur rempah-rempah. "Ini nikmat sekali," nilai Sandama. "Dari mana kau mendap