"Saya harap saudara Astrid tidak terlalu sekarah untuk menguasai apa yang sudah kami dapatkan selama kita menikah. Biarlah, jika dia tak ingin mobil dibagi dua. Tapi saya harap dia mau membagi rumah, yang sudah jelas-jelas dihadiahi untuk pernikahan kita." Sambung Mas Ronald, dengan tatapan mengiba didepan Hakim beserta wakilnya.
Aku hanya mendecih, sementara Mamah yang ada dibelakangku terdengar mengumpat mendengar ucapan Mas Ronald.
"Maaf, Pak Ronald ..." sela Edwin. "Mungkin Pak Ronald belum mengerti apa yang dimaksud dengan harta gono gini," sambung Edwin.
"Bukan begitu, Pak?" Edwin menatap pengacara Mas Ronald. "Bisa Bapak jelaskan pada client Bapak. Apa itu harta gono gini?" Lagi Edwin berbicara.
Pengacara Mas Ronald menghela nafas, wajahnya murung tak bersemangat.
"Ya ... harta gono gini adalah harta suami dan istri. Bukan hanya harta istri, karna seperti yang kita ketahui. Suami wajib menafkahi istri, namun jika istri mempunya harta dengan
Lagi asyik menikmati manis pahitnya sebatang tembakau dengan ujung yang membara, mataku menyipit saat melihat mobil Polisi berhenti didepan pagar rumah.Aku bangkit dari duduk, kulihat laki-laki berseragam itu melambai kearahku, meminta agar aku membuka pintu pagar.Dengan perasaan bercampur aduk, aku melangkah membuka pintu pagar."Cari siapa ya, Pak?" tanyaku sedikit cemas, semoga saja Polisi datang kemari hanya sekedar bertanya alamat."Benar ini rumah Zeky Setiawan?" tanya laki-laki berbadan tegap dengan bekas luka diwajahnya."Be-nar Pak," jawabku sambil menahan nafas."Kami dari pihak kepolisian mendapat laporan untuk menahan saudara, Zeky atas tuduhan pencurian sebuah laptop dan henpon," ucapnya tegas. Jantungku seakan keluar dari tempatnya, saliva terasa menggumpal ditenggorokan. Mataku langsung melirik kekiri dan kekanan, Ibu-Ibu rempong mulai berdatangan. Mulutnya komat-kamit menerka-nerka kedatangan Polisi kerumahku."Silah
Ibu menjerit histeris saat melihat kondisi Zeky yang babak belur. Mataku ikut terbelalak melihat wajah, Zeky yang membengkak dengan mata yang membiru tertutup sebelah."Bu ..." lirih Zeky dengan tatapan memilukan."Ya Tuhan! Anakku," teriak Ibu sambil berhambur memeluk Zeky. "Kenapa jadi begini, siapa yang tega melakukan ini padamu," ratap Ibu, tangannya bergetar menyentuh wajah anak kesayangannya itu."Keluarkan Zeky dari sini Buk, aku takut Bu," Zeky menangis pilu, wajahnya memohon sangat menyedihkan.Aku dan Rhiki saling berpandangan, gurat kecemasan terpancar diraut masing-masing. Dari rumah, sebenarnya aku ingin menghajarnya karna sudah mempermalukan keluarga. Tapi begitu melihat keadaannya, aku jadi tidak tega."Kamu kenapa sampai mencuri, Zek ... kalau butuh uang bisa minta sama Ibu. Huhu," Ibu dan anak itu saling meraung, mengadu air mata."Zeky khilaf Bu ... uang hasil jualannya pun sudah Zeky pulangkan. Tapi Vanessa tidak mau, mala
"Ya sudah ... Makasih Ness atas waktunya," jawab Rikhi kemudian.Vanessa tersenyum canggung, lalu menganggukkan kepalanya.Kami akhirnya pamit, berlama-lama pun tak berguna. Sebab keduanya bersikukuh ingin meminta ganti rugi."Bagaimana ini Mas?" tanya Rikhi dengan wajah cemas, tubuhnya bersandar dijok mobil dengan tangan memijit pelipis. "Kasihan juga kalau Zeky terlalu lama dipenjara. Baru sehari saja sudah babak belur," lanjutnya lagi."Iya mau bagaimana lagi Khi, Mas juga bingung. Mas uang dari mana?" jawabku pasrah.Huh ....Mobil melaju dengan kecepatan sedang, lalu berhenti di pom bensin."Khi ada uang 150 ribu ga, buat isi bensin." tanyaku."Adanya 100 Mas, mau?""Iya sudah sini," Rikhi merogoh saku celana belakangnya lalu mengeluarkan dompet."Ini Mas ..." ucapnya seraya menyodorkan uang kertas berwarna biru dua lembar. Lumayanlah, dari pada tidak sama sekali."Itu ... kalau benar si Zeky jual lapt
Masa iya, aku harus meminjam uang pada Astrid. Bukannya dikasih, dia pasti menertawakan hidupku.Benar-benar sial!!Sekar keluar dari kamar, sambil menyeret koper ditangannya. Aku hanya melirik, lalu mengabaikannya. Tidak melihat situasi, suami pulang capek, malah sok cari perhatian."Antar aku pulang," ucapnya ketus saat ada didekatku."Kalau mau minggat besok saja, sekarang sudah malam," sahutku datar."Aku maunya sekarang!" sinis Sekar, sambil memegangi perut buncitnya."Kalau mau sekarang pulang sendiri. Aku capek!" ketusku.Sudah lapar, lelah. Istri tak tahu diri nyari masalah. Bikin kesal. Sungguh! Tidak tahu orang lagi capek, taunya nuntut terus.Suara geluduk bergemuruh, disusul suara kilat yang bersahut-sahutan. Sejak siang cuaca memang tidak menentu, kadang panas kadang mendung. Aku rasa malam ini adalah puncaknya."Mau hujan, kamu tega biarin aku pulang sen
"Mas Setyo payah dalam urusan ranjang, terlalu cepat ejakulasi," sambungnya sambil menatapku dengan senyum penuh arti.Aku cukup terkejut mendengar ucapannya, untuk apa Laras bicara demikian padaku. Bukankah, sebagai istri harusnya dia menutupi aib suaminya?"Mas Ronald kapan resmi bercerai?" Laras menatapku intens sampai aku kikuk dibuatnya."Eh ... mm, sekitar dua minggu lagi," jawabku.Laras semakin melebarkan bibirnya, entah mengapa aku merasa Laras terus memperhatikanku. Tatapannya berbeda, sulit aku artikan."Makasih, Mbak. Ayam bakarnya enak sekali," ucapku sambil menyeka sudut bibir dengan tisu. Laras tersenyum malu, dia menggigit bibirnya sendiri."Oh iya ... Ini ada uang buat beli bensin," Laras membuka satu kancing dasternya, dompet kecil keluar dari dalam."Tidak usah Mbak," tolakku."Tidak apa, rezeki jangan ditolak." ucapnya sambil memajukan badan, seolah ingin menunjukkan isi didalam daster yang sudah dibuka kanc
Mataku terbelalak, aku sampai mengucak mata saat gambar terlihat dengan jelas."Laras ..." gumamku tak percaya.Aku sampai tersedak air liur sendiri, saat melihat gambar yang dikirim olehnya.Laras ... dia mengirim aku fotonya, sedang berpakaian sexy. Asetnya menyebul dengan jelas, membuat hasrat lelakiku meronta melihatnya.Gila!Aku langsung meredupkan layar, tak ingin melihatnya lebih lama lagi."Astaga!" aku memekik saat gawai ditangan bergetar panjang.Laras ... Melakukan panggilan video.Kepalaku celingukan, takut tiba-tiba Sekar datang dan menuduhku yang bukan-bukan. Karna penasaran dan situasi kondusif aku langsung menggeser tombol hijau.Wajah manis Laras terpangpang didalam layar, dia memakai baju yang dia kirimkan padaku."Hai, Mas. Lagi apa?" suaranya begitu lembut, tatapnya begitu menggairahkan."Eh ... Lagi duduk aja," jawabku k
Aku tersenyum kecut mendengarnya. Pantas saja sikapnya manis, rupanya ada udang dibalik batu. Dasar perempuan matre!"Kamu sudah gajian, Ronald?" suara Ibu menggema, langkahnya terdengar semakin dekat. Membuat aku semakin malas, melanyani mereka.Huh ... mereka berdua sama, tidak bisa dengar uang, langsung cepat."Jangan lupa jatah Ibu. Dahulukan Ibumu, baru istrimu. Perlu digaris bawahi, kalian itu numpang dirumah Ibu. Coba kalau nyewa rumah, pasti kalian pusing memikirkan bayarnya. Jadi harus tahu diri," Ibu melirik kearah Sekar.Aku hanya diam, tangan ini sibuk memasukkan nasi kedalam mulut. Sekar pun begitu, dia terlihat malas mendengar ucapan Ibu."Lagi hamil itu yang rajin, jangan cuma tiduran sambil nyekik hape. Kerjaan rumah dikerjain, jangan bisanya mengandalkan saja," cerocos Ibu."Numpang dirumah mertua harus tahu diri, jangan maunya dilayani. Kamu bukan ratu!" Lagi Ibu mencibir.Sekar hanya diam, tak menanggapi. Walau waja
Bibir melengkung sempurna, mata menghangat melihat Naura tertidur pulas disampingku. Naura terlihat lelah, bermain air seharian sepertinya sudah menguras energinya.Perlahan aku membelai rambutnya, menciumi pipi tembamnya dan membacakan ayat suci alquran diubun-ubun kepalanya. Aku tiupkan nafas di kepala, sambil terus membelai rambutnya. Naura sedikit menggeliat, matanya terbuka sedikit lalu memelukku erat. Hatiku menghangat, kembali aku ciumi buah hatiku dengan lembut dan kasih sayang.Aku berharap Naura tidak selalu menanyakan Ayahnya, jujur saja aku belum ingin bertemu dengannya dalam waktu dekat.Pelan aku bangkit dan membetulkan posisi tidurnya, lalu memasang selimut ditubuhnya."Sudah tidur?" wajah Mamah, menyembul dibalik pintu."Sudah, Mah. Kelihatannya Naura capek sekali," balasku sambil meringsut menuruni ranjang lalu berjalan mendekati pintu."Mamah pulang ya," ucap Mamah sambil menutup pintu." Papah mau jemput katanya," sambungny