Share

MEMBALAS MANTAN SUAMI DENGAN KESUKSESAN ANAKKU
MEMBALAS MANTAN SUAMI DENGAN KESUKSESAN ANAKKU
Penulis: Suare Hening

SELAMAT TINGGAL CINTA

Bulir-bulir bening mengalir deras di pipiku, menemani lantunan dzikir dan doa - doa di sepertiga malam ini.

Memohon pada Robb-ku, untuk memberi kekuatan dan petunjuk, agar bisa

membuat keputusan malam ini.

Sebuah keputusan besar, berpisah atau bertahan dengan suamiku.

--------------

Krieeett ....

Pintu kamarku terbuka, kulirik sosok yang 15 tahun sudah menemaniku, dan memberiku dua buah hati, selama ini aku rela mendampingi, bersamanya dalam suka dan duka, dalam kemiskinan dan kelaparan, tapi tidak untuk perselingkuhan.

Ternyata dia tak bisa tidur setelah perdebatan sore tadi denganku.

Setelah aku berkali-kali memergoki perselingkuhannya.

Suamiku sosok yang rupawan, penyabar dan humoris, walau suamiku hanya pegawai biasa dengan gaji pas-pasan tapi tubuhnya yang tinggi atletis juga gagah, membuat tak sedikit wanita yang tebar pesona ingin mendekatinya.

Aku pernah merasa jadi wanita yang paling bahagia saat menikah dengannya, dari sekian banyak kekasih, dia memilihku, gadis yang dijodohkan, pilihan orang tuanya.

Di awal pernikahan aku teramat mencintainya dan aku merasa dia pun mencintaiku, sama seperti yang kurasa.

Di hatiku hanya ada suamiku, aku tak ingin berpaling, selamanya akan setia. aku pun merasa suamiku merasakan hal yang sama, akan setia dan hanya ada aku di hatinya.

Selama 15 tahun ini, aku menerima suamiku dengan segala kekurangan dan kelebihan, walau hidup serba kekurangan. Walau gaji yang diberikan tiap bulan hanya pas pasan untuk makan sederhana, sementara untuk kebutuhan rumah, aku masih membantu berjualan makanan di desa, yang aku jual secara online.

Bahkan untuk beli baju baru saja harus 1 tahun sekali saat lebaran.

Tapi kini tampilan suamiku tak lusuh lagi, baju, sandal, sepatunya bagus-bagus dan baru, dompetnya juga berisi puluhan lembaran merah bergambar mawar, ponsel juga baru, ternyata dibelikan oleh wanitanya khusus untuk berkomunikasi.

Pernah suamiku memberiku uang, yang ternyata pemberian dari wanita itu, lalu aku remas dan kubuang, aku tak sudi di nafkahi dari uang haram hasil menemani tidur selingkuhan kaya rayanya.

AKu lipat mukena dan sajadahku, lalu kuhampiri suamiku.

"Bang, kita bicara baik-baik ya, tampa emosi, malu kalau didengar anak-anak dan tetangga," kataku, karena bila aku pakai emosi suamiku akan langsung pergi, masalah tak akan selesai.

Suamiku tak menjawab, tapi tetap diam di posisi duduknya di samping ranjang.

"Abang, aku nggak kuat lagi, rumah tangga kita sudah nggak sehat, setiap hari kita seperti orang asing, yang saling membenci, sepertinya yang terbaik kita berpisah," lanjutku.

Semenit...

dua menit...

aku menunggu jawaban suamiku.

Hanya helaan napas yang kudengar.

Aku tetap diam

"Kamu yakin ingin pisah?" tanya dia.

"Aku yakin, justru Abang yang sudah yakin berpisah denganku? Wanita itu istri orang, Abang suami orang, tapi kalian tak merasa malu, bersalah dan berdosa, sudah berzina dan selingkuh di belakang pasangan sah kalian?" tanyaku dengan menahan sesak di dada.

"Apa Abang nggak takut kalau hanya di bohongi? Hanya sebagai pelampiasan? Dia saja bisa mengkhianati suaminya yang sekarang memberi harta melimpah saat ini, apa mungkin dia mau menerima Abang yang hanya pegawai biasa? Apa dia mau hidup susah dengan kamu?" tanyaku beruntun.

Tiba- tiba suamiku berdiri dan membentakku.

"Jangan sok tahu kamu, kamu nggak tau apa-apa, dia mencintaiku luar biasa, dia sudah menyiapkan modal untuk menikah denganku juga buka usaha bersama nanti," ujarnya.

Air mataku akhirnya lolos begitu saja tampa permisi, lelaki yang pernah memandangku penuh cinta, yang membuatku selalu jatuh cinta, kini menatapku dengan kebencian, aku tak mampu menahan gelombang rasa di dada yang terasa menghentak, lalu kutarik napas dalam-dalam untuk tetap tenang, walau bibir dan tubuhku bergetar menahan sakit hati tak terkira.

Pengorbananku selama ini tak berarti baginya.

"Baik, dia mencintai Abang luar biasa ya? Tidak sepertiku ya?" lirihku sambil menganggukkan kepala dan mengusap air mata yang terus mengalir.

"Lalu apa rencana Abang dan dia selanjutnya, segera lah menikah, jangan terus terusan berzina," lanjutku.

"Sedang diurus perceraiannya," jawab suamiku

"Owh ... Abang percaya ucapannya?" tanyaku lagi.

"Percaya sekali," jawabnya tegas.

kuhirup udara dengan rakus dan kuembuskan dengan kasar, luka ini makin menganga dan berdarah.

"Baiklah, berarti kita memang harus berpisah, secepatnya aku segera proses ke pengadilan, pengajuan cerai, agar wanita itu, saat sudah menjadi janda tak perlu menunggu kamu lama menjadi duda," jelasku, dengan bibir bergetar menahan emosi dan sakit hati yang luar biasa.

"Silahkan Abang keluar dari rumah ini, ikuti wanita pilihanmu, yang lebih kau cintai dan membuat hidupmu nyaman, ini rumah orang tuaku, untuk anak-anak biarkan mereka memilih, jangan paksa untuk memilih, tetap jaga perasaan mereka, bila kau benci, cukup benci aku jangan anak-anak, jangan libatkan mereka dalam masalah kita," jelasku walau tak sanggup lagi bicara, kurasakan oksigen di dadaku makin menipis, terasa makin sesak.

"Pergilah ... Kau bukan lagi suamiku," lanjutku.

Suamiku terdiam, aku melihatnya menghela dan menghembuskan napas dengan kasar.

"Lalu kau dan anak-anak bagaimana, bagaimana kalian makan dan hidup nanti," tanyanya.

Aku tertawa sinis.

"Hei .. ! Jangan pikirkan kami, bukankah selama ini kau biarkan kami kelaparan, selama ini aku mencari makan sendiri untukku dan anak anak dengan cara berjualan makanan, sementara kau makan kenyang di rumah Ibu dan selingkuhanmu," jelasku mulai meradang.

"Pergi ... Pergi kamu ... Cepat pergi!" teriakku, mulai tak mampu mengontrol emosi.

Suamiku mundur perlahan-lahan, kulihat ada gurat kesedihan juga di wajahnya, akhirnya dia membalikkan badannya dan keluar dari rumah ini.

Aku berjalan mengikuti dari belakang, memandangi punggungnya dari pintu depan, ada yang terasa mengiris dan meremas remas isi hatiku.

Ingin aku berlari dan memeluk punggung suamiku dari belakang, sosok yang amat kucintai, kurindukan hadirnya, senyumnya, canda tawanya.

Ingin rasanya aku ingin berteriak memanggil, memohon dia untuk kembali, untuk jangan pergi, tetaplah di sini, temani hari hariku, aku tak mampu hidup sendirian tanpa belahan jiwaku.

Aku hanya butuh pengakuanmu saja wahai suami tercintaku, kalau kau sudah selingkuh, lalu meminta maaf dan berjanji takkan mengulangi lagi, tetap kita jaga rumah tangga yang tak sebentar ini, bersama mendampingi anak-anak kita tumbuh besar dan mandiri, melihatnya berhasil dan sukses hingga kita menua bersama nanti.

Namun dirimu tak mengerti dan tetap pergi.

Tubuhku tak kuasa bergerak, luruh kelantai bagai tak bertulang, aku menangis sesenggukan hingga lelah jiwa dan ragaku.

Selamat tinggal cintaku.

Selamat tinggal belahan jiwaku.

Aku hanya berharap pada waktu.

Semoga segara pulihkan Lukaku.

Setelah ini, apa yang aku lakukan dengan predikat baruku sebagai janda? Bagaimana nasih kedua anakku yang masih sekolah?

Ya Tuhan, tolong aku.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Oxel Ghaisanara
hmmmmm seperti aku sedang ada didalamnya ,, lagi lagi the power of pelakor ya
goodnovel comment avatar
Viala La
nggak kuat bacanya, sad
goodnovel comment avatar
Saraswati_5
baru bab 1 tapi udah nyesek.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status