Share

Part 6

Satu bulan kemudian....

Setelah mengetahui Fauzan mulai bermain api di belakangnya, Aretha lantas tidak langsung mencecar atau menyudutkan Fauzan dengan tuduhan perselingkuhan. Namun, Aretha sengaja membiarkan Fauzan melangkah bebas ke mana pun ia mau.

"Bagaimana?"

"Sudah, semuanya sudah diurus sama saudara suamiku, jadi kapan pun kamu siap tinggal di PT, kamu tinggal pindah saja," sahut Lina seraya tersenyum sedih. Lina sedih karena sahabatnya ini akan pergi jauh ke belahan dunia yang lain.

"Terima kasih ya, terutama untuk Vano." Aretha yang tidak kuat membayangkan akan meninggalkan anaknya, ia langsung menangis ketika menyebut nama Vano.

"Sudah, sabar ... jangan nangis, aku nanti juga ikutan nangis lho. Pokoknya kamu yang tenang aja, aku pasti akan bantu jaga Vano seperti anakku sendiri, dan kamu juga tidak perlu khawatir soal kebutuhan Vano, karena kami akan selalu siap memenuhi segala kebutuhannya, pokoknya kamu cukup fokus bekerja saja."

Aretha yang mempunyai rencana untuk menjadi TKW di Taiwan, ia pun berniat memondokkan Vano di pondok pesantren milik saudaranya Lina, dan karena anak mereka berdua satu angkatan, jadi Lina juga ikut memasukkan anaknya ke pondok pesantren milik saudaranya agar anaknya juga bisa menemani Vano, agar Vano tidak merasa sendirian.

Mondok di usia anak yang baru memasuki SD memang tidak mudah, maka dari itu Aretha sedikit keberatan memasukkan Vano ke pondok, sebab anak seusia Vano terbilang masih manja dengan orang tuanya.

Akan tetapi, Aretha akan lebih rela jika Vano masuk pondok pesantren daripada membiarkan Vano tinggal dengan ayah beserta keluarganya yang malah sering tidak mempedulikan Vano, dan Aretha nantinya pasti juga malah akan kepikiran jika meninggalkan Vano bersama mereka.

Setelah membahas hal tersebut, Lina pamit pulang karena dia memiliki acara penting lainnnya. Kini tinggallah Aretha sendiri yang harus menghadapi para keluarga dan orang terdekat suaminya.

"Retha, cepat suguhkan es buahnya, kamu nggak lihat ya kalau di mangkok sudah habis!" teriak Yuni yang memancing atensi para tamu untuk ikut memperhatikan Aretha yang sedang mengelap piring.

Tanpa menyahut, Aretha pun langsung mengambil stok es buah yang berada di termos es besar. Lalu kemudian dengan kesusahan Aretha berjalan dari dapur hingga ke depan, yaitu ke tenda acara aqiqahan anaknya Nina.

"Eh, inikan istrinya Fauzan, kenapa dia jadi jelek banget ya sekarang? Mana gemuk lagi," bisik salah satu keluarga jauh Fauzan.

"Iya, inikan acara keluarga mereka, kenapa istrinya nggak sedikit dandan gitu? jadikan biar terlihat enak dipandang mata, kalau kayak gini kasihan ya, dia sudah mirip dengan pembantu."

Semua orang sontak mengangguk membenarkan perkataan orang tersebut. Sedangkan Aretha hanya diam saja ketika mendengar hal ini, sebab dia sudah terbiasa mendengar hinaan seperti ini.

Lalu tidak lama kemudian sebagian para tetangga yang berada dekat dengan keluarga Fauzan, mereka semua langsung ikut nimbrung ketika mendengar orang-orang mulai bergosip tentang Aretha.

"Iya lho, Bu-ibu. Kami saja sampai sepet lihat dia setiap hari kayak gitu, seharusnya kan jadi istri pinter-pinter rawat diri ya, dia mah enggak."

"Anaknya juga terlihat tidak terurus, tuh lihat aja anaknya, beda banget dengan anak-anak kita, kalau bahasa di kita mah rembes, kayak nggak pernah mandi gitu."

"Iya-ya, kucel banget anaknya, ih kok bisa Fauzan tahan dengan mereka."

Sepanas apapun yang mereka bicarakan, Aretha tetap bisa mengontrol emosinya, karena tujuannya hari ini bukan untuk meladeni hinaan mereka, akan tetapi Aretha sudah memiliki tujuan yang lain, dan ia akan membongkarnya nanti.

Namun, belum sempat Aretha pergi dari tempat itu, tiba-tiba saja Vano berlari kencang menghampirinya.

"Ibu, ... Ibu, ...."

Sedangkan dari arah belakang, terlihat Fauzan yang berlari mengikuti anaknya sambil memanggil Vano dengan wajah yang panik.

"Vano, ... Vano, ... tunggu penjelasan Ayah sebentar, Nak!"

Aretha semakin memicingkan matanya ketika melihat sosok Nila yang ternyata ada di belakang Fauzan, berarti Vano pasti habis melihat sesuatu hingga mereka berdua mengejar Vano seperti ini.

Dengan cepat Aretha segera menangkap tubuh Vano, lalu kemudian ia segera berjongkok menghadap Vano. "Ada apa, Van?"

"Bu, tadi-- tadi Vano lihat Ayah sedang mencium pipi Tante itu, Bu. Bu, Ayah jahat!" pekik Vano lantang. Vano yang sudah diajarkan batasan kontak fisik dengan orang lain, dia jelas mengerti kalau Ayahnya sudah melakukan hal buruk, dan yang pasti sudah menyakiti hati ibunya, jadi ia segera melaporkan ini pada Aretha.

"Retha, jangan kamu percaya kata-kata Vano, ya? Dia salah lihat!"

"Tidak, Vano tidak salah lihat!"

"Vano. Vano pergi ke kamar dulu ya, Nak. Nanti Ibu nyusul." Dengan patuh Vano langsung menuruti perkataan Aretha, setelah melihat kepergian Vano, Aretha kemudian mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya.

"Aku jelas mempercayai perkataan Vano, karena aku sendiri memiliki bukti atas kebejatan mu, Mas!" Aretha melemparkan beberapa foto dan juga bukti chat perselingkuhan suaminya di depan orang banyak.

Semua orang langsung mengambil bukti-bukti tersebut, dan mereka mulai berbisik-bisik melihat kejadian ini.

Sedangkan Fauzan dan keluarganya sontak panik melihat ini, begitu juga dengan Nila yang wajahnya langsung memerah karena malu.

Yuni yang malu pada para tamu undangan, namun ia lebih tidak terima jika anaknya dipermalukan seperti ini oleh Aretha, maka ia bergegas maju dan mengatakan, "Hei, Fauzan selingkuh itu gara-gara kamu sendiri yang tidak bisa merawat diri, jadi jangan salahkan Fauzan jika ia memilih selingkuh dengan Nila, karena Nila seratus persen lebih cantik darimu!"

"Huh, hanya karena fisik Ibu membenarkan putranya berselingkuh! Padahal anakmu sendirilah yang terlalu pelit membiayai istrinya untuk merawat diri, bahkan hanya untuk membeli bedak saja aku harus menunggu satu tahun sekali, apalagi uang buat ke salon? Mana ada?"

"Hah, itu hanya karena kamunya saja yang nggak bisa ngatur uang, padahal aku sudah kasih --"

"Lima ratus ribu! Lima ratus ribu perbulan kamu kira itu cukup? Uang itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur! Bahkan anakmu saja harus mengalah untuk tidak jajan setiap hari karena kepelitanmu itu, aku dan anakmu juga harus rela mendengar hinaan tetangga dan keluargamu karena penampilan kita yang jauh dari kata pantas. Aku pun juga sudah rela selalu mengalah dengan keluargamu. Tapi, apa yang malah kamu berikan padaku? Kamu malah menyelingkuhi ku, Mas! Kamu merendahkan martabat istrimu demi pelakor seperti dia!"

Aretha menunjuk Nila dengan penuh emosi, yang membuat Nila semakin malu hingga bersembunyi di balik punggung Fauzan.

Melihat hal itu, Aretha menjadi semakin jijik, namun tidak dengan para tamu undangan yang hanya diam saja melihat kesalahan besar seperti ini.

Aretha kemudian tersenyum sinis melihat orang-orang di sekelilingnya, ia tidak menyangka jika semua orang yang ada di sini telah buta hati nuraninya, mereka bukannya membela Aretha dan menyalahkan perbuatan Fauzan beserta keluarganya, akan tetapi mereka diam layaknya membenarkan perbuatan ini.

Aretha benar-benar merasa kecewa dan terhina!

"Kalau begitu ceraikan aku sekarang, karena aku sudah tidak sudi lagi menjadi istrimu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status