ホーム / Romansa / MENANTI KEPASTIAN / BAB1 MENUNGGU KEPASTIAN

共有

MENANTI KEPASTIAN
MENANTI KEPASTIAN
作者: Dwi Ayu Asri Bahari

BAB1 MENUNGGU KEPASTIAN

last update 最終更新日: 2021-10-06 04:46:00

Meminta Kepastian

Prolog ...

"Kita sudah 11 tahun pacaran secara diam-diam (backstreet). Sampai kapan kamu mau seperti ini? Aku sudah berhasrat ingin menikah. Aku ingin kamu jadi kekasih hidupku. Boleh aku temui orangtuamu sekarang? Selalu begitu ... tiap kali aku minta kepastian kamu selalu diam membisu. Waktu terus berputar. Sekarang usiaku sudah 26 tahun. Orangtuaku selalu bertanya "kapan nikah?" mereka sudah tidak sabar ingin menimang cucu."

***

Di suatu taman. Ada sepasang kekasih yang duduk berdua di bangku taman. Di payungi pohon-pohon rindang. Serta tiupan angin yang berhembus menerbangkan dedauanan yang berjatuhan. Gerimis pun datang. Seperti tahu suasana hati mereka yang sedang pilu. Hari ini, Tomi akan meminta kepastian dari wanita yang ia pacari selama belasan tahun ini.

Meminta kepastian. Ini bukan pertama kalinya. Mungkin sudah ribuan kali. Bahkan tak terhingga. Tomi lelaki yang sabar dan sangat setia. Tapi ia bukan terlahir dari keluarga yang kaya. Juga bukan sarjana seperti Tiara, sang kekasih hatinya. Karena itu Tiara memintanya untuk menjalin hubungan secara diam-diam. Karena Tiara tahu orang tuanya pasti tidak akan merestui hubungan mereka. 

"Kalian tidak sederajat!!!"

Kalimat itu selalu terngiang di telinga Tiara. Itu kata-kata yang diucapkan oleh ibu Tiara. Sa'at ibunya murka karena tahu anak gadisnya diam-diam menjalin hubungan dengan lelaki biasa. 

Tomi sudah menduga dari awal. Tapi rasa sayangnya yang tulus pada Tiara membuatnya terus bertahan.

Tomi bertanya pada tiara dengan nada yang serius tidak seperti hari-hari sebelumnya.

"Aku butuh kepastian. Kamu serius ngga sama aku? mau nikah ngga sama aku?"

"Ia tentu saja aku serius. Aku mau kok nikah sama kamu," jawab Tiara datar sama seperti hari-hari lalu.

"Oke ... kalau gitu besok ijinkan aku main kerumah kamu!" Tomi meminta ijin karena 11 tahun ini selalu saja Tiara melarangnya untuk menginjakkan kaki kerumahnya.

"Haduh ... jangan sekarang. Orang tuaku pasti tanya yang ngga-ngga. Aku ngga mau kamu sakit hati. Nanti yah kalau kamu sudah mapan," sama seperti hari-hari sebelumnya, Tiara selalu takut dan melarang Tomi kerumah menemui orangtuanya.

"Aku sudah berusaha sabar belasan tahun ini. Menuruti semua keinginan kamu. Mengerti keadaan kamu. Mengerti perasaan kamu. Mengerti apa yang kamu mau. Aku mohon. Sekali saja, kamu tolong mengerti perasaanku. Kamu mungkin tidak tahu. Bahkan tidak sadar. Kalau banyak cacian yang menerpaku dan keluargaku. Belasan tahun kita menjalin hubungan, Tapi belum juga menikah. Ma'af!!!  kali ini aku harus tegas. Aku tidak bisa lagi seperti kemarin, yang selalu pasrah dan menuruti semua permainan kehidupan seperti yang kamu mau. Kalau hari ini kamu tidak memberi kepastian. Aku mundur. Bukan karena tidak sayang. Karena orangtuaku sudah sepuh dan ingin segera menimang cucu. Umur mana tahu. Aku tidak ingin menyesal dikemudian hari. Tidak ingin melihat orangtuaku pergi untuk selamanya sebelum memiliki cucu," Tomi mengeluh panjang lebar, berharap Tiara mengerti keadaanya.

Tiara seketika mengeluarkan air mata. Suara tangisannya yang terisak, disambut mesra oleh hujan yang sangat deras. Suara petir sesekali menyambar. Namun tidak membuatnya takut. Karena kenyataan hidup Tiara lebih menakutkan dibanding suara petir. Tiara berfikir sangat dalam. Logikanya terus bermain. Rasanya mereka tidak mungkin bersatu. Ia sangat tahu watak keras ayah dan ibunya. Sampaikapan pun pasti mereka tidak akan mendapat restu.

***

Tiara masih membisu. Tomi hanya bisa memberi waktu. Sebulan. Tomi akan bersabar kembali menunggu kepastian itu. Sementara Tiara hanya bisa pasrah. Bagai buah si malakama. Ia sangat dilema. Harus memilih orangtua atau kekasih hatinya. 

Mereka pulang. Menembus hujan deras. Membiarkan air yang jatuh dari langit itu membasahi tubuh mereka. Basah kuyup. Dingin. Sakit seperti menusuk tulang. Namun mereka berdua hanya bisa melamun. Berharap ini mimpi buruk dan mereka berharap bisa cepat terbangun.

Diatas motor butut milik Tomi. Tiara memeluk erat. Seperti tidak ingin kehilangan. Ia hanya diberi waktu satu bulan untuk memberi kepastian. Pilih Tomi atau orang tua? hanya kata-kata itu yang menari-nari dioataknya, dibenaknya, dipikirannya, dihidupnya. Tiara berharap masa-masa sulit ini akan segera terlewati. 

Tidak terasa sudah sampai didepan gank, menuju arah rumah Tiara. Tomi sengaja menurunkannya disini. Karena itu permintaan Tiara sebelas tahun ini. Tomi hanya boleh mengantar dan menjemput Tiara di gank ini. Tiara tidak mau kalau Tomi mampir kerumahnya. Alasannya sama. Karena takut ia dicaci maki oleh orangtuanya. ia takut Tomi sakit hati dan akhirnya meninggalkan Tiara.

Padahal berulang kali Tomi meyakinkan. Bahwa dirinya tidak akan ambil hati dan tidak akan pergi meninggalkannya. Tetap saja Tiara kekeh pada prinsipnya. Ia hanya ingin menjalin hubungan secara diam-diam. Backstreet. Karena ia lebih nyaman sperti itu. Memang egois. Tapi ia nyaman.

"Makasih yah sudah antar. Aku pulang. Kamu juga hati-hati dijalan. Jangan ngebut karena jalanan licin dan masih hujan deras! aku mencintaimu," ucap Tiara pada kekasihnya.

Tomi hanya manggut. Sedetik kemudian motor bututnya melaju pergi meninggalkan Tiara. 

***

Tiara adalah cinta pertama dan pacar pertama bagi Tomi. Mereka dipertemukan Tuhan sa'at masih menggunakan seragam putih merah. Tepat diruang pendaftaran sekolah menengah pertama. Sa'at itu orang tua mereka sedang sibuk mendaftarkan anak-anaknya. Sementara Tiara dan Tomi duduk diruang tunggu. Mereka berkenalan. Tersenyum satu sama lain. Dan mulai akrab.

"Perkenalkan ... nama aku Tomi. Aku baru lulus dari SDN 3. Nama kamu siapa?"

"Namaku Tiara. Aku dari SDN 1."

Tomi yang masih ingusan itu, langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tentu saja. Tiara yang memiliki paras imut dan putih. Serta matanya yang sipit kecil seperti artis korea. Mampu membuat Tomi jatuh cinta pada pandangan pertama.

Mereka berdua berbincang seru. Satu sama lain saling bertanya. Seputar keluarga. Rupanya Tiara adalah anak semata wayang. Penampilannya yang mewah, terlihat dari tas, sepatu, jam tangan dan aksesoris branded yang dikenakannya. Dia orang kaya!!!

Keseruan perbincangan mereka terpotong. Ibu Tiara menarik tangan kanannya dan berkata,

"Ayo pulang!!! jangan bergaul dengan orang miskin. Setelah aktif pembelajaran. Kamu harus pandai-pandai memilih teman yah!"

Memang benar. Baju yang dikenakan Tomi sangat lusu, seperti baju bekas. Pantas saja ibu Tiara langsung mengklaim kalau Tomi orang miskin. Tiara sangat tidak enak hati pada Tomi atas ucapan ibunya. Dia langsung meminta ma'af dan pamit pulang.

Satu hari kemudian. Sa'at Tomi melihat papan informasi. Matanya terbelalak. Melihat namanya dan nama Tiara berurutan. 

Takdir begitu indah. Tidak disangka Tuhan menakdirkan mereka dalam satu kelas. Tomi merasa sangat bahagia. Itu artinya ia bisa setiap hari memandangi wajah imut Tiara. 

Disinilah kisah cinta pertama Tomi dimulai. Semakin hari bocah ingusan ini, malah makin jatuh cinta pada Tiara.

***

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • MENANTI KEPASTIAN   TAMAT

    Rangga ingin sekali mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari Rara, karena Rangga tahu kalau Rara adalah gadis yang baik. Baginya, Rara adalah gadis spesial beda dari gadis-gadis lainnya. Rara gadis yang sopan terutama dalam perpakaian, sangat sederhana. Tidak seperti Lita, mantan kekasihnya dulu, selalu saja tampil seksi di depan umum. Di kampus, Rangga menjadi cowok populer karena ketampanannya dan ketahirannya. Banyak mahasiswi jatuh hati pada dirinya, tapi tidak dengan Rara. Rara sepertinya tidak jatuh hati pada Rangga. Sekata pun bahkan Rangga tidak pernah mendengar Rara memuji kepopulerannya. Bagi Rara, Rangga biasa saja. Ini yang membuat Rangga jatuh cinta padanya, Rara begitu cuek bahkan tidak peduli kalau Rangga menjadi orang nomor satu di kampus. Setelah pertengkaran itu, Rara pergi meninggalkan Rangga sendiri di depan gedung administrasi. Rasa benci Rara semakin menjadi-jadi karena tahu kalau Rangga benar-benar tidak punya hati, seenaknya saja menuduh Rara s

  • MENANTI KEPASTIAN   Perjuangan

    Dini pergi meninggalkan Rara dan Rara mulai berjalan kaki menuju cafe di sebrang jalan yang sedang membutuhkan pelayan. Rara berharap akan mendapatkan hasil yang baik kali ini.Setelah sampai di depan cafe, Rara membaca papan pengumuman di depan pintu cafe yang bertuliskan "Dibutuhkan!!! pelayan wanita". Pikirnya ternyata Dini benar memang ada lowongan kerja di cafe ini. Melihat gerak gerik Rara yang mencurigakan akhirnya pemilik cafe keluar dan menegur Rara."Permisi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Ibu paruh baya dengan setelah baju tuniknya."Maaf mengganggu bu, sebetulnya saya sedang butuh pekerjaan," jawab Rara sopan."Kebetulan sekali, saya sedang mencari pelayan wanita kalau kamu mau, kamu bisa kerja membantu saya di cafe ini.""Tentu saja bu, saya mau," jawab Rara penuh semangat dan senyum bahagia."Perkenalkan Saya Anisa, Saya pemilik cafe ini. Mulai besok kamu boleh bekerja," kata Ibu Anisa sambil menjabat tangan Rara."Say

  • MENANTI KEPASTIAN   Karyaku

    "Stop Pak!" kata Rara menyuruh supir angkutan umum untuk menurunkannya di depan kampus negeri. Rara turun dari angkutan umum dan memberikan ongkos kepada supir. Kemudian Rara berlari menuju ruang ujian seleksi penerima beasiswa di kampus negeri. Macetnya jalanan membuat dirinya terlambat datang, sehingga dia harus berlari dan terburu-buru menuju ruang ujian. Saat sampai parkiran kampus, Rara tidak sengaja menabrak cowok sombong dan emosional sehingga terjadi keributan. BRAK!!! "Kamu buta yah?! kalau jalan lihat-lihat dong!" teriak cowok emosional itu. "Maaf kak, saya sedang terburu-buru karena ingin ikut ujian," jawab Rara. "Oh ujian beasiswa bidik misi khusus untuk orang miskin itu? haha dasar gembel yah kamu! Pantas sih kelihatan dari pakaian yang kamu kenakan, kumuh!" ucapnya sambil tertawa terbahak meledek penampilan Rara. Rara kesal sekali dengan perlakuan cowok tengil itu. Rara berjanji di dalam hati untuk tidak akan memaafkannya

  • MENANTI KEPASTIAN   Nikah

    Sekuat apapun Dini menyembunyikan. Akhirnya orantuanya tahu juga kalau tentang keberadaan Candra. Sejak Candra kerja di sini, Dini merasa hidupnya jadi penuh mata-mata. Karena setiap Dini jalan dengan Candra pasti saja orangtua nya tahu.Waktu itu misalnya. Orangtua Dini tidak sengaja mampir ke tempat les dan ternyata motor Dini tidak ada. Sejak saat itu orangtuanya selalu curiga dan menyuruh orang-orang kepercayaannya unutk memata-matai anak gadisnya itu.Dini benar-benar merasa risih. Bahkan orangtuanya lupa kalau umur anaknya sudah 26 tahun. Masih saja seperti anak kecil selalu dikekang.Akhirnya saat liburan sekolah tiba. Dini memutuskan untuk pergi dari rumah mencari kebebasan. Dia menuliskan surat di secarik kertas yang bertuliskan,"Maaf yah Mamih Papih. Aku benar-benar sudah tidak sanggup dikekang seperti ini. Tidak apa kalau kalian tidak akan menganggapku anak lagi. Aku akan pergi. Dan jangan pernah salahkan Candra karena dia pun tidak akan tahu

  • MENANTI KEPASTIAN   Pengalaman

    Beda sekolah beda cerita. Di sekolah SMK swasta Dini terkenal paling sukses karirnya. Karena hanya dia yang nyabang di tiga sekolah dan beberapa bulan lalu, dia mendapat tawaran mengajar les bahasa inggris di suatu lembaga. Tentu saja Dini terima.Semua guru melihat Dini selalu banyak penghasilannya. Apalagi ngajar di tempat les honor selalu cair tiap bulan, tidak seperti di sekolah yang cairnya tiga bulan sekali. Mengandalkan dana bos.Waktu awal gajihan pun Dini sempat nangis, karena Di MA hanya dapat upah enam puluh ribu rupiah sebulan dan itu cairnya lama sekali."Mih sedih banget, Dini kuliah mahal-mahal masa honornya segini. Untuk bensin saja mana cukup belum lagi untuk jajan dan beli make up," keluh Dini sambil memamerkan tiga amplop honor dari berbagai sekolah."Dari MA dapet enam puluh ribu, dari SMP dapet seratus lima puluh ribu, dan dari SMK seratus dua puluh ribu," ucap Mamih sambil menghitung hasil kerja keras anaknya.Jelas saja Dini

  • MENANTI KEPASTIAN   Tidak mendukung

    Entahlah. Orangtuanya sangat tidak mendukung bakat menulis Dini. Katanya, untuk apa menulis seperti orang yang tidak punya masadepan. Dan selalu marah kalau Dini membaca novel. Katanya tidak penting, tidak berkualitas. Lebih baik baca berita.Orangtuanya hanya ingin Dini selalu patuh terhadap semua keputusan mereka. Sedikitpun Dini tidak pernah dikasih kebebasan untuk memilih apa yang dia suka.Hidupnya benar-benar terkekang. Hal apapun yang disukai Dini selalu salah dan tidak pernah didukung. Hati kecilnya selalu berteriak. Ingin menjadi penulis hebat dan karyanya akan ada ditoko buku ini, bahkan di toko buku sedunia.Selama satu jam setengah Dini mematikan ponselnya agar tidak dihubungi Aldi dan dia fokus membaca novel-novel kesukaannya."Rasanya aku ingin mengoleksi semua novel-novel yang aku suka dan aku akan membuat perpustakaan mini dirumah pribadiku nanti. Semoga Candra bisa membantuku untuk mewujudkan semua impianku kelak," rintih Dini pada diriny

  • MENANTI KEPASTIAN   Nurut

    Beruntungnya Dini, karena memiliki orangtua yang sangat peduli terhadapnya. Baru sehari dia jadi pengangguran, dia langsung dapat kerjaan baru. Mother tidak sengaja keceplosan bilang kalau jadi guru honor harus pake uang pelicin. Jadilah Papih meminta Dini untuk menemui kepala sekolah yang bisa bantu Dini untuk menjadi seorang guru honorer."Ayo siap-siap Din, Papih mau ketemu kepala sekolahnya!" perintahnya."Ngga usah Pih, lagian kita kerja itu untuk cari uang, bukan malah buang-buang uang Pih. Sayang uangnya kalau untuk nyogok Pih.""Ngga apa-apa, yang penting kamu bisa jadi guru!"Dini tidak bisa berbuat apa-apa, jadi dia menurut saja, seperti biasanya. Setelah Dini selesai menyiapkan berkas-berkas lamaran, Dini dan Papihnya menuju sekolah yang dituju untuk melamar.Setelah sampai sekolah ternyata Ibu Kepsek tidak ada, jadi Dini meminta nomor ponselnya pada security sekolah dan menghubunginya."Asslamaualaikum bu. Saya Dini bu mahasiswi

  • MENANTI KEPASTIAN   Resign

    Dini menghela nafas panjang, dia yakin dia bisa melewati ujian demi ujian dalam hidupnya. Hampir saja dia ingin berhenti kerja gara-gara tidak nyaman. Tapi sebentar lagi akan gajian, jadi dia tidak ingin kerja kerasnya sia-sia hanya gara-gara gosip-gosip murahan.Gosip Dini sebagai wanita penggoda HRD pun menyebar ke seluruh penjuru gedung-gedung pabrik. Dini seperti artis yang sedang viral. Tiap dirinya berjalan kaki seorang diri, pasti siapapun yang melihatnya mencibir dan mengata-ngatainya."Oh jadi dia cewek yang sok cantik, yang menggoda HRD biar bisa naik jabatan? haha," ledek Ani karyawati pabrik bagian gudang.Semua teman-teman Ani pun tertawa sinis meledek Dini, Tapi Dini tidak peduli dan menganggapnya angin lalu saja.Di tengah kesendiriannya, Dini mulai menulis lagi. Dia ingin sekali menjadi penulis terkenal. Namun orangtuanya tidak pernah mendukungnya. Hanya Candra yang selalu mengerti bakat dan minat Dini. Candra bilang, buat saja dulu novel

  • MENANTI KEPASTIAN   Pasrah

    Pikiran Rangga mulai liar. Dia berniat untuk melampiaskan hasratnya pada Caca, mumpung dia seorang diri di kosan. Kebetulan cuaca sedang hujan saat itu. Jadi Rangga meminta ijin untuk berteduh sebentar di kosannya."Haduh hujan!!! Ca aku numpang neduh dulu ya disini, bolehkan?""Boleh banget dong. Yuk masuk!" sambut Caca penuh kebahagiaan."Kamu ngekos sama siapa disini?""Sendiri.""Udah laha?""Baru 2 minggu lalu. Sejak aku pindah kerja kesini, jadi aku ngekos. Dulukan aku kerja di pabrik kaos kaki Bandung."Hujan bertambah besar. Rangga makin senang, dengan begitu dia bisa berlama-lama bersama Caca. Caca sibuk mempersiapkan minum dan mengambilkan beberapa cemilan untuk Rangga.Kosan Caca hanya ada satu kamar, Jadi Caca tidur dan masak disatu tempat. Hanya ada satu toilet mini berukuran 1 meter di kamar kosannya. Kosannya lumayan bebas, di pinggir jalan.Di dalam ruangan hanya ada satu kasur busa kecil berukuran 120cm

無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status