Share

MENANTI KEPASTIAN
MENANTI KEPASTIAN
Penulis: Dwi Ayu Asri Bahari

BAB1 MENUNGGU KEPASTIAN

Meminta Kepastian

Prolog ...

"Kita sudah 11 tahun pacaran secara diam-diam (backstreet). Sampai kapan kamu mau seperti ini? Aku sudah berhasrat ingin menikah. Aku ingin kamu jadi kekasih hidupku. Boleh aku temui orangtuamu sekarang? Selalu begitu ... tiap kali aku minta kepastian kamu selalu diam membisu. Waktu terus berputar. Sekarang usiaku sudah 26 tahun. Orangtuaku selalu bertanya "kapan nikah?" mereka sudah tidak sabar ingin menimang cucu."

***

Di suatu taman. Ada sepasang kekasih yang duduk berdua di bangku taman. Di payungi pohon-pohon rindang. Serta tiupan angin yang berhembus menerbangkan dedauanan yang berjatuhan. Gerimis pun datang. Seperti tahu suasana hati mereka yang sedang pilu. Hari ini, Tomi akan meminta kepastian dari wanita yang ia pacari selama belasan tahun ini.

Meminta kepastian. Ini bukan pertama kalinya. Mungkin sudah ribuan kali. Bahkan tak terhingga. Tomi lelaki yang sabar dan sangat setia. Tapi ia bukan terlahir dari keluarga yang kaya. Juga bukan sarjana seperti Tiara, sang kekasih hatinya. Karena itu Tiara memintanya untuk menjalin hubungan secara diam-diam. Karena Tiara tahu orang tuanya pasti tidak akan merestui hubungan mereka. 

"Kalian tidak sederajat!!!"

Kalimat itu selalu terngiang di telinga Tiara. Itu kata-kata yang diucapkan oleh ibu Tiara. Sa'at ibunya murka karena tahu anak gadisnya diam-diam menjalin hubungan dengan lelaki biasa. 

Tomi sudah menduga dari awal. Tapi rasa sayangnya yang tulus pada Tiara membuatnya terus bertahan.

Tomi bertanya pada tiara dengan nada yang serius tidak seperti hari-hari sebelumnya.

"Aku butuh kepastian. Kamu serius ngga sama aku? mau nikah ngga sama aku?"

"Ia tentu saja aku serius. Aku mau kok nikah sama kamu," jawab Tiara datar sama seperti hari-hari lalu.

"Oke ... kalau gitu besok ijinkan aku main kerumah kamu!" Tomi meminta ijin karena 11 tahun ini selalu saja Tiara melarangnya untuk menginjakkan kaki kerumahnya.

"Haduh ... jangan sekarang. Orang tuaku pasti tanya yang ngga-ngga. Aku ngga mau kamu sakit hati. Nanti yah kalau kamu sudah mapan," sama seperti hari-hari sebelumnya, Tiara selalu takut dan melarang Tomi kerumah menemui orangtuanya.

"Aku sudah berusaha sabar belasan tahun ini. Menuruti semua keinginan kamu. Mengerti keadaan kamu. Mengerti perasaan kamu. Mengerti apa yang kamu mau. Aku mohon. Sekali saja, kamu tolong mengerti perasaanku. Kamu mungkin tidak tahu. Bahkan tidak sadar. Kalau banyak cacian yang menerpaku dan keluargaku. Belasan tahun kita menjalin hubungan, Tapi belum juga menikah. Ma'af!!!  kali ini aku harus tegas. Aku tidak bisa lagi seperti kemarin, yang selalu pasrah dan menuruti semua permainan kehidupan seperti yang kamu mau. Kalau hari ini kamu tidak memberi kepastian. Aku mundur. Bukan karena tidak sayang. Karena orangtuaku sudah sepuh dan ingin segera menimang cucu. Umur mana tahu. Aku tidak ingin menyesal dikemudian hari. Tidak ingin melihat orangtuaku pergi untuk selamanya sebelum memiliki cucu," Tomi mengeluh panjang lebar, berharap Tiara mengerti keadaanya.

Tiara seketika mengeluarkan air mata. Suara tangisannya yang terisak, disambut mesra oleh hujan yang sangat deras. Suara petir sesekali menyambar. Namun tidak membuatnya takut. Karena kenyataan hidup Tiara lebih menakutkan dibanding suara petir. Tiara berfikir sangat dalam. Logikanya terus bermain. Rasanya mereka tidak mungkin bersatu. Ia sangat tahu watak keras ayah dan ibunya. Sampaikapan pun pasti mereka tidak akan mendapat restu.

***

Tiara masih membisu. Tomi hanya bisa memberi waktu. Sebulan. Tomi akan bersabar kembali menunggu kepastian itu. Sementara Tiara hanya bisa pasrah. Bagai buah si malakama. Ia sangat dilema. Harus memilih orangtua atau kekasih hatinya. 

Mereka pulang. Menembus hujan deras. Membiarkan air yang jatuh dari langit itu membasahi tubuh mereka. Basah kuyup. Dingin. Sakit seperti menusuk tulang. Namun mereka berdua hanya bisa melamun. Berharap ini mimpi buruk dan mereka berharap bisa cepat terbangun.

Diatas motor butut milik Tomi. Tiara memeluk erat. Seperti tidak ingin kehilangan. Ia hanya diberi waktu satu bulan untuk memberi kepastian. Pilih Tomi atau orang tua? hanya kata-kata itu yang menari-nari dioataknya, dibenaknya, dipikirannya, dihidupnya. Tiara berharap masa-masa sulit ini akan segera terlewati. 

Tidak terasa sudah sampai didepan gank, menuju arah rumah Tiara. Tomi sengaja menurunkannya disini. Karena itu permintaan Tiara sebelas tahun ini. Tomi hanya boleh mengantar dan menjemput Tiara di gank ini. Tiara tidak mau kalau Tomi mampir kerumahnya. Alasannya sama. Karena takut ia dicaci maki oleh orangtuanya. ia takut Tomi sakit hati dan akhirnya meninggalkan Tiara.

Padahal berulang kali Tomi meyakinkan. Bahwa dirinya tidak akan ambil hati dan tidak akan pergi meninggalkannya. Tetap saja Tiara kekeh pada prinsipnya. Ia hanya ingin menjalin hubungan secara diam-diam. Backstreet. Karena ia lebih nyaman sperti itu. Memang egois. Tapi ia nyaman.

"Makasih yah sudah antar. Aku pulang. Kamu juga hati-hati dijalan. Jangan ngebut karena jalanan licin dan masih hujan deras! aku mencintaimu," ucap Tiara pada kekasihnya.

Tomi hanya manggut. Sedetik kemudian motor bututnya melaju pergi meninggalkan Tiara. 

***

Tiara adalah cinta pertama dan pacar pertama bagi Tomi. Mereka dipertemukan Tuhan sa'at masih menggunakan seragam putih merah. Tepat diruang pendaftaran sekolah menengah pertama. Sa'at itu orang tua mereka sedang sibuk mendaftarkan anak-anaknya. Sementara Tiara dan Tomi duduk diruang tunggu. Mereka berkenalan. Tersenyum satu sama lain. Dan mulai akrab.

"Perkenalkan ... nama aku Tomi. Aku baru lulus dari SDN 3. Nama kamu siapa?"

"Namaku Tiara. Aku dari SDN 1."

Tomi yang masih ingusan itu, langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tentu saja. Tiara yang memiliki paras imut dan putih. Serta matanya yang sipit kecil seperti artis korea. Mampu membuat Tomi jatuh cinta pada pandangan pertama.

Mereka berdua berbincang seru. Satu sama lain saling bertanya. Seputar keluarga. Rupanya Tiara adalah anak semata wayang. Penampilannya yang mewah, terlihat dari tas, sepatu, jam tangan dan aksesoris branded yang dikenakannya. Dia orang kaya!!!

Keseruan perbincangan mereka terpotong. Ibu Tiara menarik tangan kanannya dan berkata,

"Ayo pulang!!! jangan bergaul dengan orang miskin. Setelah aktif pembelajaran. Kamu harus pandai-pandai memilih teman yah!"

Memang benar. Baju yang dikenakan Tomi sangat lusu, seperti baju bekas. Pantas saja ibu Tiara langsung mengklaim kalau Tomi orang miskin. Tiara sangat tidak enak hati pada Tomi atas ucapan ibunya. Dia langsung meminta ma'af dan pamit pulang.

Satu hari kemudian. Sa'at Tomi melihat papan informasi. Matanya terbelalak. Melihat namanya dan nama Tiara berurutan. 

Takdir begitu indah. Tidak disangka Tuhan menakdirkan mereka dalam satu kelas. Tomi merasa sangat bahagia. Itu artinya ia bisa setiap hari memandangi wajah imut Tiara. 

Disinilah kisah cinta pertama Tomi dimulai. Semakin hari bocah ingusan ini, malah makin jatuh cinta pada Tiara.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status