Nostalgia
Tiara berjalan menuju rumahnya, ditemani rintik hujan. Badannya sudah mulai lemah, mungkin ia akan sakit. Ditambah beban pikiran yang ada dalam benaknya. Membuat ia semakin drop.
Lima menit kemudian. Tiara sampai rumah. Para penjaga rumah membukakan gerbang untuknya. Gerbang yang menjulang tinggi sekitar 3 meter. Ibu dan ayahnya sudah menanti didepan pintu istananya.
"Sudah ayah bilang, kalau kemana-mana diantar saja pakai mobil. Sekarang kamu jadi basah kuyup kan."
Tiara hanya diam dan masuk kedalam rumah. Masuk ke kamar mandi dan berendam air hangat di bedtubenya. Kegiatan ini bisa menghilangan penat dalam hidupnya. Meringankan beban pikirannya dan menghilangan rasa linu karena terkena air hujan.
Setelah selesai mandi. Dia langsung masuk kamar dab tidak keluar lagi. Ayah dan ibunya panik. Mereka pun menggedor kamar Tiara.
"Tok ... tok ... tok"
"Sayang ... buka pintunya!"
Tanpa sahutan. Orang tuanya membuka pintu. Ternyata tidak di kunci. Ibunya tahu betul, pasti ia seperti ini gara-gara memikirkan hubungannya dengan pria miskin itu. Jadi ibunya berusaha memberi pengertian padanya.
"Dengarlan ibu ... kamu itu cantik, sarjana. Banyak lelaki bertitel dan berseragam dinas yang ingin bersanding denganmu. Kamu sudah terbiasa hidup enak dan serba berkecukupan selama ini. Kalau kamu nikah dengan Tomi yang miskin itu. Kamu akan sengsara. Percaya deh ucapan ibu. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya."
"Tomi itu bahkan pengangguran. Mau kasih makan apa nanti? Jangan sampai menyesal di kemudian hari," ayahnya mulai menambahkan penjelasan.
Tiara hanya membisu dan terus menangis. Sulit rasanya. Dia sedang dimabuk cinta. Ucapan yang benar pun selalu di anggapnya salah. Karena dia selalu merasa hanya perasaannya yang benar. Tiara tidak memperdulikan nasihat dari orang tuanya itu. Dia malah memejamkan matanya. Ibu dan ayahnya memahami dan mulai meninggalkan Tiara seorang diri di dalam kamarnya yang luas dan mewah itu.
***
Sa'at memejamkan mata. Tiara teringat semua kenangan manis bersama Tomi. Sebelas tahun bukan waktu yang singkat. Banyak hal yang mereka lalui bersama. Ini sangat berat bagi mereka berdua.
Sebelas tahun lalu.
Setelah perkenalan mereka di ruang tunggu pendaftaran. Tiara di pertemukan lagi dengan Tomi dalam satu kelas. Yaitu kelas 7A. Kelas ini berisi kumpulan siswa siswi pintar. Ini sekolah elit. Tapi Tomi bisa masuk kesini karena dirinya pintar dan mendapat beasiswa. Sehingga dapat program sekolah gratis.Di sekolah elit ini pun sama seperti sekolah lainnya. Mengadakan kegiatan MOS sebelum resmi menjadi siswa SMP. Banyak hal yang perlu di bawa untuk persyaratan masa orientasi siswa ini. Tomi tidak sanggup membelinya. Tentu saja hal ini membuatnya mendapatkan hukuman.
Tiara melihat kearah Tomi yang sedang di caci maki oleh kakak kelas. Namun Tomi hanya diam membisu, tertunduk malu. Ia merasa menjadi orang termiskin di kelas ini. Tapi ia tetap semangat. Karena niatnya untuk menuntut ilmu bukan untuk saling pamer harta.
Menyaksikan drama ini, sangat menyedihkan bagi Tiara. Karena hanya Tomi yang di hukum karena tidak membawa persyaratan MOS berupa makanan ringan yang harganya mahal-mahal. Tiara langsung angkat suara dan mengangkat tangannya ke atas.
"Kak ... saya juga tidak bawa persyaratannya."
Dia mulai berbohong agar bisa dihukum berdua bersama Tomi.
"Baiklah. Kalian berdua setelah selesai acara MOS. Wajib membersihkan WC sekolah!!!"
Dengan senang hati Tiara dan Tomi menerima hukumannya.
Pulang sekolah mereka bercanda ria sambil asik membersihkan WC sekolah yang lumayan luas. Namun tidak terasa lelah. Malah seru.
Mereka saling ciprat air. Tertawa terbahak. Senyuman manis tiara sepanjang waktu selalu merekah. Membuat jantung Tomi kecil berdegup kencang.
Jatuh cinta!!!
Tomi benar-benar jatuh cinta pada sosok Tiara kecil yang sangat baik dan berhati tulus. Bahkan Tiara tidak malu berteman dengan Tomi yang tidak sederajat itu. Hal ini membuatnya semakin mengangumi Tiara.
***
Kenangan lainnya yaitu sa'at Tiara mulai merasa jatuh cinta dan ingin selalu bersama Tomi.
Hari ini, Tiara pamit berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya. Karena ia sudah tidak sabar ingin bertemu Tomi. Dengan alasan ada piket. Ayah mengantarkan putri semata wayangnya itu sampai depan gerbang sekolah.
Tiara menunggu di kelas. Terus menunggu kedatangan Tomi. Sayangnya sampai bel jam pertama berbunyi Tomi belum juga datang. Rupanya Tomi datang terlambat. Katanya dia tidak punya ongkos untuk naik angkutan umum. Jadi dia harus berjalan kaki menuju sekolah. Perutnya yang lapar, ditambah rasa lelah karena perjalanan jauh. Membuat kepala Tomi pusing.
"Aku pikir kamu tidak sekolah hari ini. Aku khawatir."
"Aku pasti sekolah. Aku takut kamu menangis lagi seperti minggu lalu. Waktu aku ijin sekolah," jawab Tomi.
"Kamu terlihat pucat. Apa kamu sakit? pasti kamu belum sarapan lagi seperti hari-hari lalu."
Tomi hanya manggut. Tiara mulai bangun dari tempat duduknya dan mengantar Tomi ke UKS.
"Ayo berbaring!! Beristirahatlah di kasur ini. Aku akan mengambilkan air hangat dan membelikan sarapan untuk mu," perintah Tiara kecil pada Tomi.
Mata Tomi berkaca-kaca. Terharu. Tiara begitu peduli padanya. Padahal dia hanya orang miskin. Bahkan teman-teman lain lun enggan bergaul dengan Tomi. Dia sangat bersyukur pada Tuhan. Karena telah mempertemukannya dengan gadis imut nan cantik ini. Rasanya Tomi sudah tidak kuat lagi membendung perasaannya.
Tiara datang membawakan air hangat dan sarapan.
"Terimakasih. Aku sangat menyayangimu Tiara," sambil menyentuh pipi lembutnya.
Tiara tersipu malu. Namun sangat girang. Akhirnya setelah satu bulan mereka berteman. Tomi mengungkapkan perasaannya juga.
***
Setelah peresmian hubungan itu. Mereka semakin sering berdua. Kekantin berdua. Belajar bersama berdua. Main berdua. Kemanapun berdua. Tidak peduli teman-teman disekelilingnya membuli. Bahkan mengolok-olok kedekatan mereka.
Momen indah lainnya yang mereka alami yaitu sa'at mereka dihadapkan dengan pelajaran seni. Tiara yang tidak bisa main musik. Akhirnya merasa tenang. Karena Tomi bisa mengajarinya. Ya!!! Tomi sangat jago main gitar dan alat musik lainnya.
Waktu itu sedang turun hujan deras. Tomi mengajari Tiara bermain gitar. Tomi menyentuh jemari Tiara untuk menekan senar-senar gitar. Namun Tiara sperti kesulitan. Akhirnya Tomi pun memeluk dari belakang untuk mengajarinya. Sangat romantis. Aroma tubuh Tiara yang harum. Membuat Tomi ingin sekali mengecup pipinya yang lembut. Tapi ia tidak berani, hanya bisa mencium aroma rambutnya yang sangat harum.
Sekejab mereka lupa kalau masih anak ingusan. Adegannya seperti di acara sinetron yang diperankan oleh orang dewasa.
Kemesraan itu berakhir ketika Putri teman sekelas Tiara meminta Tomi untuk mengajarinya juga.
"Tomi gantian dong! aku juga mau diajarin main gitar."
Sontak ucapannya itu membuat hati Tiara terbakar. Ini pertama kalinya Tiara merasa cemburu. Tiara memegang erat tangan Tomi dan berharap Tomi menolak permintaan cewek genit itu.
Rangga ingin sekali mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari Rara, karena Rangga tahu kalau Rara adalah gadis yang baik. Baginya, Rara adalah gadis spesial beda dari gadis-gadis lainnya. Rara gadis yang sopan terutama dalam perpakaian, sangat sederhana. Tidak seperti Lita, mantan kekasihnya dulu, selalu saja tampil seksi di depan umum. Di kampus, Rangga menjadi cowok populer karena ketampanannya dan ketahirannya. Banyak mahasiswi jatuh hati pada dirinya, tapi tidak dengan Rara. Rara sepertinya tidak jatuh hati pada Rangga. Sekata pun bahkan Rangga tidak pernah mendengar Rara memuji kepopulerannya. Bagi Rara, Rangga biasa saja. Ini yang membuat Rangga jatuh cinta padanya, Rara begitu cuek bahkan tidak peduli kalau Rangga menjadi orang nomor satu di kampus. Setelah pertengkaran itu, Rara pergi meninggalkan Rangga sendiri di depan gedung administrasi. Rasa benci Rara semakin menjadi-jadi karena tahu kalau Rangga benar-benar tidak punya hati, seenaknya saja menuduh Rara s
Dini pergi meninggalkan Rara dan Rara mulai berjalan kaki menuju cafe di sebrang jalan yang sedang membutuhkan pelayan. Rara berharap akan mendapatkan hasil yang baik kali ini.Setelah sampai di depan cafe, Rara membaca papan pengumuman di depan pintu cafe yang bertuliskan "Dibutuhkan!!! pelayan wanita". Pikirnya ternyata Dini benar memang ada lowongan kerja di cafe ini. Melihat gerak gerik Rara yang mencurigakan akhirnya pemilik cafe keluar dan menegur Rara."Permisi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Ibu paruh baya dengan setelah baju tuniknya."Maaf mengganggu bu, sebetulnya saya sedang butuh pekerjaan," jawab Rara sopan."Kebetulan sekali, saya sedang mencari pelayan wanita kalau kamu mau, kamu bisa kerja membantu saya di cafe ini.""Tentu saja bu, saya mau," jawab Rara penuh semangat dan senyum bahagia."Perkenalkan Saya Anisa, Saya pemilik cafe ini. Mulai besok kamu boleh bekerja," kata Ibu Anisa sambil menjabat tangan Rara."Say
"Stop Pak!" kata Rara menyuruh supir angkutan umum untuk menurunkannya di depan kampus negeri. Rara turun dari angkutan umum dan memberikan ongkos kepada supir. Kemudian Rara berlari menuju ruang ujian seleksi penerima beasiswa di kampus negeri. Macetnya jalanan membuat dirinya terlambat datang, sehingga dia harus berlari dan terburu-buru menuju ruang ujian. Saat sampai parkiran kampus, Rara tidak sengaja menabrak cowok sombong dan emosional sehingga terjadi keributan. BRAK!!! "Kamu buta yah?! kalau jalan lihat-lihat dong!" teriak cowok emosional itu. "Maaf kak, saya sedang terburu-buru karena ingin ikut ujian," jawab Rara. "Oh ujian beasiswa bidik misi khusus untuk orang miskin itu? haha dasar gembel yah kamu! Pantas sih kelihatan dari pakaian yang kamu kenakan, kumuh!" ucapnya sambil tertawa terbahak meledek penampilan Rara. Rara kesal sekali dengan perlakuan cowok tengil itu. Rara berjanji di dalam hati untuk tidak akan memaafkannya
Sekuat apapun Dini menyembunyikan. Akhirnya orantuanya tahu juga kalau tentang keberadaan Candra. Sejak Candra kerja di sini, Dini merasa hidupnya jadi penuh mata-mata. Karena setiap Dini jalan dengan Candra pasti saja orangtua nya tahu.Waktu itu misalnya. Orangtua Dini tidak sengaja mampir ke tempat les dan ternyata motor Dini tidak ada. Sejak saat itu orangtuanya selalu curiga dan menyuruh orang-orang kepercayaannya unutk memata-matai anak gadisnya itu.Dini benar-benar merasa risih. Bahkan orangtuanya lupa kalau umur anaknya sudah 26 tahun. Masih saja seperti anak kecil selalu dikekang.Akhirnya saat liburan sekolah tiba. Dini memutuskan untuk pergi dari rumah mencari kebebasan. Dia menuliskan surat di secarik kertas yang bertuliskan,"Maaf yah Mamih Papih. Aku benar-benar sudah tidak sanggup dikekang seperti ini. Tidak apa kalau kalian tidak akan menganggapku anak lagi. Aku akan pergi. Dan jangan pernah salahkan Candra karena dia pun tidak akan tahu
Beda sekolah beda cerita. Di sekolah SMK swasta Dini terkenal paling sukses karirnya. Karena hanya dia yang nyabang di tiga sekolah dan beberapa bulan lalu, dia mendapat tawaran mengajar les bahasa inggris di suatu lembaga. Tentu saja Dini terima.Semua guru melihat Dini selalu banyak penghasilannya. Apalagi ngajar di tempat les honor selalu cair tiap bulan, tidak seperti di sekolah yang cairnya tiga bulan sekali. Mengandalkan dana bos.Waktu awal gajihan pun Dini sempat nangis, karena Di MA hanya dapat upah enam puluh ribu rupiah sebulan dan itu cairnya lama sekali."Mih sedih banget, Dini kuliah mahal-mahal masa honornya segini. Untuk bensin saja mana cukup belum lagi untuk jajan dan beli make up," keluh Dini sambil memamerkan tiga amplop honor dari berbagai sekolah."Dari MA dapet enam puluh ribu, dari SMP dapet seratus lima puluh ribu, dan dari SMK seratus dua puluh ribu," ucap Mamih sambil menghitung hasil kerja keras anaknya.Jelas saja Dini
Entahlah. Orangtuanya sangat tidak mendukung bakat menulis Dini. Katanya, untuk apa menulis seperti orang yang tidak punya masadepan. Dan selalu marah kalau Dini membaca novel. Katanya tidak penting, tidak berkualitas. Lebih baik baca berita.Orangtuanya hanya ingin Dini selalu patuh terhadap semua keputusan mereka. Sedikitpun Dini tidak pernah dikasih kebebasan untuk memilih apa yang dia suka.Hidupnya benar-benar terkekang. Hal apapun yang disukai Dini selalu salah dan tidak pernah didukung. Hati kecilnya selalu berteriak. Ingin menjadi penulis hebat dan karyanya akan ada ditoko buku ini, bahkan di toko buku sedunia.Selama satu jam setengah Dini mematikan ponselnya agar tidak dihubungi Aldi dan dia fokus membaca novel-novel kesukaannya."Rasanya aku ingin mengoleksi semua novel-novel yang aku suka dan aku akan membuat perpustakaan mini dirumah pribadiku nanti. Semoga Candra bisa membantuku untuk mewujudkan semua impianku kelak," rintih Dini pada diriny