Share

SUMBER KONFLIK

Author: Vina Achfas
last update Last Updated: 2023-06-13 23:19:45

Bab 4

“Mas, itu celana kamu kenapa?” tanyaku penasaran dan masih berusaha menahan tawa yang tak bisa ku hentikan.

“Kenapa memangnya?” tanya mas Yusuf balik. 

“Sobek begitu loh. Ngapain dipakai sih? Malu-maluin saja!” jawabku kesel sampai ke ubun-ubun. 

“Masa sih? Tadi enggak sobek kok, De’.” protesnya tak percaya. 

“Aduuuhhh.... coba cek pantat kamu cepetaaaaaann.” suruhku. 

“Hahahahaa, ihh ternyata beneran sobek ya, De’. Ini tadi pas mau berdiri memisahkan Ibu sama mas Rama itu loh... eh bunyi “kreeek” gitu, tapi Aku enggak ngeh kalo celanaku yang sobek. soalnya situasinya lagi genting.” tutur mas Yusuf. 

Mas Rama tampak terkekeh geli sendiri mendengar penjelasan adiknya. 

Aku tak bisa menahan tawa. ya Allah, suamiku seketika menghilangkan citraku sebagai istri yang perhatian sama suami hanya karena tragedi celana bolong.

Aku berusaha tenang, dan positif thingking kepada khalayak ramai. Tapi apalah daya imaginasiku terlanjur lari kemana-mana. Siapa saja yang ngelihat? Gimana reaksi mereka? Seberapa puas mereka menertawai suamiku? Tapi bodo amatlah ya, masih ada kain penghalang kok. Yaitu kain celana dalam. 

Aku tersadar, ada mas Rama yang masih sedih di samping kami. Kulihat lagi dia ternyata masih ikut tertawa memperhatikan pembicaraan kami.

“Gila kamu, Suf. Sana ganti! ambil di mobil, di tas  warna hitam milik mas, ada celana ganti.” sahut mas Rama. Kebetulan size mereka sama. 

"Hehehe iya Mas, siap." sahut Mas Yusuf cengengesan. 

Ada hikmah juga dibalik lelucon ini. Tanpa sadar mas Yusuf menghibur kakaknya yang sedang ketar-ketir menunggui kabar dari istrinya. Semoga mbak Rini segera sadar dari kritisnya dan diberikan kekuatan lebih untuk bertahan. 

___________

(Mbak Nisa, Ibu tidak mau makan. Masih menangis saja di kamar)

Ada satu pesan masuk di handphoneku. Ternyata dari Mia. Memberitahu kondisi Ibu sepulang dari Rumah Sakit Bersalin tadi. 

(Biarkan saja dulu Mia, mungkin Ibu masih terpukul dengan sikap mas Rama) balasku.

(Baiklah Mbak) jawabnya mengakhiri percakapan teks kita. 

Sedih rasanya, mendengar kabar Ibu barusan. Meski bagaimanapun anak lelaki tidak seharusnya memilih antara membela Ibu atau Istrinya. Karena keduanya sama-sama wanita yang berharga dalam hidupnya. Tapi adilkah? jika istri yang dia sayangi tidak dikasihi oleh ibunya sendiri? Istri yang menemaninya kala susah dan senang. Istri yang ikut berjuang bahkan bertirakat untuk masa depan keluarga dan anak-anak. Istri yang setiap harinya melayani anak lelaki kesayangannya. Istri yang selalu mengutamakan lebih dulu kebahagiaan anak dan suaminya. Istri yang belum tentu sudah dibahagiakan oleh suaminya. Bolehkah seorang Ibu bersikap seperti itu kepada menantunya? 

Kita sama-sama manusia, kita sesama seorang wanita, dan kita yang sama-sama pernah menjadi seorang menantu, patutkah jahat kepada menantu? Ini bukan masalah bagaimana keras sifatmu, bagaimana asli watakmu, tapi bagaimana kamu mengasihi dan memanusiakan anak menantumu di rumahmu. 

Bukankah dengan mengasihi anak menantumu, hingga membuat ia nyaman berada di sisimu adalah hal penting? dimana kamu bisa selalu dekat dengan anak lelakimu. Apa ruginya?

Tapi kembali lagi semua itu pilihan. Hidupmu ya pilihanmu. Bagaimana kamu bersikap terhadap menantu dan cucumu adalah standart yang menentukan hidupmu akan dikasihi anak-anakmu atau akan ditinggalkan oleh mereka. Karena mereka butuh hidup yang waras, hidup yang bahagia untuk keluarga kecil mereka. Entah harus mencari kebahagiaan itu di luar rumahmu atau tetap stay di dalam rumahmu saja sudah merupakan kebahagiaan bagi mereka. begitulah kiranya wahai para Ibu Mertua. 

___________

(Rini selamat dari kondisi kritisnya, Nis. Alhamdulillah.. sampaikan kepada keluarga ya) pesan masuk dari mas Rama yang mengabarkan bahwa mbak Rini sadar. 

(Alhamdulillah, kami akan segera kesana Mas) balasku antusias. 

(Jangan dulu, karena belum boleh banyak dijenguk orang. Aku masih bisa handle sendiri) cegah Mas Rama atas niat baikku.

(Iya tidak apa-apa Mas. Jangan lupa Mas Rama juga tetap jaga kesehatan buat mbak Rini dan bayi) ujarku. 

(Siap. Makasih Nis)

Entah sejak kapan aku merasa akrab dengan mas Rama. Mungkin karena sifat seorang kakak sebagai pengayom yang membuatku dekat dengannya dan istri. Yusuf sendiri kurang begitu akrab dengan Mas Rama. Mungkin karena sesama lelaki, jadi tingkat kedekatannya berbeda. Aku yang tidak memiliki saudara, malah merasa kehadiran Mas Rama dan Mbak Rini adalah cermin bagiku dalam bertingkah laku. Mereka selalu kasih contoh yang baik kepada adik-adiknya. Tidak peduli seberapa tidak sukanya Ibu dengan mbak Rini. Aku tetap mengasihi mereka sebagai saudara. 

____________

“De’... coba kamu pilih tempat liburan kita. Mau di Jakarta aja dekat sini, atau ke luar Jakarta?” tanya Mas Yusuf. 

“Opsinya kemana saja kalau ke luar Jakarta, Mas?” 

“Bali atau Malang. Kata sahabatku tempat wisatanya bagus-bagus di Malang.” Jawabnya menjelaskan. 

“Bali aku sudah pernah. Malang aku yang belom.” jawabku polos. 

“Terus pilih yang mana?” 

“Bali saja.” 

“Aduuuuhh Maemunah ini gimana sih, kirain mau pilih Malang, tadi. Kenapa pilih Bali?” 

“Kalau malang terlalu deket Jo, Parjo. Bisa kita jangkau kapan saja. Naik kereta bisa. Naik mobil bisa. Beda kalau Bali. Aku juga belum keliling semua tempat yang indah-indah di Bali. Gituhhh.” 

“Kok parjo sih? Ya sudah, seminggu lagi kita ke Bali ya. Mas akan pesan tiketnya.” 

“Salah siapa tadi panggil maemunah. Huuuuu... inget, Istri itu cerminan dari suami! Tapi by the way assiiiikkkkkk... kita bisa liburan.” balasku kegirangan. 

"Iya. Maaf ya, karena baru sekarang bisa ajak kamu pergi jalan."

"Tidak apa-apa baru ajak sekarang, Mas, dari pada enggak sama sekali." sindirku. 

"Hahaha dasar Munawaroh." balasnya terkekeh. 

Jujur, ini moment berharga yang sudah kunantikan sejak kita baru menikah dahulu. Dulu waktu kita mau honeymoon, tiba-tiba Ibu mas Yusuf sakit, jadi tertunda terus sampai setahun usia pernikahan kami. Semoga saja kali ini beneran terealisasi tanpa drama lagi. 

_____________

Aku pulang ke rumah mertua bersama mas Yusuf. Kami ingin menenangkan Ibu dan menemaninya. Semoga saja sudah baik-baik saja. 

“Assalamu’alaikum Bu, kami pulang.” kataku basa-basi. 

“Wa’alaikum salam. Ngapain pulang? Katanya Yusuf mau tinggal selamanya di tempat orang tuamu, Nis?” Jawab Ibu judes. 

“Hehehhee, Ibu bisa saja bercandanya.” aku menimpali. 

“Sana kalian pergi saja dari rumah Ibu. Nggak usah kesini sekalian. Biar Ibu sendiri. Ibu tidak butuh anak-anak seperti kalian yang sukanya membangkang! Pergiii cepattt!! Pergii..!” 

Betapa kagetnya aku mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut Ibu mertua. Seketika teriakannya membuat tetangga sebelah rumah pada berkerumun. Mungkin mereka bakal pikir kita yang sudah ngejahatin Ibu. Dengan kepala yang masih menoleh ke kanan dan kiri aku mencoba tetap stay cool. Kenapa jadi kami korbannya untuk permasalahan Ibu dan mas Rama? Kenapa? Batinku meronta tidak terima atas perlakuan Ibu. Mataku masih melotot syock apalagi melihat Ibu histeris menangis dengan suara begitu keras sekali. Aku mulai mundur menjauh, kutarik baju mas Yusuf untuk mendekati dan menenangkan Ibunya. Tidak mungkin Ibu akan tenang jika aku yang menyentuhnya. Aku sadar, bahwa beliau sama sekali tidak menyukai kehadiranku. 

“Ibu kenapa sih, Bu? Ayo masuk!” Ajak mas Yusuf. Mungkin dia malu diperlakukan ibunya seperti itu. 

“Pergi sana.... pergi. Ibu sudah rawat kalian sampai dewasa nyatanya kalian malah jahat sama Ibu. Huuuuaaaaa... huaaaa.... tolong ya Robb... kasihani hamba. Salah apa hamba yang sudah membesarkan mereka.” Suara Ibu makin menjadi-jadi. 

“Jahat gimana sih maksud Ibu? Ayo masukk!” teriak Mas Yusuf. Ramailah sudah tetangga kami berkerumun. Menyaksikan adegan kami layaknya sedang syuting sebuah sinetron. Apakah Ini sungguh nyata? Aku berulang kali mencubit lenganku. Tapi kucubit dengan pelan, jadi enggak begitu sakit. Hahahahaa. 

Ternyata ini benar nyata. 

“Camera... rolling.... action.....” 

Hanya itu yang ada dibenakku sekarang. Berharap ini hanya sebuah halusinasiku bermain film. Entah Aku takut menghadapi orang-orang sekitar setelah kejadian ini, atau memang aku malu dengan kondisi psikis Ibu mertuaku. Dari mana beliau belajar seperti ini? Dengan siapa? Apakah terlalu sering menonton drama? Atau entahlah.... 

Sungguh sebuah drama kehidupan nyata yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan ketika aku masih gadis dulu. 

_________

“Mia, kenapa kamu tidak menemani Ibu setelah kejadian di Rumah sakit kemarin?” tanya mas Yusuf kepada Mia adiknya yang baru saja pulang dari pergi. Mia kini tengah hamil. Ia biasa tinggal bersama keluarga suaminya. 

“Aku temenin Ibu terus kok. Bahkan tadi pagi kami baru aja pamit pulang ke rumah hanya untuk mengambil buku kehamilan. Karena hari ini jadwal kami USG.” 

“Yakin? Kamu temenin Ibu beberapa hari ini?” Mas Yusuf mengulangi pertanyaannya karena ragu. 

“Yakinlah Mas. Lihat itu di depan cucian bajuku sama mas Raihan belum kering. Noh lihat ...” 

Memang ada banyak cucian di depan rumah. Paling banyak pakaian milik Ibu. Tapi ada beberapa pakaian lainnya yang merupakan pakaian milik Mia dan suami. 

Padahal sudah ada Mia anak perempuan Ibu yang menemani, tapi kenapa Ibu seperti merasa sendirian dan tidak ada teman? Sungguh teka-teki. 

“Memangnya kenapa mbak Nisa?” tanya Mia padaku.

“Ibu histeris dan menyalahkan anak-anaknya tadi waktu kami baru sampai sini. Bahkan tetangga kita udah kayak penonton orang main bola saja bergerombol, banyak yang dengar teriakan Ibu.”

“Bikin malu saja si Ibu. Ngapain coba kayak gitu.” protes Mia heran.

“Ya sudah kami pamit pulang dulu deh mbak.” Kata Mia. 

“Pulang kemana? Kamu ini anak perempuan Ibu. Harusnya kamu ada diwaktu beliau seperti sekarang ini!” Mas Yusuf mulai tersulut emosi. Aku pergi ke dapur meninggalkan perbincangan mereka. Begitu juga Raihan, sepertinya dia masuk ke kamar. 

“Maksud Mas itu apa? Aku kan sudah temani ibu beberapa hari ini? Menurut mas aku kemana?” Jawab Mia dengan suara lebih lantang lagi. 

Aku berniat mengintip ke pintu kamar Ibu, barang kali beliau masih sedih. Betapa terkejutnya aku melihat pemandangan beliau sedang menguping pembicaraan anak-anaknya dengan mimik wajah sedikit tersenyum. “Inikah yang beliau mau? Perdebatan diantara anak-anaknya?” Aku melapangkan dada. Mencoba positif thinking. 

“Sudahlah Mas, ngapain juga marahin Mia. Bukan salah dia juga, kan.” Belaku untuk adik ipar. 

“Bukan gitu Nis, Mia ini harus tau bahwa dia anak perempuan Ibu satu-satunya. Jadi dia harus lebih care dengan Ibunya supaya Ibu tidak merasa sendiri.” 

“Faktanya ibu tidak peduli mau Mia tinggal atau tidak bersama beliau mas. Ibu lebih suka jika beliau tinggal dengan anak-anak lelakinya. Itu faktanya.” 

“Ngawur aja kamu.” Sahut mas Yusuf. 

“Sudah! Cukup! Mia pergi ke kamar sekarang! Cepat!” teriakku mengakhiri semuanya. Apalah arti perdebatan ini. Toh yang tahu bagaimana kehendak Ibu hanyalah Ibu sendiri. 

______________

Esok hari aku sengaja pergi konsultasi dengan Dokter Obgyn sendirian, tanpa ditemani mas Yusuf. Aku ingin USG melihat seberapa sehat rahimku. Ada sebab apa hingga membuatku belum berhasil memiliki keturunan. Aku lebih nyaman priksa sendirian karena jika ada yang mungkin tidak beres dengan diriku, aku tidak akan melihat ekspresi wajah suamiku yang sedih. 

“Ooooh, bagus kok Mbak rahimnya.” Kata bu Dokter Sesil kepadaku. 

“Serius Dok?” 

“Iyah...., cuma memang harus dibantu pakai obat juga ya supaya mempermudah kehamilan. Semoga saja Allah lekas kabulkan ikhtiar kalian ini. Aamiin.” 

“Aamiiin.” 

“Saya kasih rekomendasi jadwal berhubungan yang oke ya mbak. Jadwal berhubungan kalau bisa dirubah. Bukan saat mau tidur malam hari setelah kalian lelah beraktivitas seharian. Kasihlah badan supaya istirahat dahulu. Biar Fresh. Interval waktunya yang baik adalah waktu tengah malem. syarat wajibnya yaitu setelah kalian tidur, sampai selepas subuh sekitar pukul 06.00-07.00 pagi. Inget, badan musti istirahat dulu. Jangan setiap hari pula kalian genjot habis, kasih jarak 2 sampai 3 hari sekali. Jadi kualitas cairan milik suami mbak juga bagus. Yang setiap hari itu malah justru kurang bagus.” 

“Oh begitu ya, Dok. Ini membantu sekali sih bagi saya. Kayak mindset saya jadi di refresh lagi sama Dokter.” 

“Iya. Sementara ini saja dulu dicoba. Jangan lupa mbak pakai applikasi hitung masa subur itu supaya memudahkan. Kan jadwal haidnya lancar, jadi otomatis gampang itu nentuin masa subur. Nah waktu tiba tanggal masa suburnya, genjot aja, segala macem kesedihan buang. Demi hadirnya si buah hati. Jaga kewarasan dan jangan stress berlebih.” 

“Makasih ya Dok. Saya nyaman sekali rasanya bisa sharing disini. Semoga kita cocok.” 

“Iya sama-sama.” seru Bu Dokter.

______________

Pukul 20.00 aku selesai periksa. Kusuruh mas Yusuf menjemputku di Klinik Obgyn tempatku periksa. Akhirnya dia datang tepat waktu dengan raut muka masam tak ada sedikitpun senyum. 

“Ngapain, mukanya ngapain?” Tanyaku nyerocos. 

“Kamu itu keterlaluan ya De’. Kamu anggap apa aku sebagai suami? Masak mau periksa beginian enggak ngajakin?”

“Hehehehe ya maaf. Kan Annisa mau pastikan dulu rahimnya nggak kenapa-napa Mas. Next kita priksa bareng yaa. Swettyku. Gantengku. Makin cakep deh kalo lagi ngambek.” 

“Apa saran Dokter?” 

Kucatat semua dalam buku diary, supaya mengingatkanku akan nasehat penting itu tadi. Mas Yusuf penasaran, dia ikut membaca saran dokter tadi saat kami berhenti di lampu merah jalan. 

“Nanti malam yukk De’.” ajaknya sambil senyum-senyum. 

“Mau ngapain?” tanyaku pura-pura tak paham.

“Ayoooolaaaaaaah. Tapi tidur dulu. Nanti pasang alarm deh.” 

“Ngaco kamu mas. Ibu, kan, lagi sedih.” 

“Tengah malem pasti udah tidur nyenyaklah.” 

Akupun mengangguk tanda setuju. Mas Yusuf kegirangan. 

_____________

Akhirnya sampai rumah. Kami berdua tidur lebih awal supaya nanti bisa bangun saat tengah malem. 

“Kriiiiiiiiiiiinggggg petok petok...... Kriiiiiinggggg petok petok.” 

Suara alarm yang tidak begitu kusukai milik mas Yusuf membangunkanku. Sungguh membuat polusi pendengaran. Rasanya seperti lagi berada di peternakan ayam. Ku bangunkan mas Yusuf supaya tidak rugi aku bangun sendiri akibat ulahnya. 

“Mas, bangun. Alarm kamu bunyi tuh.” Dengan mata yang masih sedikit terpejam aku membangunkan suamiku. Dia pu bangun sambil meraba-raba handphonenya untuk melihat jam. 

“Ayo siap-siap sayang.” Pintanya manis udah ngalahin madu. Akupun tersenyum manja layaknya anak kecil yang sebentar lagi akan diberi mainan baru.

“Haaahhh! Jam 5 pagi De’? Kirain ini tengah malem? Kita bangun untuk subuhan dong! Gagaaaaaaaal maniiiiiing... inyong gagal maniiiing guys.” 

Akupun tertawa ngakak di bawah selimut saking konyolnya menertawai kehidupan rumah tanggaku ini.

“Hahahahahaahaa”

**********

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENANTU AMBURADUL   SELAMAT JALAN IBU (ENDING)

    MENANTU AMBURADUL 161 (ENDING)Setiap manusia selalu punya pilihan untuk selalu bersikap baik kepada sesama atau justru sebaliknya.___________Takdir hidup terkadang memang mengejutkan. Apalagi dengan terjadinya pendekatan dan rencana pernikahan antara Mimi dan Raihan. Semua orang bahkan diriku sendiri juga kaget. Apalagi mereka yang baru saja tinggal satu rumah dalam hitungan hari. Mimi dulu sempat ingin diadopsi sebagai anak oleh Ibu setelah kematian Mia, tapi rencana Ibu gagal karena tidak mendapatkan persetujuan dari anak-anak lelaki Ibu, kini Ia malah akan dijadikan istri oleh Raihan. Seseorang yang pernah menjadi menantu Ibu.Herannya si Mimi juga bersedia dengan permintaan Raihan yang ingin mempersuntingnya. Entah apapun itu motifnya yang jelas doa terbaik selalu untuk mereka berdua.Jika dengan menikah dengan Raihan membuat Mimi akan bersikap lebih penyayang kepada Fajarina dan Ibu, sungguh itu ide yang bagus. Karena selama ini Ibu sudah di rawat dengan Mimi dengan sepenuh ha

  • MENANTU AMBURADUL   KEJUTAN DI RUMAH RAIHAN

    MENANTU AMBURADUL 160Kulihat betapa senangnya Daffa diperhatikan oleh Mama dan Papa. Daffa juga sangat bahagia karena Mama dan Papa beberapa hari ini tinggal di rumah kami. Dua orang yang memang sejak Daffa kecil sangat dekat dengan Daffa.Dulu, si Sulungku justru malah sering kutinggalkan bersama kedua orang tuaku karena banyak hal. Itu sebabnya suatu waktu Mama pernah memarahiku karena hal tersebut. Karena kesibukanku di duniaku sendiri sehingga sering meninggalkan anakku di tempat Mama.Sering juga kutinggalkan Daffa karena ulah Ibu mertua. Atau masalah keluarga Mas Yusuf yang tak jarang menyita waktuku. Tentang almarhumah Mia, tentang Ibu, atau masalah lainnya.Dari sebab inilah Daffa menjadi lebih dekat dan intensitas kebersamaannya dengan Grandma dan Grandpanya sangat sering."Lagi pada asyik ngapain?" tanyaku pada Papa dan Daffa yang sedang bercengkerama di ruang Tv."Lagi jawab teka-teki silang nih Mom." jawab Daffa."Siapa yang menang?""Nggak ada yang menang, kami jawab b

  • MENANTU AMBURADUL   TAKJIL DARI MERTUA

    MENANTU AMBURADUL 159Mas Rama, Mbak Rini, Khaity dan Mama Papa berpamitan untuk pulang. Berhubung acara buka bersama telah usai. Sebenarnya ingin tarawih berjamaah juga, tapi takutnya kemalaman.Ibu mengamankan diri di kamar, mungkin sedang menyelesaikan beberes barang-barang. Begitu juga Mimi, dia digaji untuk mengikuti kemanapun Ibu akan tinggal.Mungkin tidak lama lagi Mimi bisa bekerja dengan Ibu, karena umur dia sekarang sudah menunjukkan umur seorang wanita yang pantas untuk menikah. Kedua orang tuanya sudah sering mendesak Mimi untuk segera menikah. Tidak peduli bagaimana senangnya Mimi mencari uang.Mungkin kedua orang tua Mimi takut jika nanti Mimi menikah terlalu tua. Apalagi di kampung pasti banyak yang akan ikut berkomentar jika ada anak gadis salah satu warga yang menikah terlalu tua.Aku berpesan kepada Mimi untuk jangan lebih dulu bilang sama Ibu jika memang sudah mau resign dari pekerjaan ini. Karena tahu sendiri pasti Ibu akan merasa gelisah jika diberi tahu di awal.

  • MENANTU AMBURADUL   PERPISAHAN

    MENANTU AMBURADUL 158Tidak ada yang bisa merubah watak seseorang, kecuali dirinya sendiri yang ingin merubahnya.Betapa sulitnya menuruti semua kemauan Ibu. Dari hal sepele, sampai hal yang paling berat sekalipun. Dari waktu yang bersahabat atau waktu yang sedang tidak bersahabat. Jika si Ibu sudah berkehendak, maka keinginan itu harus terwujud."Ibu jadinya puasa atau enggak, Bu?""Mana kuat Ibu puasa, Ibu kan enggak sahur Nis. Ada-ada aja kamu.""Oooh, gegara menu sahur enggak sesuai keinginan Ibu, Ibu jadi mutusin buat nggak puasa ya.""Ngomong apa sih kamu ini." Elak Ibu. Mungkin si kanjeng ratu malu mau jujur."Ibu minta menu apa buat nanti sahur. Biar bisa puasa bareng kita.""Apa ya, nanti Ibu kasih tahu deh kalau sudah dapat menu yang Ibu pingin.""Sekarang saja Bu. Nggak usah nanti-nanti. Yang mau belanja dan yang masih jualan lauk mentah siapa kalau sudah sore. Ini bentar lagi juga orang sibuk nyari takjil. Bukan sayur mayur atau lauk mentah." cerocosku mendesak Ibu agar me

  • MENANTU AMBURADUL   PERMINTAAN IBU SAAT SAHUR PERTAMA

    MENANTU AMBURADUL 157"Marhaban ya Romadhon. Marhaban Syahrossiyam."Selamat menunaikan Ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga kita semua diberikan kesehatan sehingga bisa beribadah dengan maksimal di bulan suci ini. Aamiin.____________"Nek, maafkan Rina. Nenek jangan marah." kata Rina di balik pintu kamar neneknya sambil ketok-ketok.Ibu mengunci pintu kamar beliau dari dalam, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk, termasuk Mimi."Pergi saja semua. Jangan perdulikan Nenek lagi.""Kami semua masih peduli kok sama Nenek.""Bohong. Buktinya kamu tidak mau tinggal sama Nenek. Kamu malah memilih tinggal bersama Ayahmu.""Nenek boleh ikut sama kami. Kata Ayah, kita akan tinggal bersama."Hening... tidak ada balasan dari dalam ruangan yang pastinya berantakan itu akibat ulah dari Ibu. Segala barang yang ada di dalam selalu dirusak saat Ibu marah. Itu sebabnya kami tidak banyak meletakkan barang-barang berbahan kaca yang mudah pecah. Salah satu alasannya ya karena itu. Tidak i

  • MENANTU AMBURADUL   IBU MENGAMUK MENDENGAR KEPUTUSAN DARI CUCUNYA

    MENANTU AMBURADUL 156Kami masih di Supermarket langganan. Cuman beda posisi saja. Aku, Fateh, Rina, Daffa dan Mbak Karti sedang menunggu Ibu dan Mimi yang masih ada di dalam. Mas Yusuf entah menghilang kemana?Daffa awalnya membantu Neneknya mendorong troli belanjaan, tapi dia antarkan troli tersebut sampai kasir lalu pamit mencari Daddynya agar bisa membantunya membawakan belanjaan si nenek. Sudah Daffa cari kemana-mana, batang hidung Daddynya belum juga nongol, akhirnya Daffa menemukan keberadaan kami dan menunggu Mas Yusuf bersama kami di sini."Loh, kok kalian pada di sini? Ibu dimana?" tanya Mas Yusuf yang mendadak care dengan keberadaan ibunya."Helloooo kemana aja dari tadi Mas?" batinku mengomel.Entah dari mana asalnya Mas Yusuf tiba-tiba muncul begitu saja. Bilangnya sih dari toilet. Entah ngumpet atau ngapain dia sejak tadi di sana? Kami saja sudah duduk di sini sekitar 15 menit. Berarti Mas Yusuf berada di toilet hampir 45 menitan. Hahahaha mustahil sekali Mas. Alasan k

  • MENANTU AMBURADUL   NASIB KURANG BAIK IBU MERTUA

    MENANTU AMBURADUL 155Suara huru-hara orang yang hendak beraktivitas mulai terdengar di luar. Sang embun mulai menampakkan diri, pertanda bahwa pagi ini masih begitu dingin. Kembali kututup pintu rumah, lalu menikmati pekerjaan pagi yang setiap hari kujalani.Mbak Karti sudah memulai pekerjaan rumah lebih dulu, ia tampak serius sedang bergelut dengan cucian dan mesin. Sementara Aku sedang menyiapkan bumbu dan bahan makanan untuk kukupas dan potong-potong.Mas Yusuf dan Fateh masih terlelap tidur. Tadi mereka asyik bercanda dari sebelum subuh, namun akhirnya keduanya tertidur kembali setelah Mas Yusuf melakukan sholat subuh.Daffa dan Fajarina juga kebetulan sedang ada di rumah. Mereka sedang menikmati liburan di rumah menjelang ramadhan dari pesantren. Tidak lama sih, sekitar satu minggu. Itupun sudah membuat mereka berdua merasa senang, karena bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarga. Khaity juga pulang."Boleh Rina bantu, Tante?" sapa seseorang dari belakangku."Eh Rina,

  • MENANTU AMBURADUL   IBU BERHALUSINASI ATAU TAUBAT?

    MENANTU AMBURADUL 154Kudengar bel rumah berbunyi, sepertinya ada seseorang yang datang. Aku berdiri dari posisi awalku yang sedang duduk di samping Fateh untuk menitipkan sementara Fateh, kepada Mbak Karti. Dengan sedikit rasa penasaran Akupun membuka pintu depan."Assalamu'alaikum Mbak Nisa. Saya rindu sekali dengan Mbak Nisa." sapa seorang dokter perempuan cantik di hadapanku. Ia Aisyah, istri dari Ilyas.Kami saling berpelukan. Sudah lama sekali sepertinya kami tidak berjumpa."Alhamdulillah Baik. Tahu rumahku dari Mana, Syah?""Minta sama Mbak Rini. Hehehehe nggak papa kan Mbak? Maaf sudah lancang.""Nggak papa dong. Malahan seneng ada yang datang ke sini jengukin diriku.""Hehehehe Mbak Nisa bisa saja."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, rupanya Aku sedikit pangling padanya. Kini Aisyah tampak lebih subur, sepertinya benar yang dibilang oleh Fajarina, Aisyah terlihat seperti sedang berbadan dua. Wajahnya masih saja cantik, bahkan lebih cantik sekarang dengan aura keibuannya ya

  • MENANTU AMBURADUL   IBU MALU DINASEHATI CUCU

    MENANTU AMBURADUL 153Sudah sekitar 45 menit kami menunggu mobil yang dinaiki oleh Ibu singgah di sini. Kami semua seperti orang hilang di sebuah Pom Bensin ini. Bukan seperti lagi, kami ibarat keluarga yang terdampar tanpa kepastian.Ibu tak kunjung ada kabar. Selain cemas, kami juga sempat berfikiran buruk tentang mereka bertiga yang kebetulan di supiri oleh orang sewaan yang kurang begitu kami kenal. Takutnya mereka bertiga kenapa-napa. Misalnya diculik gitu. Tapi ribet juga sih kalau yang diculik Ibu. Bakalan susah ngerawatnya. Belum lagi pas kena omel si Ibu, bisa-bisa nyerah penculiknya. Angkat tangan beserta kaki. Hahahahaa.Selang berapa lama, Mas Yusuf dan Mas Rama akhirnya berhasil menghubungi si driver lewat sambungan telfon. Saat ditanya oleh Mas Rama kebetulan si driver baru sampai rumah lagi. Tadinya masih di jalan dan susah ambil ponsel di sakunya, makanya tidak kunjung diangkat.Ternyata Ibu melupakan sesuatu, tas beliau ketinggalan di ruang tamu lengkap beserta pons

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status