Share

SEMAKIN MANIS, SEMAKIN MENDEBARKAN

Riana bisa merasakan hatinya berdesir tak karuan saat pandangannya bertemu dengan mata David. Sepasang bola mata gelap itu sesaat membuat Riana terhanyut. Segera Riana mengedipkan matanya.

"Hmm, makasih," Riana ikut mengusap bawah bibirnya dengan telapak tangan agar tak kelihatan grogi. Buru-buru dia kabur dari pandangan David menuju antrian.

Gila! batin Riana. Rasanya kedua pipinya memanas untuk beberapa saat. Tenang Riana. Kamu cuma kaget aja.

"Teh, maju, Teh," pembeli lain yang ada di belakang Riana membuyarkan usaha Riana menenangkan diri.

"Oh, iya. Maaf," Riana buru-buru bergerak maju. Detak jantungnya yang tak beraturan membuatnya susah berkonsentrasi.

Untungnya, Riana tak melakukan kesalahan fatal seperti menumpahkan mangkok ramen atau menabrak pembeli lain. Riana bersyukur dirinya masih aman sampai kembali ke tempat duduk dengan ramen pesanannya.

Saat akan mengambilkan mangkok ramen untuk Rafa, tangannya bersentuhan David yang ternyata berniatan sama dengannya. Sentuhan berbeda. Tapi memunculkan desiran yang sama di jantung hati Riana.

"Oh, maaf," buru-buru Riana menarik tangannya. Membiarkan David yang mengambilkan mangkok ramen itu untuk Rafa.

"Ini untukmu," David juga mengambilkan mangkok ramen dari nampan ke meja Riana.

Laki-laki itu dengan sigap mengambil tiga gelas minum di atas meja yang sudah kosong.

"Om, Rafa mau yang manis. Sama air putih,” tutur Rafa.

"Kamu mau apa?" David menatap Riana.

"Oh, hmm, sama dengan Rafa," jawab Riana kikuk.

David langsung beranjak mengambilkan minuman untuk mereka. Riana langsung menghembuskan napas panjang saat David sudah tak ada di hadapannya.

"Mama kenapa? Nggak suka mi-nya?" Rafa menatap heran Riana.

"Oh, nggak kok. Mama suka banget. Nih lihat. Mama makan banyak," Riana langsung menyumpit mi yang masih mengepulkan asap di mangkoknya. Ya, lebih baik sekarang fokus makan aja. Perut kenyang bisa bikin hati tenang, pikir Riana.

Akhirnya makan siang mereka selesai juga. David menggendong Rafa sambil berjalan mengelilingi mall. Riana mengikuti dari belakang. Ya, sebagai pembantu, Riana cukup tahu diri tidak berjalan di samping bosnya. Walaupun dari segi usia mungkin Riana sebelas dua belas dengan David.

"Ma! Jangan kejauhan! Sini di samping, Om!" pinta Rafa dari gendongan David. Belum sempat Riana membalas permintaan Rafa, David sudah mendekatinya lalu menggandeng tangannya.

"Eh?"

'DIAM'. Itulah gerakan mulut tanpa suara yang bisa ditangkap Riana dari bibir David. Riana pun menunduk. Mau tak mau menuruti saja ucapan David. Membiarkan laki-laki itu menggandengnya sesuka hati.

"Om, nonton film dulu yok? Rafa pengen nonton Frozen. Temen-temen ngomongin itu terus. Katanya bagus. Mau lihat Elsa!" pinta Rafa.

Ah, iya sih. Bocah kecil pasti suka film macam itu. Apalagi memang lagi hype filmnya.

"Kita bisa nonton di CGV," celetuk Riana otomatis.

"Oke," David pun mengiyakan tanpa berpikir panjang.

Jadilah mereka bertiga sudah nangkring dengan nyamannya menonton film Frozen 2 di CGV. Sangat beruntung menonton film di hari kerja seperti ini. Selain biayanya tak setinggi saat weekend. Tentu jumlah penontonnya sedikit.

Rafa memilih tempat duduk di antara David dan Riana. Ditemani popcorn manis ukuran jumbo dan soda, mereka bertiga menikmati kisah petualangan Elsa dan adiknya mencari misteri suara-suara misterius yang menghantui Elsa di sebuah hutan rahasia yang penuh keajaiban.

Tak hanya Rafa yang menikmati film itu. Riana juga terhanyut. Apalagi visual dan musikalisasi film Frozen 2 ini jauh lebih bagus dan memanjakan dibanding film Frozen yang pertama. Belum lagi tingkah jenaka Olaf yang selalu berhasil membuat Riana tertawa keras. Mengalihkan sejenak beban pikiran Riana atas hutang besar yang harus dilunasinya.

David hanya diam. Masih memperhatikan Riana. Hatinya cukup lega, perempuan yang sudah lama dicarinya itu mulai menikmati kehidupan bersama dirinya.

Ini bukan pertama kalinya bagi David bertemu dengan Riana. Jauh lama sebelumnya, dia sudah pernah bertemu dengan Riana. Tentu dengan sebuah kenangan yang membekas di hati David. Sayangnya, Riana sepertinya sudah melupakan hal itu.

******************

Sepulang liputan profil seorang desainer busana muda ternama di daerah Tamansari, Sena langsung mengebut menuju tempat kerja Riana. Dia berniat menemui sahabatnya itu. Mengecek apa sahabatnya memang masih melakukan aktivitas seperti biasa atau tidak.

Ya, memang kemarin Sena berpikir untuk melaporkan hilangnya Riana ke kepolisian. Namun, saat mengunjungi ibu Riana di rumah sakit, dia tahu Riana baik-baik saja. Ya, ibu Riana tampak santai menceritakan Riana dan seorang bocah kecil bernama Rafa yang kata ibu Riana adalah anak bos Riana.

"Ini bocah emang lagi aneh sih. Tapi telusuri dulu aja deh sampai ketemu," putus Sena.

Sayangnya, lagi-lagi usaha Sena gagal. Kepala HRD dan produser tim Riana mengatakan sudah lama Riana tidak masuk kerja. Mereka mengatakan mungkin Riana sudah resign dan menyayangkan cara Riana resign yang tanpa kabar seperti itu.

"Aaargh! Ini bocah kemana sih?" Sena jadi memukul-mukul setir mobilnya yang tak bersalah apa-apa.

"Apa aku harus tungguin dia di rumah sakit ya?" Sena terdiam sejenak. “Tapi ada kemungkinan ketemu Jo lagi. Soalnya suster yang ngerawat ibu Riana bilang kalau Jo itu dokter baru yang bertugas nanganin ibu Riana."

"Whatever-lah! Yang penting ketemu si bocah aneh itu dulu! Interogasinya bisa nanti-nanti!" Sena langsung menyalakan mesin mobilnya. Bergegas ke rumah sakit.

*******************

"Loh? Popcornku kok nggak ada?" gumam Riana. Sejenak saat menoleh, ternyata Rafa sudah mengambil jatah popcornnya dan memeluk erat di dada.

Duh, emang ya bocah. Kalau jatahnya habis, langsung ambil punya orang. Riana geleng-geleng sendiri melihat tiga buah tempat popcorn ada di tangan Rafa semua. Tiga buah. Punyanya, punya David, dan tentu punya Rafa.

Perlahan Riana mulai mengambil popcorn jatahnya. Di saat yang sama, David melakukan hal yang serupa. Jemari mereka berdua pun saling berdesakan  di wadah yang sama.

Duh! Kok kayak gini lagi sih? batin Riana.

"Kamu ambil duluan aja," David langsung menarik jarinya keluar dari tempat popcorn. Mempersilakan Riana mengambil popcorn sepuasnya. Baru setelah itu, David yang mengambil popcorn.

Jantung Riana yang dari tadi sudah tenang, kembali berdetak kencang. Sambil mengunyah popcorn, sesekali Riana melirik ke samping. David tampak tenang menikmati film Frozen 2 seperti Rafa.

Duh, kenapa sih jantungku jadi nggak jelas gini? Masa' iya, penyakit jantung ibu mulai nurun ke aku? batin Riana gelisah. Tangan kirinya masih memegangi dadanya. Berharap detak jantung kembali normal lagi.

Akhirnya, film Frozen 2 yang mereka tonton selesai juga. Walau sempat terbagi fokus di pertengahan film, Riana puas bisa menamatkan film itu. Sebagai pecinta film, Riana sangat menikmati ending Frozen 2 yang selalu hangat.

"Rafa mau punya adik juga," celetuk Rafa girang sambil menggandeng Riana.

"Ma, nanti kalau Papa pulang, bilang ya? Kalau Rafa mau adik. Kayak Anna di Frozen 2. Biar bisa Rafa ajak berpetualang. Ya?"

Riana mematung. Tak menyangka Rafa akan mengajukan permintaan semacam itu pada dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status