Home / Romansa / MENGAJAR CINTA / 2. Bukan Sekedar Mengajar

Share

2. Bukan Sekedar Mengajar

Author: Nd.park
last update Last Updated: 2025-06-15 22:14:57

SELAMAT MEMBACA SEMUAMYA

---

Langit siang itu terasa sangat cerah, angin bertiup pelan seolah memberi semangat baru. Dinda tiba 10 menit lebih awal di rumah Putra. Ia disambut lagi oleh pria penjaga rumah yang kemarin, kemudian masuk ke dalam setelah dipersilakan.

Tapi hari ini tidak seperti kemarin. Ares sedang... rewel.

Ares menyembunyikan diri di balik sofa, wajahnya cemberut.

Dinda mengernyit pelan, menaruh tasnya di meja belajar kecil di sudut ruangan.

"Ares kenapa, Mbak?" tanya Dinda kepada pengasuh Ares—Nita.

"Aduh! Saya juga tidak tahu, Miss. Dari tadi saya tanya, Adek kenapa, tapi tidak dijawab," jelas Nita.

"Ares, sini coba cerita sama Miss. Ares kenapa?" tanya Dinda, mencoba membujuk.

“Ares ndak mau belajal,” katanya cemberut.

“Lho, kenapa? Kan kemarin semangat banget.”

Ares mendongak dari balik sandaran sofa. “Ngantuk... dan Mama Yes tenapa ndak ada?” tanya Ares sedih.

Kata itu "Mama" membuat langkah Dinda seketika melambat.

Dinda baru menyadari satu hal, dari kemarin hingga hari ini, ia belum juga melihat sosok Mama Ares. Ke mana ibu dari anak kecil itu?

Sementara itu, Nita berjongkok, mendekati Ares yang tampak murung.

"Adek mau bobok? Kalau mau, yuk bobok bareng Mbak," ucap Nita lembut, mencoba menghibur.

Namun Ares menggeleng keras. "Ndak mau bobok, Mbak! Mau Mama. Tenapa Mama Yes ndak ada?" tanyanya dengan suara sedih dan mata yang mulai berkaca-kaca.

Nita tertegun sejenak, lalu bertanya pelan, "Kenapa, Dek? Kok tiba-tiba tanya Mama?"

Ares menunduk, suaranya lirih saat menjawab, "Tadi Yes nonton lebah cali mamana. Yes juga ndak ada Mama... cedih..."

Matanya menatap ke arah Nita, sang pengasuh, yang kini terlihat mulai kewalahan. Wajahnya menunjukkan raut bingung, dan bujukannya pun tak mampu meredakan kesedihan Ares yang terus mencari-cari mamanya.

Anak itu tampak begitu kehilangan. Dan Dinda… semakin banyak pertanyaan yang berputar dalam benaknya.

“Kalau gitu... kita nggak usah belajar pakai buku dulu, gimana? Kita gambar aja. Ares mau gambar apa aja, boleh,” ujar Dinda, mencoba mengalihkan fokus Ares sambil membujuk dengan lembut.

Anak itu sempat terdiam, lalu mengangguk kecil. Dinda segera mengambil selembar kertas kosong dan kotak pensil warna, lalu duduk di lantai bersama Ares. Mereka mulai menggambar bersama. Ares tampak antusias menggambar sosok karakter kartun yang ia sukai, warnanya biru, memakai topi, berkacamata, dan mengenakan baju putih.

“Ini gambar apa?” tanya Dinda hati-hati, takut menyinggung perasaannya. Jujur saja, gambarnya masih berantakan, tapi cukup rapi untuk anak seusianya.

Ares menjawab dengan mantap, “Ini Muf... namana Blainy Muf.”

Dinda menahan senyum. “Ohh, maksudnya Brainy Smurf?”

Ares mengangguk cepat. “Iya! Itu!”

Dari balik ruang kerja yang terbuka sebagian, Putra diam-diam memperhatikan mereka. Matanya menatap kosong ke arah Ares, lalu kembali ke layar laptopnya, mencoba fokus meski jelas pikirannya melayang ke suatu kejadian masa lalu.

Putra sebenarnya bukan tidak peduli saat mendengar Ares mulai rewel. Ia sempat berniat keluar untuk mengecek, namun langkahnya terhenti ketika melihat Dinda dan pengasuh Ares sedang berusaha menenangkan anak itu.

Melihat keduanya tampak sigap dan sabar, Putra memutuskan untuk tidak ikut campur. Ia memilih diam dan kembali duduk, meski telinganya tetap awas memperhatikan suara-suara dari luar.

Setelah satu jam, suasana mulai mencair. Ares kembali ceria dan mau belajar alfabet dengan mainan huruf kayu. Dinda memanfaatkan kesempatan itu untuk menanamkan pelajaran ringan, sambil sesekali bermain suara lucu yang membuat Ares tertawa.

Saat Ares akhirnya tertidur di sofa, Dinda membereskan meja kecil dan duduk di ruang tamu, hendak mencatat perkembangan hari ini di notes-nya. Saat itulah, Putra keluar dari ruang kerjanya.

“Dia tidur?” tanyanya.

“Iya, tadi sempat ngambek, tapi akhirnya mau juga belajar,” jawab Dinda sambil tersenyum. “Saya biarkan dia istirahat sebentar.”

Putra ikut duduk di sofa seberang, “Terima kasih sudah sabar. Biasanya kalau lagi begini, dia memang agak... sensitif.”

Dinda tertawa kecil, “Anak seusia Ares memang sedang belajar mengenal emosi, Pak. Kadang mereka bingung menamai perasaannya sendiri.”

Putra mengangguk, lalu bertanya, “Kenapa memilih jadi guru privat? Padahal banyak orang seangkatan kamu lebih suka kerja kantoran.”

Dinda berpikir sejenak. “Saya suka dunia anak-anak. Rasanya ada kepuasan tersendiri saat melihat mereka paham sesuatu yang awalnya susah mereka pahami.”

“Kenapa tidak kerja di sekolahan?” tanya Putra tiba-tiba.

Dinda menoleh sebentar, lalu menjawab jujur, “Belum ada yang menerimaku, Pak.”

Putra memperhatikannya sejenak, matanya meneliti wajah Dinda yang tetap tenang meski nada suaranya terdengar sedikit pahit.

“Yang terpenting,” ujar Putra akhirnya, “kamu terlihat menikmati peranmu sekarang.”

Dinda tersenyum.

Obrolan mereka terhenti saat bel rumah berbunyi. Seorang wanita dengan penampilan mencolok masuk, tampaknya salah satu teman atau rekan bisnis Putra. Wanita itu menyapa Putra hangat, lalu menoleh ke arah Dinda.

“Kamu babysitter baru, ya?” tanyanya sambil menatap dari atas ke bawah.

Dinda tersenyum sopan, tak mengambil hati atas pertanyaan yang terdengar merendahkan. “Bukan, Bu. Saya guru privatnya Ares.”

“Oh,” jawab wanita itu sambil menaikkan alis.

Putra tak menjawab atau memperkenalkan. Ia hanya berkata singkat, “Saya masih ada urusan. Silakan tunggu sebentar.”

Dinda membalas dengan anggukan kecil dan tetap tersenyum.

Setelah wanita itu pamit, Dinda bersiap untuk pulang juga. Ia berpamitan pada Putra yang mengantar hingga depan pintu.

“Terima kasih, Dinda. Kamu sudah banyak membantu,” ucap Putra pelan.

Dinda menunduk sedikit. “Saya senang bisa ada di sini, Pak.”

“Putra saja,” ulangnya.

Dinda tersenyum. “Baik. Terima kasih, Putra.”

Ketika hendak melangkah keluar, suara kecil terdengar dari balik sofa.

“Miss Dindaaa... becok datang lagiii yaa...”

Ares berdiri sambil mengucek matanya, setengah mengantuk, tapi wajahnya berseri.

Dinda menoleh, hatinya menghangat. “Iya dong. Tapi Ares harus janji nggak ngambek, ya?”

Anak itu melambaikan tangannya, meski setengah ngantuk.

Di luar rumah, Dinda menjalankan pelan motornya menuju jalan kompleks. Sudah beberapa hari ini ia merasa sangat senang dengan pekerjaannya. Tapi lebih dari itu, ia sekarang sadar... tempat ini mulai terasa berarti.

---

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA DAN MEMBERI DUKUNGAN

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENGAJAR CINTA   68. Rencana ke Puncak

    SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Setelah kegaduhan yang Dinda dan Ares timbulkan, akhirnya mereka segera membersihkannya, dibantu oleh Nita. Setelah semuanya beres, Dinda pun ikut membantu Nita menyiapkan makan malam.“Masak apa lagi, Mbak?” tanya Dinda pada Nita.“Capcai aja deh, kayaknya, Din,” jawab Nita sambil tersenyum. Kini Nita memang sudah memanggil Dinda dengan sebutan santai, sesuai permintaan Dinda sendiri.“Oke, kalau gitu aku ambil bahannya dulu, Mbak,” kata Dinda setelah mendapat izin.“Yes nggak suka sayul itu, Miss,” protes Ares tiba-tiba saat melihat Dinda mengeluarkan sayur pakcoy dari kulkas. “Tapi Yes suka ayam goleng,” lanjutnya polos.Ares sedari tadi hanya duduk di meja makan sambil memainkan robot kesayangannya, sesekali melirik Miss Dinda yang sedang memasak bersama Mbak Nita.“Kenapa jadi ayam goreng, si Sayang? Kan ayam gorengnya udah matang,” sahut Dinda pelan. “Kalau sayuran, Ares suka y

  • MENGAJAR CINTA   67. Salju??

    SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Pagi menjelang disambut dengan sinar matahari yang cerah serta angin sejuk yang berhembus lembut. Seorang bocah laki-laki dengan pipi gembil dan bokong semoknya tengah berlarian di dalam rumah, sambil membawa mainan pesawat terbang di tangannya. “Ares, ayo, Nak, kita mandi dulu!” panggil Putra untuk kesekian kalinya. Namun Ares tidak mengindahkannya, sehingga Putra harus menangkap bocah kecil itu dan mempongnya ke arah sofa. “Ahhh, Papa! Yes tidak mau mandi! Masih dingin, tahu!” ujar Ares sambil menggeliat di dalam pelukan Putra sebelum pria itu duduk di atas sofa. “Enggak ada, ya. Kamu harus mandi sekarang juga,” ucap Putra sambil mencoba membuka baju Ares. “Tidak—!” teriak Ares dengan nada drama, sementara tangan mungilnya berusaha menjauhkan tangan besar sang ayah. “Eh, mana sopan teriak-teriak begitu di depan Papa?” tegur Putra pelan namun sedikit tegas untuk meng

  • MENGAJAR CINTA   66. Harapan

    SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Sesampainya di rumah, Ares langsung menuju kamar, tentu saja dibantu oleh Nita, sang pengasuhnya.“Aduh, aduh... adek sudah bau keringat banget, nih. Yuk, kita mandi, ya,” ujar Nita dengan nada sedikit berlebihan agar Ares segera mau mandi.Ares mengangguk kecil. “Iya, Mbak. Yes sudah bau badan, Yes juga banyak kelingat. Maaf ya, Mbak,” ucapnya polos.Nita yang mendengar permintaan maaf dari Ares sontak tersenyum haru. Meski bukan pertama kalinya bocah itu meminta maaf, setiap kali Ares mengucapkannya, hatinya selalu tersentuh.“Aduh, sayangnya Mbak... nggak apa-apa, Dek. Ayo, kita mandi,” ajak Nita sambil menuntun Ares ke arah kamar mandi.“Mbak, Yes mau ajak Nemo, ya,” katanya sambil menggenggam boneka ikan kecil kesayangannya saat berada di dalam kamar mandi.Sementara itu, di sisi lain, Putra masih berkutat dengan berkas-berkas kerja di kantornya . Kacamata bacanya bertengger man

  • MENGAJAR CINTA   65. Hangatnya Perpisahan

    SELAMAT MEMBACA SEMUANYA ... Sebulan telah berlalu sejak insiden ketika Putra memecat sekretaris lamanya. Kini ia sudah memiliki pengganti baru. Sebenarnya Putra menginginkan sekretaris laki-laki, namun apa daya—semua pelamar yang datang adalah perempuan. Mau tak mau, Putra harus menerima, dari pada tidak ada sama sekali. Memang benar ada Satria yang selama ini juga membantunya, tapi Satria memiliki tugas utama sendiri. Putra tidak bisa sepenuhnya bergantung padanya. "Selamat pagi, Pak," sapa sekretaris baru itu sambil segera berdiri dari duduknya ketika Putra melewati meja kerjanya. "Hm," sahut Putra datar sambil terus berlalu. Sekretaris barunya bernama Nindi. Selama tiga minggu bekerja, Nindi menunjukkan profesionalismenya. Ia tidak pernah melanggar aturan yang telah ditetapkan Putra. "Pagi, Pak Satria," sapa Nindi lagi sambil berdiri, ketika melihat Satria hendak masuk ke ruang kerja Putra. "Pagi jug

  • MENGAJAR CINTA   64. Marah

    SELAMAT MEMBACA SEMUANYA...Hari-hari kembali berjalan seperti biasa. Ares sudah aktif lagi bersekolah, mengikuti les, sementara Dinda tenggelam dengan kesibukan kerjanya. Rutinitas itu membuat mereka sama-sama terbiasa dengan ritme baru: Ares yang ceria dengan dunianya, dan Dinda yang setia mendampingi setiap langkah kecilnya. Sore itu, waktunya Ares pulang dari les. Nita bersama Mas Panji sudah menjemput, sementara Dinda dan Tari masih menemani di ruang belajar. “Ares sudah siap, sayang?” tanya Dinda lembut. “Sudah, Miss. Yes pamit pulang, ya, Miss,” ucap Ares sambil menyalami tangan Dinda. Tak lupa ia juga berpamitan pada Tari. “Miss Tali, Yes pulang dulu, ya.” “Iya, hati-hati ganteng,” sahut Tari sambil tersenyum. “Iya, hati-hati ya,” tambah Dinda. “Terima kasih untuk hari ini, Miss Dinda, Miss Tari, sudah mengajar dan menjaga adik,” ujar Nita sambil membawa tas Ares dan menggandeng tangannya yang kec

  • MENGAJAR CINTA   63. Penjelasan

    SELAMAT MEMBACA SEMUANYA..Seminggu sudah berlalu tanpa kabar dari Ares. Selama itu pula, Ares tidak terlihat di sekolah maupun di bimbel.Sementara itu, Sabtu siang ini Dinda sibuk menatap layar laptop, merapikan jadwal anak-anak les seperti rutinitas mingguannya. Ruangan terasa tenang, hanya suara ketikan jari di keyboard yang terdengar.Tiba-tiba, pintu bimbel terbuka. Dinda tidak menoleh, masih larut dalam pikirannya, sampai sebuah suara melengking memecah keheningan.“Miss Dindaaa!”Dinda tersentak, lalu segera menoleh. Senyum lebar langsung merekah di wajahnya ketika melihat siapa yang datang.“Aresss…” serunya, bangkit dari kursi dan merengkuh bocah itu ke dalam pelukan hangat.“Hihi, Yes kangen sama Miss Dinda,” ujar Ares masih dalam dekapan hangat Dinda.Dinda tersenyum lebar, lalu perlahan melepaskan pelukan mereka. “Miss juga kangeeeen banget sama Ares,” balasnya penuh sayang.“Apa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status