🏵️🏵️🏵️
Bagaimana ini? Apa mungkin Kak Hana mendengar tangisan dan teriakanku? Jangan sampai kakak iparku itu menyampaikan apa yang dia dengar kepada Bunda dan Kak Bara. Aku harus segera membenahi diri dan berusaha bersikap tenang.
Aku pun mengusap air mataku lalu melangkah untuk membuka pintu. Aku berusaha tersenyum kepada Kak Hana supaya dia tidak curiga dengan apa yang aku lakukan tadi. Aku belum mampu menceritakan apa yang terjadi saat ini kepadanya.
“Tadi Kakak dengar ada suara nangis sambil teriak.” Ternyata dugaanku benar, Kak Hana mengetahui apa yang kulakukan.
“Oh, itu suara dari TV, Kak. Tadi aku lagi nonton. Tapi pas dengar suara Kakak, aku langsung matiin TV-nya.” Aku terpaksa berbohong kepadanya.
“Kamu nggak lagi nyembunyiin sesuatu, ‘kan, dari Kakak?” Sepertinya dia tidak percaya dengan alasan yang kuberikan.
“Nggak, Kak.”
“Kalau memang lagi ada masalah, jangan sungkan untuk cerita ke Kakak.” Kak Hana mengusap pundakku lalu beranjak dari depan kamarku.
Terus terang, aku merasa bersalah karena telah membohongi wanita sebaik Kak Hana. Walaupun pernikahannya dengan Kak Bara berawal dari perjodohan, tetapi dia tidak pernah bersikap tidak peduli terhadap keluargaku.
Oleh karena itu, Kak Bara mengaku bangga memiliki istri seperti Kak Hana. Begitu juga dengan Ayah dan Bunda yang selalu memuji apa yang menantu mereka lakukan terhadap keluarga. Kak Hana tidak pernah menunjukkan kesombongan walaupun berasal dari keluarga kaya.
Sebenarnya, aku ingin menumpahkan apa yang kurasakan saat ini kepada Kak Hana. Namun, aku belum memiliki keberanian untuk melakukan hal itu. Aku masih memikirkan kesehatan Bunda. Aku tidak mampu membayangkan seperti apa reaksi beliau jika mengetahui kehamilanku.
Kenapa ada seseorang yang tega melakukan kejahatan kepadaku? Kesalahan apa yang telah aku perbuat hingga mengalami penderitaan ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa sebaiknya aku pergi saja dari kota ini? Namun, apa alasan yang akan kuberikan kepada Bunda dan Kak Bara?
Apakah Ayah melihat kesedihan yang aku alami saat ini? Ayah, aku kangen. Seandainya Ayah masih bersama kami, mungkin aku akan jujur dengan apa yang terjadi terhadapku. Ayah pasti akan bertindak.
🏵️🏵️🏵️
Pagi ini, aku dikejutkan tiga orang tamu asing di rumahku. Ternyata Bunda dan Kak Bara juga mengaku belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Namun, tidak dengan Kak Hana. Kakak iparku itu langsung menyapa salah satu dari mereka.
“Alex? Ada perlu apa ke sini? Apa kamu kenal dengan keluarga suamiku?”
Tamu paling muda itu ternyata bernama Alex. Dia sangat tampan dan berwibawa. Biasanya aku melihat tampang seperti dia di drama-drama yang aku tonton. Berpakaian rapi dan menjabat sebagai bos atau CEO perusahaan.
“Hana? Kamu tinggal di sini sekarang?” Pemuda yang bernama Alex itu pun membalas sapaan Kak Hana.
“Iya. Ini rumah mertuaku. Btw, Amira nggak ikut?” Kak Hana kembali bertanya. Namun, pemuda itu hanya tersenyum. “Ayo silakan masuk.” Kak Hana pun mempersilakan ketiga tamu itu masuk rumah.
Aku sangat heran kenapa ada tamu asing sepagi ini berkunjung ke rumahku. Ini baru jam tujuh lewat tiga puluh menit. Siapa mereka sebenarnya? Apa tujuan mereka mengunjungi rumah ini? Tunggu! Ada sesuatu yang aneh, setelah kami semua duduk di sofa ruang tamu, aku tiba-tiba merasakan mual.
“Kamu kenapa, Dek?” tanya Kak Hana.
“Mungkin kekenyangan, Kak.” Aku memberikan jawaban yang tidak mencurigakan karena kebetulan, kami baru selesai sarapan.
“Oh,” balas Kak Hana. Sepertinya dia percaya dengan alasan yang kuberikan.
“Maaf, apa tujuan Bapak dan Ibu ke rumah saya?” Bunda tiba-tiba membuka suara.
“Kami ingin menjemput calon menantu kami.” Wanita yang sejak tadi melihat ke arahku, memberikan jawaban. Kami sontak kaget mendengar ucapannya.
“Calon menantu? Saya tidak mengerti maksud Ibu.” Bunda tampak bingung.
“Putri Ibu adalah calon menantu kami yang akan melahirkan cucu kami.” Jawaban wanita itu mengingatkan aku tentang kehamilanku. Kenapa beliau sangat yakin berkata seperti itu? Bagaimana mungkin orang asing menganggapku sebagai calon menantu yang akan melahirkan cucunya?
“Saya makin tidak mengerti maksud Ibu.” Bunda menunjukkan wajah kesal.
“Jangan membuat Bunda saya bingung, Bu.” Kak Bara turut menimpali. Pasti kakakku itu khawatir dengan kesehatan Bunda.
“Ada apa sebenarnya, Lex?” Kak Hana pun turut bertanya.
Lelaki yang aku perkirakan berusia sekitar lima puluh tahun dan sejak tadi diam, tiba-tiba membuka suara sambil melihat ke arah Bunda. “Anak Ibu sedang mengandung cucu kami, anaknya Alex.”
Aku langsung menangis mendengar penuturan lelaki itu, sedangkan Bunda tidak sadarkan diri.
🏵️🏵️🏵️Aku sangat tahu apa yang Mbak Amira harapkan saat ini. Dia pasti menginginkan perdebatan antara aku dan Mas Alex. Namun, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku akan menunjukkan kalau dia tidak akan pernah berhasil meregangkan hubunganku dengan Mas Alex.“Iya, Mas … saya tahu. Saya sangat mengenal suami saya dan wanita ini.” Aku melihat ke arah Mbak Amira.“Tadi dia tersungkur, Sayang. Katanya kakinya terkilir dan nggak bisa berdiri. Saya hanya mencoba untuk memberikan bantuan.” Mas Alex memberikan penjelasan. Aku tetap membalasnya dengan respons baik walaupun hati kecilku tetap tidak terima dengan tindakannya terhadap Mbak Amira.“Mas nggak perlu jelasin. Saya tahu niat Mas hanya untuk nolong mantan istri Mas.”“Terima kasih, Sayang. Saya akan telepon Dimas untuk membantunya.” Mas Alex langsung meraih ponsel dari saku kemejanya lalu menghubungi asisten pribadinya.Tidak sampai dua menit, laki-laki yang selalu membantu Mas Alex selama bertahun-tahun, akhirnya memasuki
🏵️🏵️🏵️Hari ini merupakan acara tujuh bulanan kehamilanku. Aku sangat bersyukur karena kegiatan tersebut berjalan dengan lancar. Semua anggota keluarga dan para undangan memberikan selamat dan doa terbaik untukku, tidak terkecuali dengan Tante Mira dan Kak Andrew.Tiga bulan yang lalu, kebenaran tentang kejahatan wanita yang menjebak Opa Rama telah terungkap. Ternyata alasan Tante Mira sangat membenci Opa Rama karena menganggap orang tua itu tidak bertanggung jawab. Tante Mira mengaku tidak tahu kalau Opa Rama yang telah membiayai kebutuhannya sejak dalam kandungan.Selama hidupnya, Tante Mira selalu percaya dengan ucapan Bu Rahmi—ibunya, tentang Opa Rama yang diakui kejam dan lari dari tanggung jawab. Oleh karena itu, Tante Mira pun sangat membenci ayah kandungnya sendiri hingga berniat untuk balas dendam.Sementara Mbak Indah yang berstatus sebagai keponakan yang menyayangi keluarganya, turut membantu menjalankan niat dan rencana Tante Mira. Dia tidak hanya sekadar suka terhadap M
🏵️🏵️🏵️Mas Alex mematikan telepon setelah mengucapkan terima kasih kepada Dimas. Dia pun langsung duduk di tempat tidur lalu mengembuskan napas berat. Aku tahu bagaimana perasaannya saat ini, walaupun aku tidak mengalami apa yang dia rasakan.Aku pun memilih berdiri di depannya lalu mengusap pipinya. “Mas jangan terlalu banyak mikir. Saya nggak mau Mas sakit. Mas juga harus ingat anak kita.” Aku mendekatkan tangannya ke perutku.“Iya, Sayang. Saya nggak apa-apa, kok. Nanti malam, kita ngomong sama Papa dan Mama untuk memberitahukan kenyataan ini. Mereka pasti ngerti bagaimana cara menyampaikannya ke Opa dan Oma.” Mas Alex mengusap-usap perutku lalu menciumnya. Dia pun memintaku duduk di sampingnya.“Iya, Mas,” jawabku setelah duduk.“Rasanya masih seperti mimpi, ya, Sayang, kalau saya dan Andrew ternyata sepupuan. Kenapa baru terungkap sekarang? Itu juga berawal dari kekejaman dia dan ibunya yang menculik kamu.” Mas Alex tampak kesal.“Mungkin dengan kehadiran saya ke rumah ini, mer
🏵️🏵️🏵️Apa mungkin kecurigaanku terhadap Kak Andrew memang benar? Aku merasakan sesuatu yang aneh ketika dia tiba-tiba berada di jalanan sepi setelah Bu Mira menurunkan aku kala itu. Aku sengaja tidak bertanya kepadanya karena ingin segera tiba di rumah.“Ada apa, Sayang?” Ternyata Mas Alex menyadari perubahan sikapku.“Saya melihat Kak Andrew jalan bersama Bu Mira, Mas.” Aku pun mengatakan apa yang kusaksikan.“Bu Mira?” Wajah Mas Alex tampak mengalami perubahan.“Iya, Mas. Wanita yang menculik saya.”“Apa? Jadi, Andrew kenal dengan wanita itu?” Mas Alex pun menepi lalu menghentikan mobilnya.“Saya juga heran, Mas. Mereka tadi masuk mall itu.” Aku menunjuk pusat perbelanjaan yang baru saja kami lewati.“Saya akan meminta Dimas ke sini untuk menyelidiki mereka. Kalau sampai Andrew terlibat dalam penculikan kamu saat itu, saya akan memberinya pelajaran.” Mas Alex menunjukkan wajah marah. Dia pun menghubungi Dimas—asisten pribadinya.Aku tahu bagaimana perasaan Mas Alex saat ini, apal
🏵️🏵️🏵️Selama ini, aku berpikir kalau Mbak Indah sudah ikhlas menerima hubunganku dan Mas Alex karena sejak pertemuan terakhir kami kala itu, dia tidak pernah menunjukkan dirinya lagi. Namun, ternyata aku salah karena dia ingin mencelakai aku secara diam-diam.“Kenapa Mbak setega itu?” tanyaku kepada Mbak Indah.“Apa? Kamu bilang aku tega? Justru kamu yang telah menghancurkan harapanku untuk bersatu dengan Alex! Kehadiranmu juga menggagalkan semua rencanaku!” Dia meninggikan suaranya.“Saya tidak pernah melakukan apa yang Mbak tuduhkan.” Aku tidak terima dengan apa yang dia ucapkan.“Sok lugu kamu!” Dia menyejajarkan posisi denganku lalu mencekal pipiku. “Aku makin muak melihatmu.” Dia pun kembali berdiri.“Stop, Indah!” Tiba-tiba Mas Alex muncul lalu menghampiriku. Dari mana dia tahu keberadaanku? “Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Dia membantuku untuk berdiri.Aku sangat terkejut melihat darah mengalir di pahaku. Apa mungkin ini terjadi karena kram di perutku? “Mas, ada darah,” ucapku
🏵️🏵️🏵️Kenapa Mbak Amira masih menghubungi Mas Alex? Dia bahkan mengirim pesan yang sangat menyakitkan. Bisa-bisanya wanita itu mengingatkan hari pernyataan cinta Mas Alex kepadanya beberapa tahun yang lalu. Apa dia lupa sudah punya suami? Menyebalkan!“Siapa yang kirim pesan, Sayang?” tanya Mas Alex.“Mas lihat aja sendiri. Saya mau mandi. Saya mau ke rumah Bunda hari ini. Kemarin, kan, nggak jadi.” Aku menyerahkan ponsel Mas Alex dan memutuskan untuk mandi karena ingin menghindarinya. Aku lebih baik menjaga jarak darinya dengan cara mengunjungi Bunda.“Kita mandinya bareng aja, ya, Sayang. Terus, sama-sama ke rumah Bunda.” Dia menaruh kembali ponselnya ke nakas sebelum membaca pesan masuk yang dikirim Mbak Amira.“Saya ingin pergi sendiri. Mas lupa ini hari apa?” Aku ingin tahu, apakah dia masih mengingat awal bersatunya hubungannya dengan Mbak Amira sebagai sepasang kekasih dulu.“Ini Minggu, Sayang. Saya nggak mungkin lupa. Jadi, kita bisa ke rumah Bunda seharian.” Dia memberika