Share

BAB 5

Author: Nenghally
last update Last Updated: 2024-05-25 17:30:06

Setelah melalui berbagai macam rangkaian acara pernikahan, Agatha dan Bintang segera pergi menuju hotel yang sudah di siapkan oleh keluarganya untuk beristirahat. —Malam pertama? Apakah Bintang benar-benar akan melewatinya dengan Agatha? Apa mungkin perempuan seperti Agatha akan menyerahkan kesuciannya pada Bintang?— Pikiran-pikiran itu terus mengganggu Bintang sepanjang acara sampai tiba di hotel.

Setelah selesai membersihkan diri, Agatha segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan membelakangi Bintang yang sedang membaca buku. Bintang sudah mandi lebih dulu saat Agatha menghapus riasannya. Mereka tahu apa yang akan terjadi malam ini, tapi keduanya terlihat gugup.

Tiba-tiba saja, Agatha merasakan kehangatan di tubuhnya. Bintang meletakkan buku yang ada di tangannya dan memeluk Agatha dari belakang.

"Sudah siap?" bisiknya di telinga Agatha.

Agatha pura-pura tertidur dan tak menjawab pertanyaan dari Bintang, jantungnya berdebar lebih cepat. Dia tidak pernah merasakan getaran seperti itu sebelumnya, bahkan saat pertama kali jatuh cinta kepada Bintang. Mungkinkah karena status mereka sekarang sudah berubah, dan tidak ada lagi batas di antara mereka?

Bintang melepaskan pelukannya dari tubuh Agatha, dia mengelus pucuk kepalanya dengan lembut. Kemudian, Agatha membuka matanya perlahan karena tidak lagi merasakan keberadaannya Bintang di sampingnya. Dia melihat Bintang tertidur di sofa.

"Mas, kenapa tidur di situ?" tanya Agatha bingung.

"Tidak apa-apa, aku tidur di sini saja," jawab Bintang tanpa membuka mata.

"Kenapa? Mas tidak suka ya tidur sama aku, atau Mas punya pikiran jelek dan merasa aku tidak pantas untuk tidur dengan Mas?" ucap Agatha, tidak menyadari apa yang baru saja dikatakannya, karena tiba-tiba merasa cemburu pada Aera.

"St, kok kamu bicara seperti itu?" Bintang beranjak dari sofa dan berjalan mendekatinya.

"Terus kenapa?" tanya Agatha, mulai gugup.

Bintang meraih tangan Agatha dan meletakkannya di dada bidangnya itu, Agatha merasakan detak jantung Bintang yang berdebar.

"Kamu tidak tahu kan, seberapa gugup aku malam ini?" tanya Bintang, menatap Agatha dengan lembut.

"Aku juga sama, Mas." Agatha menunduk, mereka berdua duduk berdampingan di samping tempat tidur.

"Aku tidak pernah tidur dengan perempuan," ucap Bintang dengan jujur.

"Ha, benarkah? Aku yakin, Mas pasti pernah melakukannya, setidaknya dengan pacar Mas. Aku melihatnya saat itu," kata Agatha, mengingat pertemuan pertamanya dengan Aera di rumah Bintang.

Bintang menatap Agatha dan mencium bibirnya secara mendadak, ia memeluk Agatha dengan erat. Agatha merasakan kehangatan dan kelembutan, membuatnya merasa sedikit tenang.

"Ada banyak kesempatan, tetapi aku tidak pernah berani untuk menyentuhnya. Bagiku dia begitu berharga, untuk aku yang tidak pernah memberikannya kepastian tentang hubungan kami berdua. Agatha, apa kamu benar-benar mencintaiku?" tanya Bintang, melepas pelukannya dan menatap Agatha.

"Ya, aku mencintaimu, Mas Bintang."

Bintang kembali mencium bibir Agatha, kali ini suasana semakin panas. Dia mendorong tubuh Agatha ke atas tempat tidur dan menimpanya. Saat kedua mata mereka bertemu, mereka mulai merasakan cinta yang sesungguhnya. Setiap sentuhan yang Bintang berikan membuat Agatha semakin tak berdaya. Bahkan, saat Bintang menanggalkan semua pakaiannya, dia hanya terdiam pasrah.

Saat Bintang mulai turun mencium bagian lehernya, Agatha menghela nafas geli. Namun, helaan nafas Agatha membuat Bintang semakin membuas. Dia mulai menelusuri bagian sensitif lainnya. Dia merasa jiwanya semakin membara ketika melihat lekuk tubuh Agatha yang begitu sempurna.

"Ah, Mas,"

Tubuh Agatha bergetar, ketika milik Bintang mulai memasuki benteng pertahanannya. Dengan lembut, Bintang kembali mencium bibir Agatha. Mereka merasakan sensasi yang tidak biasa, apalagi setelah Bintang berhasil memecah kesucian Agatha.

Bintang menghapus air mata Agatha yang jatuh ke pipinya, Bintang tahu ini tidak mudah. Agatha beberapa kali mendorong tubuh Bintang perlahan, namun berusaha kembali untuk membuka kedua kakinya dengan lebih percaya diri.

"Lakukan pelan-pelan," bisik Agatha di telinga Bintang dengan suara lirih.

"Maafkah aku, Agatha. Aku akan lebih lembut," kata Bintang.

Agatha tidak tahu harus menggambarkannya dengan perasaan apa, rasanya sakit, tapi tidak sesakit yang di bayangkan. Agatha sudah berusaha untuk tidak bersuara, tetapi teriakkan itu akhirnya keluar juga dari mulutnya.

Bintang merasakan suatu kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuhnya dan melupakan Aera beberapa saat dari pikirannya. Apalagi setelah berhasil mencapai puncaknya, Bintang seolah lupa diri. Sensasi itu sudah tidak bisa di kendalikan lagi oleh akal normalnya.

Ketika sensasi itu kian menguat, tubuh Agatha semakin bergetar di tempat tidur, tangannya mencengkeram kedua bahu Bintang kuat-kuat, meronta di bawah tekanan tubuh kekar suaminya. Beberapa saat kemudian, mereka merasakan sesuatu keluar secara bersamaan dari miliknya.

"Agatha, terima kasih." Bintang mengecup kening Agatha, dan membaringkan tubuhnya yang kelelahan di sampingnya.

"Itu sudah kewajibanku," jawab Agatha, mencoba meluruskan kakinya yang masih bergetar.

"Agatha, kalau kamu hamil bagaimana?" tanya Bintang, mulai memikirkan akibat dari perbuatannya.

"Memangnya kenapa? Aku kan punya suami," ucap Agatha.

"Kamu tidak akan menyesalinya kan?" tanya Bintang.

"Selama kamu bersamaku, aku tidak akan menyesali apa pun."

Mereka berdua kembali berciuman dan tertidur karena kelelahan malam itu. Semuanya benar-benar terasa seperti mimpi bagi Bintang, sekarang dia sudah menjadi seorang suami, lantas bagaimana dengan Aera? Bagaimana kabarnya?

***

"Mas pacar.."

Suara panggilan itu, akhirnya terdengar lagi di telinga Bintang setelah beberapa hari belakangan ini menghilang. Aera melambaikan tangannya dan berlari ke arah Bintang yang baru saja turun dari mobil. Aera memeluknya dengan erat, sambil menghujaninya dengan pertanyaan yang begitu banyak.

"Mas, kamu ke mana saja? Kenapa tidak bisa di hubungi? Aku sampai datang ke rumahmu, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Ya! Ke mana Mas pergi beberapa minggu ini?" tanya Aera, dengan banyak pertanyaan yang terlontar dari mulutnya.

Aera masih tak mau melepaskan pelukannya. Bintang dapat merasakan kekhawatiran dalam diri Aera, namun dia tidak bisa menjelaskan apa-apa.

"Aera, ayo kita masuk dulu!" Bintang menarik tangan Aera, karena mereka menjadi pusat perhatian.

"Mas, kamu tampan sekali hari ini." Aera mencium pipi Bintang. Seperti biasa, dia tidak peduli dengan sekitar.

"Aera, jangan lakukan itu," wajah Bintang memerah.

"Kenapa? Aku ingin memberi tahu pada dunia bahwa Mas Bintang adalah milikku, Aera!" ucap Aera sambil menatap Bintang tulus.

"Aera, ini masih pagi, berhentilah menggodaku!" seru Bintang, tersipu malu.

Mereka berdua masuk ke dalam kelas dan kembali berpisah karena Aera punya kelas tambahan. Aera tersenyum dan melambaikan tangannya pada Bintang, begitu pun sebaliknya. Namun, Bintang masih memikirkan bagaimana caranya supaya dia bisa berpisah dengan Aera tanpa harus menyakitinya.

Saat Bintang merapikan mejanya, tiba-tiba saja Agatha masuk ke dalam kelasnya. Agatha menunggu semua orang untuk bubar, sehingga hanya meninggalkan dia dan Bintang di dalam ruangan itu. Setelah memastikan semua orang keluar, Agatha mengunci pintu.

"Ada apa, Agatha?" tanya Bintang, menatap perempuan di hadapannya dengan bingung.

"Aku ingin bicara berdua dengan, Mas," jawab Agatha, berjalan mendekati Bintang.

"Tapi ini kampus, apa kita tidak bisa bicara di rumah?" Bintang menatap keluar, khawatir akan ada yang melihat.

"Apa yang kamu cemaskan, Aera?" Agatha menarik kursi dan duduk menghadap Bintang yang masih berdiri.

Bintang terlihat gugup, sementara Agatha tampak tenang. Hubungan Aera dan Bintang yang belum selesai, membuat situasi menjadi rumit di antara mereka.

"Agatha, kami belum putus. Semua orang di kampus ini tahu bahwa kami menjalin hubungan," kata Bintang.

"Aku tidak pernah mengatakan, bahwa aku meminta kalian untuk putus secepatnya. Mas masih bisa berhubungan dengannya, jika itu membuat Mas bahagia." Agatha menatap Bintang dengan tulus.

"Apa maksudmu? Kamu tidak marah?"

"Bukankah kamu menikah denganku hanya karena terpaksa? Aku bisa melihat dengan jelas, ada cinta yang begitu besar di antara kalian berdua. Sulit kan, mencintai orang baru sepertiku?" Agatha menghela nafas berat, berusaha menyembunyikan sesak di dadanya.

Bintang merasa terpojok dengan pertanyaan Agatha. Namun, Bintang merasa lega karena Agatha tidak mendesaknya untuk segera mengungkapkan kebenaran kepada Aera.

"Aku rasa, ini hanya tentang waktu." Bintang meraih tangan Agatha.

"Habiskan semua waktu yang kamu punya bersamanya, karena setelah lulus kuliah mama dan papa ingin kita berdua pindah. Aku berharap, saat itu kamu bisa mengubur semua kenangan bersamanya dan mencintaiku tanpa keterpaksaan." Agatha menundukkan kepalanya, menahan air matanya yang hampir menetes.

Bintang meraih tangan Agatha dan menatapnya dengan sedikit kesal. Dia tidak mengerti bagaimana Agatha bisa menerima semua ini, dan kenapa Agatha tidak menunjukkan rasa cemburu atau marah.

"Agatha, setiap hari kamu selalu mengatakan bahwa kamu mencintaiku. Mana mungkin kamu tidak merasa cemburu, melihat suamimu bersama orang lain?" tanya Bintang, sedikit menekankan ucapannya.

"Bukan soal cinta tidak cinta, Mas. Tetapi, aku tidak mau jadi penghalang kebahagiaanmu hanya karena status kita suami istri sekarang. Kamu berhak melakukan apa yang kamu suka," kata Agatha, suaranya bergetar.

Bintang berpikir keras, sebelum membalas ucapan Agatha. Dia tidak menyangka, kalimat itu akan keluar dari seorang perempuan yang begitu dia percaya.

"Kenapa baru sekarang kamu berpikir seperti itu? Kenapa tidak sejak awal, kamu membuka mulut dan batalkan perjodohan kita!"

Mata Bintang menatap ke arah Agatha yang masih menunduk, menuntut jawaban yang memuaskan. Agatha masih terdiam, meskipun dalam hatinya ada perasaan yang terus berkecamuk.

"Mas, aku tidak bisa hamil," ucap Agatha, memberanikan diri untuk menatap Bintang.

Ketika air mata mulai menetes, membasahi pipi Agatha, Bintang mulai mengerti arah pembicaraannya. Bintang meraih Agatha ke dalam pelukannya, dia memberikan ciuman yang hangat dan lembut. Bintang tahu ini bukan saat yang tepat, namun dia berusaha menenangkan hati istrinya.

"Kita pulang saja, ya!" Bintang menggenggam tangan Agatha, dan berjalan ke arah pintu.

Ketika pintu terbuka, Bintang dan Agatha terkejut melihat Aera berdiri di hadapan mereka. Hati Bintang berdegup kencang, khawatir bahwa Aera mendengar pembicaraan mereka. Apakah ini akan menjadi awal dari masalah yang lebih besar?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Vya Kim
wah bahaya bahayaaa
goodnovel comment avatar
Wahyu Mei25
wahh makin seru nih gak sabar baca kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 87

    "Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 86

    Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 85

    Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 84

    Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 83

    Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 82

    Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status