Share

BAB 6

Author: Nenghally
last update Last Updated: 2024-05-31 15:45:37

Pintu yang terbuka menampilkan sosok Aera yang terkejut sekaligus bingung melihat Bintang dan Agatha keluar dari ruangan yang sepi. Bintang menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum mulai berbicara kepada Aera.

"Mas Bintang, ini.." Aera terlihat bingung, menatap ke arah Agatha dan Bintang.

"Aera, aku bisa jelaskan semuanya." Bintang segera melepaskan tangan Agatha dari genggamannya.

Bintang merasakan keringat dingin di punggungnya. Dia menatap Agatha sejenak, berharap dia akan mengambil alih situasi. Agatha tahu, ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Aera.

"Ada apa, Aera?" tanya Agatha dengan suara tenang.

"Aku mendengar ada percakapan serius di dalam. Apa yang kalian berdua bicarakan?" tanya Aera, matanya menatap tajam ke arah Bintang.

"Ah, itu... hanya urusan pekerjaan," kata Bintang mencoba tersenyum. "Tidak ada yang penting."

"Urusan pekerjaan?" Aera mengangkat alis, jelas tidak percaya. "Kenapa harus dibicarakan dengan pintu tertutup seperti itu?"

"Aku hanya ingin memastikan, tidak ada yang mengganggu les pribadiku. Pak Bintang merasa tidak enak denganmu, jadi dia mengajakku untuk les di rumah. Apa kau sudah puas?" kata Agatha.

Aera memandang Bintang dengan mata yang menyelidik. Bintang merasa semakin terpojok, tetapi dia berusaha untuk terlihat tenang.

Agatha tiba-tiba saja meraih minuman yang berada di tangan Aera dan keluar dari ruangan itu.

"Aku tidak akan les hari ini," ucap Agatha sembari menyeruput minuman itu dan pergi membawanya.

"Hai, kau.. Mas, itu minuman untukmu." Aera merajuk kesal.

"Sudah, biarkan saja. Apa kelasmu sudah selesai?" tanya Bintang, mencoba mengalihkan topik.

"Mr. Juno tidak masuk hari ini, jadi kelasnya di liburkan. Mas ingin berjalan-jalan?" kata Aera, dengan penuh semangat.

Bintang merasa kelegaan mendengar bahwa kelas Aera sudah selesai. Dia tahu dia harus menyelesaikan masalah ini dengan baik. "Tentu, Aera. Mengapa kita tidak berjalan-jalan sebentar?" jawab Bintang sambil mencoba tersenyum.

Mereka berdua keluar dari ruangan menuju ke luar. Bintang berusaha memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan situasi kepada Aera tanpa menimbulkan kebingungan atau kekhawatiran lebih lanjut.

Sementara itu, Agatha berjalan di depan, merenungkan keputusannya untuk tidak mengungkapkan kebenaran kepada Aera. Dia merasa bersalah, tetapi dia yakin bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.

Agatha melamun dan hampir saja tertabrak oleh seorang pria yang sedang berjalan terburu-buru di koridor. Dia dengan cepat menghindarinya, seraya menyentuh pundak pria itu dengan lembut.

"Maaf, Anda hampir menabrak saya," ucap Agatha, menahan napasnya.

Pria itu menoleh cepat ke arahnya dengan ekspresi terkejut sebelum tersenyum ramah. "Oh maaf, apa Anda baik-baik saja?"

Agatha mengangguk cepat. "Ya, terima kasih. Kamu harus lebih berhati-hati."

Mereka berdua melanjutkan perjalanan masing-masing. Tak lama kemudian, pria itu tiba-tiba saja menoleh kembali ke arah Agatha. Matanya menyipit sedikit, lalu wajahnya bersinar cerah.

"Agatha? Apakah itu benar?" ucap pria itu, ekspresinya berubah menjadi antusias.

Pria itu melihat sekeliling dengan cepat, mencari-cari keberadaan Agatha. Namun, Agatha sudah menghilang begitu saja, meninggalkannya dalam kebingungan. Dia menghela nafas dalam-dalam, merenungkan kebetulan bertemu dengan Agatha tanpa bisa memperoleh kesempatan untuk berbicara dengannya.

Dengan hati yang sedikit kecewa, dia melanjutkan perjalanannya dengan langkah yang lebih cepat, berharap bisa bertemu dengan Agatha di lain waktu.

***

Bintang mengikuti Aera dengan langkah yang berat, masih terpikir dengan kejadian di ruangan tadi. Meskipun merasa tegang dan tidak nyaman, dia berusaha menyembunyikan perasaannya di depan Aera.

Aera sesekali menoleh ke arah Bintang dengan senyuman lembut, namun Bintang merasa semakin terjebak dalam kebimbangan. Dia tahu harus mengatasi masalah ini secepat mungkin, tetapi juga tidak yakin bagaimana caranya.

Ketika mereka tiba di rumah Aera, suasana hening terasa begitu kentara. Aera membuka pintu dengan hati-hati, mempersilahkan Bintang untuk masuk.

"Silakan masuk, Mas Bintang," ucap Aera dengan lembut, tetapi ada kekhawatiran terselip di suaranya.

Setiba di rumah Aera, Bintang merasa sedikit lega dengan suasana yang tenang dan nyaman di sekitarnya. Meskipun perasaan canggung masih ada, tetapi kehadiran Aera memberinya rasa nyaman.

Mereka berdua berjalan ke dalam rumah, dan Aera dengan lembut mengajak Bintang ke kamar seperti yang biasa mereka lakukan saat berpacaran. Meskipun situasinya agak berbeda dari biasanya, tetapi Bintang berharap bahwa lingkungan yang akrab ini akan membantu mereka berbicara dengan lebih terbuka.

"Mas, aku akan pergi mandi. Kamu bisa menunggu kan?" tanya Aera.

"Ya, tentu saja." Bintang duduk di tepi tempat tidur.

Pikiran buruk kembali menyelinap di pikiran Bintang ketika Aera mulai pergi ke kamar mandi. Dia selalu membayangkan bisa mandi bersama Aera untuk melihat tubuhnya, tetapi sekarang dia ingin cepat pulang ke rumah untuk bertemu istrinya, Agatha.

Setiap sudut kamar yang sekarang ditempati Bintang, mengingatkannya pada saat-saat bahagia bersama Aera. Dia merasa terombang-ambing antara rasa kehilangan dan keinginan untuk melanjutkan hidup bersama Agatha.

Meskipun Bintang mencoba mengarahkan pikirannya ke depan, tetapi kenangannya bersama Aera membuatnya semakin sulit untuk melupakan masa lalunya. Setiap hari yang Bintang habiskan bersama Aera, semua penuh warna. Bintang bahkan tidak pernah berpikir bahwa mereka berdua akan berpisah dengan cara seperti ini.

"Aera, apa kau masih lama?" Bintang beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu kamar mandi.

"Sebentar lagi, Mas!" teriak Aera dari dalam.

Aera membuka pintu dan menarik tangan Bintang secara tiba-tiba. Dia meraih tubuh Bintang dan mendorongnya ke belakang pintu, mencium bibirnya dengan lembut, sambil melepaskan perlahan-lahan pakaian yang dikenakan Bintang.

Aera menarik tubuh Bintang masuk semakin dalam, dan berhenti di bawah pancuran air yang menyala sehingga tubuh mereka berdua terguyur air yang mengalir dengan deras.

"Sial, ini menyenangkan," pikir Bintang.

Bintang meraih tubuh Aera, dan mencium bibirnya dengan penuh semangat. Bintang merasa sensasi air hangat mengalir di tubuhnya, menyatu dengan kelembutan sentuhan yang diberikan oleh Aera. Bintang merasakan kesenangan tersendiri dalam dirinya saat jari Aera bermain di sekitar tubuhnya.

Namun, dengan cepat Bintang menghentikannya. Bintang tiba-tiba saja teringat dengan Agatha. Kenapa dia harus mencari kesenangan dari wanita lain, jika istrinya juga bisa memberikannya?

"Aera..." bisik Bintang, suaranya penuh dengan keraguan dan keinginan yang tak terungkap kan.

"Lakukanlah, Mas. Aku tidak akan menyesali apa pun denganmu," desis Aera lembut, membuat Bintang semakin terpancing untuk melakukan sesuatu yang lebih lagi.

Mereka terperangkap dalam momen yang semakin panas, melupakan segala hal di luar sana. Bintang tidak bisa menahan diri untuk tidak membalas godaan yang ditunjukkan oleh Aera. Dia merasakan sensasi ciuman Aera menggertakkan seluruh tubuhnya, menghidupkan gejolak yang terpendam.

Dalam pelukan yang hangat, Bintang merasa seolah ketegangan dan kebimbangan dalam dirinya meleleh. Setelah melakukan hubungan terlarang itu, mereka terdiam sejenak, hanya suara air yang terdengar di sekitar mereka.

"Aera, apa yang sudah kau lakukan? Kau berani sekali!" Bintang melepaskan tubuhnya dari pelukan Aera yang begitu erat.

Wajah Bintang memancarkan kekesalan yang begitu jelas. Mereka berdua melakukan kan hubungan itu tanpa pengaman, dan Aera sengaja menahan Bintang untuk mencapai klimaksnya di dalam.

"Mas, kenapa reaksimu berlebihan?" Aera menatap Bintang dengan wajah yang memerah, Bintang dapat melihat rasa takut sedang menguasai diri Aera.

Aera memeluk tubuh Bintang dari belakang, menyandarkan kepalanya ke pundak Bintang. Dia menahan rasa sesak di dadanya, namun berusaha menyembunyikannya dari Bintang.

"Aera!" seru Bintang, kembali terkejut dengan perlakuan Aera.

"Mas, kamu akan bertanggung jawab kan? Kamu sekarang tidak punya alasan untuk tidak menikahiku," ucap Aera di telinga Bintang.

Bintang terkejut dengan ucapan Aera, dia tidak bisa menerima keputusan Aera yang terburu-buru untuk menikah. Bintang juga tidak mau mengorbankan pendidikan Aera. Tetapi, hati Bintang mulai melemah. Dia merasa ada sesuatu yang menetes ke pundaknya.

"Aku tidak bisa. Kamu harus tetap kuliah, kejar impianmu!" kata Bintang dengan tegas, melepas pelukan Aera dan menatap matanya yang basah.

"Ada banyak orang yang menikah tapi tetap bisa kuliah. Aku janji, pernikahan kita tidak akan mempengaruhi pendidikanku." Aera menatap Bintang dengan penuh keyakinan.

"Aera?" Bintang berusaha menenangkannya.

"Menikahlah denganku, kau satu-satunya impianku, Mas!" Aera terus menatap Bintang semakin dalam.

"Itu tidak mungkin!" seru Bintang lebih tegas, berusaha membuatnya mengerti.

"Bagaimana jika aku hamil?" teriak Aera, tidak terima dengan penolakan Bintang.

"Kenapa kau selalu bertindak sesuka hatimu tanpa memikirkan tanggapanku? Kalau tahu ini salah dan kau merasa takut, kenapa di lakukan!" balas Bintang, dengan suara lantang.

"Semua salah, Mas!"

Aera merasakan hatinya terluka, ini pertama kalinya Bintang berbicara keras padanya. Bintang tidak bisa menahannya pergi, ia tahu sikapnya membuat Aera kecewa. Dan setelah tahu kebenarannya, Aera pasti akan merasa semakin hancur dari ini.

Aera meraih pakaiannya dan pergi keluar, meninggalkan Bintang yang masih berdiam diri di tempatnya dengan penuh penyesalan. Pikiran Bintang terus berubah-ubah, antara penyesalan karena berani jatuh cinta pada siswanya sendiri dan juga penyesalan karena menerima perjodohan dengan Agatha.

"Ah, sial! Kenapa aku menikah dengan orang lain, padahal sudah jelas aku punya kekasih?" gumam Bintang, sambil mengacak-acak rambutnya dengan penuh emosi.

Pikiran Bintang semakin berkecamuk, tidak tahu mana yang benar dan salah. Aera dan Agatha tidak punya sisi buruk, mereka mencintai Bintang dengan tulus, dan memperlakukannya dengan baik. Waktu yang Bintang habiskan bersama keduanya juga meninggalkan momen-momen indah. Baik istrinya atau kekasihnya, Bintang tidak ingin kehilangan keduanya.

Bintang segera memakai kembali pakaiannya dan keluar dari kamar mandi, dia melihat Aera yang masih menangis di atas tempat tidurnya. Dia mendekati Aera dan meminta maaf. Sebelum mereka sempat bicara, ponsel Bintang berdering, nama Agatha muncul di layar.

"Mas, tolong jangan di jawab!" seru Aera.

Bintang terdiam, terjebak antara dua pilihan yang akan mengubah hidupnya selamanya. Dia menatap ponsel itu dengan penuh keraguan, lalu menghela nafas dalam-dalam.

"Aku harus segera pergi," ucapnya dengan suara berat.

Bintang segera keluar dari kamar Aera dengan tergesa-gesa. Namun, suatu ketika, ketukan dari luar kamar menghentikan langkah Bintang. Aera segera beranjak dari atas tempat tidurnya dan kembali menarik Bintang ke dalam pelukannya.

"Aera, apa yang kau lakukan? Kau bilang di rumahmu tidak ada orang!" seru Bintang yang mulai panik.

Ketika pintu perlahan mulai terbuka, mata mereka bertemu dengan tatapan terkejut dari seseorang yang tak terduga. Bintang mulai merasa cemas, tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukan selanjutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wahyu Mei25
wahhh makin penasaran di tunggu kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 87

    "Mas, kamu serius?" tanya Aera gemetar.Sejenak, waktu terasa berhenti. Suara detak jarum jam di ruangan terasa semakin jelas di telinganya, seolah menegaskan betapa tidak terhindarkannya kenyataan yang ada di hadapannya."Aku tidak bisa terus seperti ini, Aera," kata Bintang dengan suara pelan tapi tegas. Matanya berkaca-kaca, namun ia tetap tegar. "Maafkan aku, tapi ini satu-satunya jalan. Semua yang terjadi di antara kita... sudah terlalu jauh. Aku harus melakukan ini demi Agatha dan diriku sendiri."Aera meremas surat itu di tangannya, suaranya tercekat di tenggorokan. "Mas, aku... aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Tapi, tolong... tolong jangan lakukan ini. Jangan tinggalkan aku," suaranya bergetar, penuh dengan rasa putus asa.Bintang menunduk, menghela napas panjang. "Aera, aku sudah memikirkan ini lama. Aku tidak mengambil keputusan ini dengan mudah. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan dan luka. Aku butuh waktu untuk menyembuhkan diriku sendiri... dan aku

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 86

    Aera tak mampu berkata-kata, dadanya terasa sesak melihat putrinya berdiri di depan pintu. Semua rencana, kebohongan, dan manipulasi yang ia lakukan selama ini tiba-tiba terasa sia-sia saat ia menatap wajah lugu Airin. Mata anak kecil itu mencari-cari jawaban di wajah ibunya, tak paham dengan kekacauan yang sedang terjadi.“Aera, kau harus memutuskan sekarang,” suara Niko terdengar lebih lembut, tapi tetap penuh penekanan. “Apakah kau akan terus menyangkal dan membiarkan anakmu terjebak dalam kekacauan ini, ataukah kau akan mengakui semuanya dan memberi dia kesempatan untuk hidup tanpa beban dosa-dosamu?”Aera menundukkan kepala, rasa bersalah dan penyesalan mulai menguasainya. Airin adalah segalanya bagi Aera. Selama ini, dia berusaha keras untuk membenarkan tindakannya demi kelangsungan hidup mereka berdua. Namun, melihat putrinya di sini, di tempat di mana Aera seharusnya melindungi dan bukan sebaliknya, membuat dinding pertahanannya perlahan runtuh.Airin melangkah maju, mendekati

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 85

    Saat Aera menyusun barang-barangnya dengan panik, pikirannya melayang pada setiap langkah yang telah dia ambil selama ini. Dia teringat akan semua rencana jahatnya, dan bagaimana dia telah dengan licik mengatur semua orang untuk kepentingannya sendiri. Terlalu banyak yang dipertaruhkan dan terlalu banyak yang bisa hilang.Namun, pelariannya tidak semudah yang dia bayangkan. Saat dia keluar dari apartemennya, dia melihat beberapa mobil polisi berpatroli di sekitar area tersebut, tanda bahwa pihak berwenang mulai melakukan pencarian intensif. Dengan cepat, dia merubah arah dan menyusuri gang-gang sempit, mencoba menghindari perhatian. Di tengah kekacauan, Bintang dan Agatha, yang baru saja selesai menonton siaran pers, merasa terombang-ambing oleh berita tersebut. Keduanya duduk dalam keheningan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Agatha, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.“Yang penting sekarang adalah memastikan bahwa

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 84

    Setelah penangkapan Pak Jinwoo, sesi interogasi diatur untuk mendapatkan pengakuan resmi darinya. Niko dan tim penyidik melakukan interogasi yang intensif untuk mengungkap seluruh keterlibatan Pak Jinwoo dalam berbagai kejahatan. Dalam keadaan tertekan dan merasa tidak ada lagi jalan keluar, Pak Jinwoo akhirnya mengakui semua kesalahannya.Dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara langsung, Pak Jinwoo memberikan pengakuannya di depan publik. Dengan ekspresi penuh penyesalan, dia mengungkapkan rincian dari semua rencananya.“Saya mengakui semua kesalahan saya,” kata Pak Jinwoo dengan suara gemetar. “Aera adalah otak di balik semua ini. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bintang bersama Agatha dan berusaha menghancurkan kehidupan mereka.”Pak Jinwoo melanjutkan, “Saya juga yang menjebak Pak Johan, ayah Bintang. Semua tuduhan penggelapan yang dikenakan padanya adalah rencana saya untuk menutupi jejak-jejak saya dan mengalihkan perhatian dari aktivitas ilegal saya.”Pengakua

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 83

    Di sebuah sudut kota yang sepi, mobil yang mencurigakan di rekaman CCTV ditemukan oleh tim investigasi. Detektif Arif berhasil melacak nomor plat mobil tersebut dan menemukan bahwa itu adalah kendaraan yang pernah dipakai oleh seseorang dengan hubungan langsung dengan Bu Shinta. Arif dan Niko segera menindaklanjuti petunjuk ini dengan memeriksa alamat yang terdaftar. Ketika mereka sampai di rumah kecil di pinggiran kota yang dikelilingi taman, mereka melihat tanda-tanda kehidupan. Tanpa membuang waktu, mereka memasuki rumah tersebut dengan hati-hati."Ini rumah yang sama," kata Niko, memeriksa sekeliling dengan seksama. "Kita harus sangat hati-hati."Di dalam rumah, Gio terlihat bermain dengan mainan di ruang tamu. Bu Shinta, meski terlihat cemas, mencoba tetap tenang di samping cucunya. Ketika mendengar suara pintu terbuka, wajah Bu Shinta memucat dan dia tahu bahwa waktu untuk melarikan diri semakin singkat."Jangan takut, Gio," kata Bu Shinta dengan lembut, sambil mengajak Gio ber

  • MENGEJAR CINTA PAK DOSEN   BAB 82

    Saat sore hari yang tenang, Gio dan Airin bermain di halaman depan rumah Agatha. Tawa mereka menggema di udara, sementara sinar matahari sore memberikan cahaya hangat. Agatha berada di dapur, dengan hati-hati menyiapkan susu untuk anak-anaknya. Sesekali, ia melirik keluar jendela, memastikan mereka masih bermain dengan aman.Di halaman, pengasuh yang biasanya mengawasi Gio dan Airin pergi ke kamar mandi sebentar. Agatha merasa tenang karena yakin bahwa anak-anaknya berada di tempat yang aman. Namun, ketika ia keluar dari dapur dengan dua botol susu hangat di tangannya, ia merasakan ada yang tidak beres.Agatha melihat Airin berdiri sendirian di dekat gerbang dengan wajah bingung. Hatinya berdegup kencang saat ia bergegas mendekati putrinya. "Airin, ada apa? Di mana Gio?"Airin menatap Agatha dengan mata penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Gio dibawa pergi seseorang, Tante."Jantung Agatha seakan berhenti mendengar jawaban itu. Cangkir susu di tangannya hampir terjatuh. "Apa maks

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status