Share

MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA
MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA
Author: Gyuu_Rrn

Pernikahan

MENGEMBALIKAN BARANG MILIK SUAMI DI ACARA PERNIKAHANNYA

***

"Li-Lidya, apa yang kamu lakukan di sini?"

Wanita berkulit putih, berkebaya merah cerah, dipadukan dengan make up yang terkesan begitu berani tersebut. Berjalan menuju acara hajatan, di mana seorang pria berjas hitam tengah duduk di sebuah kursi pelaminan.

"Selamat atas pernikahan keduamu itu, Mas!" ucap Lidya dengan senyum merekah di bibir.

Tak ada mimik wajah sedih, kecewa ataupun sebagainya. Lidya justru terlihat amat sangat bahagia, netranya berbinar-binar.

Melihat hal tersebut, Iqbal--pria yang tengah berdiri mematung dengan mata membulat dan mulut menganga tersebut, langsung di rundung rasa penasaran yang amat sangat dalam.

Di satu sisi, Iqbal amat sangat senang, karena sepertinya Lidya merestui pernikahan diam-diamnya itu. Tetapi, di sisi lain Iqbal juga merasa heran, kenapa Lidya bisa menerima semuanya dengan semudah ini.

Karena pengeras suara sedang menyala, maka tidak ada satupun tamu yang curiga ataupun penasaran dengan siapa Lidya sebenarnya.

"Oh, iya, mana istrimu itu, Mas?"

"A-anu, dia--"

"Mas!" Sontak, ucapan Iqbal terpotong oleh sebuah panggilan. Di mana dia dan Lidya langsung menoleh secara bersamaan.

"Mas, siapa dia?"

Tanpa ragu, Irna--istri kedua Iqbal langsung menggandeng tangan pria yang tak lain adalah suaminya itu.

Sesekali Irna mendelik ke arah Lidya, dadanya pun ikut memanas, karena sadar jika Lidya tak mau beranjak dari hadapan suaminya. 

"Di-dia ...." Iqbal yang merasa kebingungan, harus menjawab apa, lantas menggaruk tengkuk.

"Siapa, Mas?" Irna kembali mendelik, satu sudut bibirnya terangkat ke atas. "Mbak, bisa turun dari sini, gak? Tamu yang lain mau ucapin selamat pada kami," ucap Irna dengan amat sangat sinis.

Mendengar hal tersebut keluar dari mulut istri kedua suaminya. Lidya pun tanpa ragu merogoh gawai dari tas, lalu mengetikkan sesuatu.

[Lakukan perintahku, sekarang!]

Sedetik setelah Lidya mengirimkan pesan tersebut, tiba-tiba pengeras suara mati, para tamu yang sedang menikmati hidangan maupun yang baru datang ke tempat hajatan, terlihat saling pandang.

"Kamu mau tau siapa saya?" tanya Lidya dengan lantang.

"Tidak perlu!" hardik Irna. Tatapan sinis masih menyoroti Lidya. "Lagipula apa pentingnya buat aku, tidak ada, 'kan?"

Namun, belum sempat Lidya membuka mulut, tiba-tiba saja seseorang memanggil namanya dengan begitu nyaring.Hingga berhasil menarik perhatian semua orang untuk menoleh ke sumber suara.

"Lidya!" 

"Ada apa, ya?!" Lidya kembali bertanya dengan nada yang terkesan santai.

Wanita tua yang memakai kebaya dengan rambut di sanggul, serta hiasan tebal yang menutupi keriput di wajahnya tersebut, terlihat membulatkan mata.

Malahan bibirnya yang berwarna merah terang ikut bergetar hebat, begitupun dengan tangannya yang tengah mencengkeram sebuah kipas.

"Ke-kenapa kamu ada di sini?" Ani--wanita yang tak lain adalah Ibu kandung Iqbal, bertanya dengan gelagapan.

"Apa aku tak boleh datang ke sini, Bu?"

Wajah Ani langsung berubah pias, bibirnya pucat pasi. Rasanya tenggorokan Ani begitu tercekat, ketika sorot tajam menantunya itu menusuk ke bagian dalam bola matanya.

"Bu, memangnya di siapa?"

Ani sempat melirik ke arah Irna sekilas, sebelum kembali menatap Lidya yang tengah tersenyum sinis.

"Yaampun, kenapa wajah Ibu tegang sekali. Bu, tinggal jawab pertanyaan dia apa susahnya, sih?" pertanyaan Lidya, sudah terdengar seperti sebuah cemoohan bagi Ani.

"Ada apa ini ribut-ribut?" 

Dari arah lain, tiba-tiba datang seorang pria dan wanita tua yang memakai kebaya berwarna senada dengan Ani.

Dari ekspresi wajah yang Ani perlihatkan, kentara sekali kalau dia amat sangat tertekan dengan situasi yang ada.

Iqbal yang sadar akan hal tersebut, memilih untuk terdiam. Dia dan Ani sama-sama tertekan kali ini, mereka tak pernah menduga, kalau situasinya akan sangat mencekam ini. 

"Maaf, karena telah membuat keributan di sini. Tetapi, saya ingin meluruskan sebuah hal."

"Apa maksudmu dan siapa kamu?" Jajang--Ayah kandung Irna kembali mengajukan pertanyaan. Sementara itu, Ibu kandung Irna memilih untuk membisu, pandangan tertuju pada Lidya seorang.

"Ibu dan Mas Iqbal, bisa jawab pertanyaannya?"

Karena tak kunjung angkat suara, Lidya pun terpaksa kembali membuka mulut.

"Saya Lidya, istri pertama Mas Iqbal dan saya masih sah menjadi istri sahnya!"

Sontak, Jajang langsung termangu di tempat, mulutnya menganga dengan mata membulat. Pria tua itu masih tak bergeming, begitupun dengan istrinya.

Sementara itu, para tamu yang tak sengaja mendengar penuturan Lidya, tak kalah terkejutnya.

Malahan tak sedikit dari mereka yang ikut mencemooh keluarga masing-masing pengantin maupun ada yang ikut mengabadikan momen tersebut.

"Saya datang ke sini, tak bermaksud menghancurkan pesta kalian. Tetapi, bermaksud baik, yaitu membawakan barang-barang Mas Iqbal yang masih berada di rumah saya!"

"Apa maksudmu, Lidya?!" Iqbal berteriak, dia maju satu langkah, lebih dekat lagi dengan Lidya.

"Aku bermaksud baik!" sahut Lidya seraya menaikkan kedua alisnya. Di mana selang beberapa detik kemudian, beberapa orang pria masuk, membawakan barang-barang milik Iqbal.

"Apa maksud kalian?!" pekik Iqbal. Dia kenal betul, siapa saja orang-orang tersebut. 

Ya, para karyawannya di kantor. Iqbal mengusap wajah kasar, ketika para karyawannya itu tak mengindahkan pertanyaannya sedikitpun.

"Kamu tidak bisa melakukan ini padaku, a-aku masih suamimu dan rumah serta barang-barang mewah yang ada di rumahmu, masih hakku. Karena aku yang bekerja selama ini!"

Lidya memalingkan wajah, seringai terlukis di wajah cantiknya. Meskipun begitu, sorot mata setajam elang milikinya tak pernah pudar.

Hingga tak lama kemudian, Lidya tertawa, membuat pandangan semua orang terfokus padanya. 

"Lucu sekali!" Lidya menghentikan tawa, lalu menarik kerah baju Iqbal, hingga tatapan keduanya saling beradu. "Kamu hanya pria miskin yang beruntung, karena telah menikah denganku. Tak ingat 'kah kamu, di mana kamu bekerja?"

Iqbal terperanjat, bisik demi bisik mulai memenuhi rongga telinganya. Bersamaan dengan itu, wajah Irna, kedua orangnya serta Ani langsung memerah padam, kala mereka semua sadar, para tamu mulai beranjak pergi dari tempat mereka berpesta bersamaan dengan cemoohan para tamu.

"Ini akibat, kalau kamu bermain-main dengan kami. Kamu telah masuk ke dalam kandang yang salah, Iqbal!"

Sontak, semua pandangan langsung tertuju pada seorang pria tua yang tengah berdiri di tengah-tengah tempat hajatan.

Pria tua itu menyilangkan tangan di dada, mata tajamnya menyorot langsung ke arah Iqbal. Hingga tak lama kemudian, dia kembali menimpali ucapannya.

"Maafkan Papa, Lidya. Karena Papa telah menjodohkanmu dengan pria busuk ini!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status