Share

Bab 3

Author: Jeni Sasmita
last update Huling Na-update: 2025-05-09 15:32:16

Pernikahan ini terasa seperti mimpi buruk yang aneh. Aku berdiri di samping Azzam dengan tangan yang ia genggam erat, mengikuti alur yang tidak aku pahami. Semua orang tersenyum bahagia, seolah mereka tahu sesuatu yang tidak kuketahui. Namun, aku tetap diam.

Ketika acara selesai, Azzam berbisik, "Kita harus pergi sekarang."

Aku menatapnya bingung. "Pergi? Ke mana?"

Dia tersenyum, mengusap bahuku. "Ke rumah sakit, seseorang sedang menanti kehadiranmu disana."

Siapa seseorang yang mengharapkan kehadiranku? Masih adakah yang peduli denganku? Batin ini bertanya-tanya, tapi aku hanya mengangguk. Dalam situasi ini, aku tidak punya banyak pilihan selain mengikuti.

---

Sekitar 30 menit perjalanan, mobil yang dikendarai sendiri oleh Azzam berhenti di depan sebuah rumah sakit. Aku mengerutkan kening, perasaan cemas mulai merayap di dalam dadaku.

Dia menggenggam tanganku, membimbingku keluar dari mobil dan masuk ke dalam gedung. Kami berjalan melalui lorong-lorong yang sunyi, hingga akhirnya berhenti di depan sebuah kamar. Azzam mengetuk pintu perlahan sebelum membukanya.

Di dalam, seorang wanita paruh baya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya terlihat lelah, tapi senyumnya tetap memancarkan kehangatan. Ketika dia melihatku, matanya berbinar.

"Azzam, akhirnya kamu datang," katanya lembut. Tatapannya kemudian beralih padaku. "Dan ini istrimu?"

Aku membeku. Aku hanya mengangguk kecil, meskipun hatiku dipenuhi kecemasan.

Wanita itu tersenyum lebih lebar. "Cantik sekali, Wajahmu sangat mirip Elvira, ibumu."

Hatiku mencelos. Elvira? Siapa Elvira? Ibuku bukan bernama Elvira, melainkan Mutmainah. Aku membuka mulut untuk menjelaskan, tapi kata-kata itu tidak keluar. Aku hanya bisa menatap wanita itu, bingung dan panik.

Azzam tersenyum dan mendekati ibunya. "Ibu, aku sudah bilang, kan? Aku akan menikahinya. Aku yakin Ibu pasti bahagia bertemu dengannya."

Wanita itu mengangguk, menatapku dengan mata yang dipenuhi haru. "Elvira pasti sangat bangga padamu, Nak. Aku selalu berharap dia ada di sini untuk kebahagiaan ini, tapi... aku tahu dia pasti ikut bahagia di atas sana."

Aku hanya bisa tersenyum kecil, meski hatiku bergejolak. Aku ingin membantah, bahwa aku bukan anak Elvira. Tapi, melihat raut wajah bahagia mereka, aku tidak sanggup melakukannya.

---

Setelah beberapa saat berbicara, aku hanya mendengarkan sambil mencoba mencerna situasi ini. Azzam dan ibunya benar-benar mengira aku adalah anak dari teman lama mereka, seseorang yang bahkan aku tidak kenal. Bagaimana ini bisa terjadi?

Saat kami meninggalkan rumah sakit, Azzam menatapku dengan senyum penuh kepuasan. "Terima kasih, Ivana. Aku tahu ini semua mendadak, tapi aku ingin Ibu melihatmu. Dia sudah lama menunggu saat ini."

Aku menatapnya dengan ragu. "Tapi, apa kamu yakin aku... maksudku, kamu yakin tentang ini semua?"

Dia tersenyum. "Aku sangat yakin, Ivana. Aku telah memilihmu untukku menjadi pendamping hidupku. Karena aku tahu kebahagiaan mama ada padamu. Aku harap kamu juga bisa menerima semua ini dengan setulus hati."

Aku terdiam. Aku ingin berteriak, ingin mengatakan bahwa mereka salah orang. Tapi aku tetap diam. Aku tidak tahu kenapa, mungkin karena aku terlalu lelah.

Malam itu, saat aku kembali ke kamar yang disediakan, merenung dalam diam. Bagaimana caranya menjelaskan tanpa menghancurkan kebahagiaan mereka.

Untuk saat ini, aku memutuskan untuk mengikuti alur permainan ini. Aku akan menjadi Ivana, anak Elvira. Setidaknya sampai aku bisa menemukan cara untuk menyelesaikan semuanya. Tapi jauh di dalam hatiku, aku tahu bahwa kebohongan ini tidak akan bertahan lama.

Dan saat kebenaran itu akhirnya terungkap, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENGGENGGAM PERIH MENIKAHI TAKDIR    Bab 25

    Sejak kejadian kemarin, aku dan Mas Azzam benar-benar berusaha saling memperbaiki diri. Kami banyak berbicara dari hati ke hati, mencoba memahami satu sama lain tanpa ada lagi prasangka atau kesalahpahaman.Mungkin, semua yang terjadi adalah teguran sekaligus pelajaran berharga.Kini, hubungan kami jauh lebih harmonis, terlebih dengan kehadiran janin kecil di dalam perutku. Setiap pagi, Mas Azzam selalu menyempatkan diri untuk mengusap perutku, berbicara lembut dengan calon buah hati kami."Assalamualaikum, Nak. Hari ini Mama sehat, kan?" bisiknya sambil mengelus lembut perutku. "Papa nggak sabar ketemu kamu."Aku tersenyum melihat wajahnya yang penuh cinta. "Dia pasti juga senang mendengar suara Papa setiap hari."Mas Azzam menatapku lembut, lalu mengecup keningku. "Aku janji, aku akan selalu ada untuk kalian. Aku nggak akan pernah mengulangi kesalahan kemarin."Aku menggenggam tangannya erat. "Aku juga, Mas. Aku ingin kita terus seperti ini, saling menguatkan."Kondisi Ibuku juga su

  • MENGGENGGAM PERIH MENIKAHI TAKDIR    Bab 24

    Aku berlari menyusuri trotoar dengan napas memburu. Suara sepatu hakku beradu dengan jalanan berbatu, tapi aku tidak peduli. Yang ada di kepalaku sekarang hanya satu hal—aku harus bertemu Tante Hilda sebelum semuanya terlambat. Begitu tiba di rumah, aku langsung membuka pintu dengan kasar. Mbak Siti yang sedang menyapu menatapku dengan terkejut. “Mbak, Tante Hilda mana?” tanyaku cepat, tanpa basa-basi. Mbak Siti tampak ragu sesaat sebelum menjawab. “Tadi Ibu pergi ke rumah temannya.” Aku mengernyit. “Teman? Siapa teman Tante di sini? Aku tidak pernah melihat dia punya teman.” “Iya, teman arisannya selama ini. Mereka memang sudah lama tidak berjumpa.” Aku mendengus pelan. Alasan yang sangat tidak masuk akal. Tante Hilda jarang sekali keluar rumah, apalagi hanya untuk bertemu teman arisan. “Tapi biasanya Ibu tidak lama-lama. Paling sebentar lagi juga pulang. Kenapa, Mbak?” Aku menggeleng, mencoba menyembunyikan kegelisahan di hatiku. “Nggak papa, cuma nanya aja.” Tapi dalam hati

  • MENGGENGGAM PERIH MENIKAHI TAKDIR    Bab 23

    Aku berjalan cepat di lorong rumah sakit, detak jantungku berpacu dengan langkah kakiku. Yudi ada di sampingku, menyesuaikan langkah tanpa berkata apa pun. Kami langsung menuju resepsionis untuk menanyakan keberadaan ibu Ivana.“Pasien atas dirawat di kamar 207, lantai tiga,” jawab perawat di meja depan.Tanpa menunggu lama, aku dan Yudi segera menuju ke ruangan itu. Begitu sampai, aku berdiri di depan pintu, menarik napas dalam-dalam, lalu mengetuk pelan.“Silakan masuk,” suara terdengar dari dalam.Aku membuka pintu perlahan. Ruangan itu cukup sunyi. Di sana, hanya ada seorang perawat dan wanita yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Namun, sosok yang selama ini kucari tidak ada.Mataku menyapu ruangan. Kosong.Dimana Ivana?Aku melangkah mendekat, lalu menundukkan tubuhku agar bisa melihat wajah ibu mertuaku dengan jelas. Wajah itu tampak pucat, tetapi masih ada cahaya ketegaran di matanya yang redup.“Kamu siapa?” tanyanya sambil menatapku.Aku tersenyum tipis, meski ada beb

  • MENGGENGGAM PERIH MENIKAHI TAKDIR    Bab 22

    Tante Hilda benar-benar telah masuk ke dalam perangkapku. Dia semakin percaya padaku bahkan saat di apartemen dia berjanji padaku akan menyerahkan salah satu restoran untuk aku kelola. Ya itu adalah tujuan utamaku, tapi kalau hanya satu restoran rasanya tidak cukup. Aku akan mengambil aset-aset berharga lainnya. Namun, lagi-lagi perempuan kampung itu membuatku pusing. Kenapa Azzam masih mau mencarinya seharusnya biarkan saja dia pergi. Jadi aku bisa menjadi istri Azzam tentu saja aku sebagai menantu satu-satunya akan menjadi pewaris. Aku duduk di ruang tamu bersama Tante Hilda, menyesap teh hangat yang dihidangkan Mbak Siti. Senyuman manis, sikap lembut, seolah aku adalah sahabat terbaik yang pernah dimilikinya. Padahal dalam kepalaku, aku sedang menyusun strategi terakhir.Disaat Azzam sibuk mencari perempuan kampung itu. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan tanda tangannya."Tante, terima kasih banyak. Aku sungguh tidak menyangka bisa mendapatkan kepercayaan s

  • MENGGENGGAM PERIH MENIKAHI TAKDIR    Bab 21

    Akhirnya, aku melepas masker. Di ruangan ibu, aku tidak tahan jika tidak menggunakannya. Udara terasa sesak, bercampur dengan aroma obat dan antiseptik yang menusuk. Aku harus mencari pekerjaan. Aku harus pegang uang. Tidak mungkin selamanya begini, bertahan dengan sisa tabungan yang semakin menipis, sementara pengobatan ibu harus terus berjalan. Pagi ini, aku ingin sekali makan dimsum. Aroma gurihnya menguar dari seberang jalan, menggoda perut kosongku. Tanpa pikir panjang, aku membelinya dan langsung mencicipi satu. Dimsum yang masuk ke mulutku terasa luar biasa enak. Kenyal, gurih, dengan isian yang lembut dan sedikit meleleh di lidah. Rasanya aku bisa menghabiskan lebih banyak dari biasanya. Mungkinkah ini pengaruh hormon kehamilanku? Selama ini, aku tidak pernah terlalu menyukai dimsum, tapi sekarang, setiap gigitannya terasa begitu memanjakan lidah. Namun, di tengah kenikmatan itu, ada sesuatu yang mengganjal. Aku mengusap perutku yang mulai membuncit. Rasanya sedikit sesak s

  • MENGGENGGAM PERIH MENIKAHI TAKDIR    Bab 20

    Aku duduk di ruang kerja, menatap meja yang berantakan dengan tangan mengepal. Ini adalah hari ke tiga aku tanpa Ivana. Dadaku masih terasa sesak, kepalaku berdenyut keras. Foto-foto yang tersebar di depanku seolah mengejek perasaan yang selama ini kujaga.Ivana. Wanita yang kupikir berbeda dari yang lain. Yang kupikir tulus. Yang kupikir tidak akan pernah menyakitiku. Aku jatuh cinta padanya bukan karena parasnya, tapi karena caranya bersikap. Cara dia membuatku merasa istimewa.Tapi pada akhirnya, dia sama saja.Aku benar-benar kecewa. Hatiku hancur sehancur-hancurnya.Dalam foto-foto itu, Ivana terlihat begitu bahagia bersama pria itu. Lelaki yang katanya sudah menjadi bagian dari masa lalunya. Tapi dari ekspresi wajahnya, dari sorot matanya… bagaimana mungkin aku percaya kalau perasaan itu benar-benar sudah hilang?Aku menggertakkan gigi, tanganku meremas kertas di atas meja.Mungkinkah aku yang terlalu bodoh? Terlalu percaya? Terlalu mudah dikelabui?Aku sengaja meminta Ibu untuk

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status