Sejak Ibu kembali dari rumah sakit, suasana rumah ini berubah. Dulu terasa luas dan dingin, tapi sekarang ada tawa yang mengisi ruang-ruang kosong. Setiap pagi, di meja makan, aku dan Ibu mengobrol tentang banyak hal—tentang bunga di taman, tentang acara televisi yang dia suka, bahkan tentang kebiasaanku yang selalu mengaduk teh terlalu lama.“Ivana, duduk dulu. Coba teh ini,” katanya yang sedang duduk di kursi roda, dengan 2 cangkir teh di atas meja.Aku menoleh, melihat uap yang mengepul dari permukaan teh. Aromanya aneh, seperti campuran daun basah dan rempah-rempah yang belum kukenal. Aku mengambil cangkir itu dengan ragu.“Baunya agak unik. Semoga rasanya tak seaneh baunya ya, Bu?” tanyaku, menaikkan satu alis.Ibu terkekeh, ekspresinya penuh antisipasi. “Minum saja dulu. Ini bagus untuk kesehatan.”Aku menyeruput sedikit. Rasa pahit langsung memenuhi lidahku, diikuti jejak getir yang seakan enggan hilang. Aku buru-buru menelan dan meringis.“Ini rasanya seperti rumput!” keluhku,
Terakhir Diperbarui : 2025-05-09 Baca selengkapnya