Share

8. Kesucian yang Direnggut Paksa

Sontak teman-teman pada sibuk membully. Walau Mas Rio bersikap begitu, tapi hatiku tidak baik-baik saja. Intinya curiga!

"Cie, cie, pengantin baru." Reta bertindak pimpinan pembully mulai melancarkan aksinya.

"Jadi baper, nih."

"Mau juga nikah secepatnya."

"Pesanan Si Bulan, ma, buat aku aja. Toh, dia bentar lagi makan daging mentah dan segar, eh."

Ck! Bullyan mereka sukses membuatku merona. Namun, segera tersadar, bahwa ini hanya acting sementara. Tak apalah, Itu lebih baik, daripada lelaki yang konon bergelar suamiku ini, mempertontonkan kemesraan dengan istri keduanya di depan teman-temanku.

Aku manut saja, selain tak ingin me-live-kan perdebatan gratis, pun ingin menunjukkan rumah tangga yang SAMAWA. Munafik memang.

Sebelum mengikuti keinginan lelaki ajaib itu, terlebih dahulu meraih ransel di kursi dan berpamitan pada teman-teman. Kedipan mata dan senyum cengegesan mereka, melepas kepergianku. Aisht!

Aku melipat dahi setelah menyadari Marta ada di mobil Mas Rio. Pertengkaran hebat yang terfikir di otakku sekarang saat sampai di rumah. Meski begitu, tetap kuikuti jua roda empat bermerek expander keluaran terbaru, berwarna hitam pekat.

Penuh tanya dan ragu, aku masuk rumah setelah memarkir motor di garasi. Sepertinya aman, yang kufikirkan tadi tidak terjadi, mereka tak nampak batang hidungnya. Hanya suara musik di kamar dua sejoli itu mengalun agak keras. Biarlah, yang penting tak mengganggu hidupku.

Baru saja hendak menutup pintu kamar, lengan kukuh Mas Rio menahannya. Dan dia pun ikut masuk, lalu melanjutkan menutup daun pintu. Tentu saja aku kaget, tidak pernah sekalipun dia memasuki ruangan pribadiku.

"Kamu ngapain di sini? Apa tidak salah masuk? Atau jangan-jangan kamu lupa ingatan?" tanyaku berusaha datar. Andai jantung itu terbuat dari seng, mungkin suara gaduhnya organ utama dalam tubuhku sekarang, terdengar ke arah 40 rumah tetangga dari kanan, kiri, depan, dan belakang.

"Kalau ama teman-temanmu, kamu bersikap anggun dan sopan, ya? Sama aku? Suamimu?" sindirnya dengan sorot tajam.

"Memang siapa yang memberiku contoh, kalau bukan kamu? Trus protes sekarang, untuk apa? Cemburu?" ujarku membuka ransel dan mengeluarkan baju kotor bekas ganti tadi.

"Kalau iyya, salah?" Kini rahangnya mulai mengeras lagi.

"Aneh! Aku capek, mau istirahat." Tangan menarik hendel dan berdiri depan pintu, tanda mengusirnya. Lalu jemari menutup mulut berpura-pura menguap sebagai penegasan kata mengantuk tadi.

Aku memutar bola mata jengah, saat dia melangkah keluar. Tapi, eits! Lelaki itu malah menutup dan mengunci pintu tanpa sedikitpun dia keluar. Otakku cepat loading, dan tiba-tiba tubuh merinding.

"Apa yang kamu~"

Belum sempat kalimatku sampai. Kejadiian di rumah mamanya terulang lagi. Tapi kali ini berlebihan, dia mendorongku hingga kami terjatuh ke tempat tidur, tanpa menghentikan aksinya.

Dalam keadaan panik aku mendorong tubuh yang menindih itu kuat. Namun, tenaga terlalu kecil. Aku tahu dia punya hak atas tubuh ini. Tapi, dalam keadaan seperti sekarang? Sungguh tak memungkinkan, aku belum ikhlas.

"Mas, bagaimana kalau aku sampai hamil sementara di antara kita hanya benci?" ujarku serak saat jilbabku lepas dan baju sudah terbuka semua kancingnya.

Dia menghentikan pergerakannya sejenak. Namun, melanjutkan lagi aksinya. Sampai darah kehormatan yang kujaga selama ini terenggut paksa oleh suami yang tak mencintaiku.

Hanya menangis, bisa kulakukan. Perih di bagian virgin yang berdenyut, tak seperih benda lunak warna pink di balik dada yang bernama hati. Jadi inikah tujuannya berbaik-baik tadi di depan teman-temanku?

Dengan genangan air mata, aku bangkit ke kamar mandi. Suami yang telah mengambil haknya itu telah kembali ke bilik peraduan, bersama wanita yang dikasihinya.

Sungguh mengingatnya, menambah nyeri di dada. Andai tak ada Marta, mungkin sakit ini tak terlalu, meski tak dicintai. Tapi ...? Arght!

Di bawah guyuran shower aku melampiaskan tangis. Walau musik di kamar sebelah masih memenuhi ruangan, entah kenapa cara ini membuatku sedikit rileks dari kelemahan dan kebodohan yang hakiki.

Ibu, Bapak, Bulan ingin pulang.

**

Entah jam berapa baru bisa memejamkan mata. Sakit hati, benci, dendam, penyesalan, bersatu padu menggerogoti pkiranku.

Sayup kumandang azan Subuh membangunkan dari mimpi buruk sejenak. Masih sempat melihat bercak darah semalam di sprei sebelum mandi lagi serta mengambil air wudhu.

Kali ini aku merasa benar-benar melakukan sujud panjang. Mengadukan keluh kesah, kebodohan, dan permohonan di atas sajadah.

Setelah merasa cukup mengaji, aku menaruh Al-Quran, lalu melipat mukena dan sajadah.

"Sudah salatnya?" Lelaki semalam yang telah mengambil haknya, tiba-tiba muncul. Entah bagaimana caranya dia membuka pintu, padahal sudah kukunci.

Aku pura-pura tak melihat dan terus melanjutkan kegiatan melipatku. Sepertinya perbendaharaan kataku tertelan kejadian semalam.

"Jangan marah begitu, dong. Seharusnya kamu bangga mempersembahkan sesuatu yang paling berharga buat suamimu. Padahal di luar sana, sudah jarang sekali wanita mampu melakukan itu," ujarnya menatap bercak darah di sprei, lalu bibirnya menarik senyum puas. Ck, lelaki egois selalu mengutamakan kepentingan dan kepuasannya saja.

Aku masih bergeming. Buat apa ditanggapi? Semua sudah terjadi.

"Aku melakukannya agar kau tak pergi dariku," bisiknya sambil melingkarkan tangan di pinggangku dari belakang. Walau kalimatnya masih perlu penelitian, kenapa hatiku berdebar indah mendengarnya?

"Begitu, dong. Bukankah malaikat melaknat seorang istri bila menolak suaminya?" bujuknya lagi lembut sambil menyebut arti hadits, setelah merasakan aku tak melawan seperti semalam.

Arght, apa salah menyimpan harap pada dia yang telah mengambil segalanya? Apa salah mencoba membenarkan pernikahan yang dikatakan bodoh darinya? Sepertinya, kejadian semalam, membuat keputusan yang telah bulat, menjadi ambyar.

Masih waraskah aku?

***

Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nur Janah
kesel Ama suaminya
goodnovel comment avatar
lina ardiana
aku kok jijik ya sama laki kayak gitu
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status