Home / Romansa / MENIKAHI CEO KUTUB / BAB 6: KEHILANGAN YANG TAK DISADARI

Share

BAB 6: KEHILANGAN YANG TAK DISADARI

Author: triandjohnson
last update Huling Na-update: 2025-03-25 06:56:58

Malam itu, hujan turun dengan deras, menciptakan suara gemericik di luar jendela kamar Alya. Ia berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit tanpa ekspresi. Matanya terasa panas, tetapi air mata tak kunjung jatuh.

Kata-kata Reyhan terus terngiang di kepalanya.

"Aku menikahimu untuk memenuhi kewajiban. Jangan berharap lebih dari itu, Alya."

Ia tahu sejak awal bahwa pernikahan ini hanyalah kesepakatan, tetapi mendengarnya langsung dari mulut suaminya membuat luka itu semakin dalam. Mungkin ia bodoh karena berharap sedikit perhatian dari Reyhan. Mungkin ia memang naif.

Pintu kamar tiba-tiba diketuk, suara ketukan pelan tapi tegas. Alya tidak langsung menjawab. Ia hanya menutup matanya, berharap siapa pun itu akan pergi.

Tapi ketukan kembali terdengar.

"Alya," suara Reyhan terdengar dari luar, datar seperti biasa.

Alya tetap diam.

"Besok kita ada acara keluarga. Bersiaplah," lanjutnya sebelum langkah kakinya menjauh.

Alya menghela napas panjang. Acara keluarga? Apa lagi ini? Bukankah selama ini Reyhan selalu berusaha menjaga jarak dengannya?

Ia berusaha untuk tidak memikirkannya terlalu dalam. Mungkin ini hanya formalitas lain yang harus ia jalani sebagai istri Reyhan.

Keesokan paginya, Alya mengenakan gaun sederhana berwarna krem yang dipilihkan oleh asisten rumah tangga. Rambutnya ia tata rapi, riasan wajahnya tidak terlalu mencolok.

Saat ia turun ke ruang tamu, Reyhan sudah menunggunya dengan setelan jas hitam yang membuatnya terlihat semakin dingin dan berwibawa.

"Kita pergi sekarang," ucap Reyhan singkat.

Mereka masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Reyhan duduk di kursi pengemudi, sementara Alya di sebelahnya, menatap keluar jendela. Jalanan basah setelah hujan semalam, dan suasana di dalam mobil terasa lebih dingin daripada cuaca di luar.

Sesampainya di sebuah restoran mewah, Alya langsung menyadari bahwa ini bukan sekadar acara keluarga biasa. Meja panjang yang telah disiapkan dipenuhi oleh orang-orang penting, termasuk ayah dan ibu Reyhan.

"Alya, sayang, ke sini," panggil ibu mertuanya dengan senyum hangat.

Alya melangkah mendekat dan duduk di samping wanita itu. Reyhan, di sisi lain, duduk di ujung meja, berbicara dengan ayahnya dan beberapa rekan bisnis.

"Bagaimana kehidupan pernikahan kalian?" tanya ibu mertuanya sambil menatap Alya dengan penuh perhatian.

Alya tersenyum tipis. "Baik, Bu."

Wanita itu mengangguk puas. "Syukurlah. Reyhan memang bukan orang yang mudah didekati, tapi aku yakin dia pria yang bertanggung jawab."

Alya hanya bisa mengangguk. Ia tidak ingin berbohong, tetapi juga tidak ingin membuat suasana menjadi canggung.

Percakapan terus berlanjut, tetapi perhatian Alya sesekali melayang ke arah Reyhan. Pria itu terlihat sibuk berbicara dengan seseorang—seorang wanita dengan gaun merah yang tampak akrab dengannya.

Felicia.

Jantung Alya mencelos.

Wanita itu tersenyum, tertawa kecil, dan menatap Reyhan dengan penuh arti. Sementara itu, Reyhan tetap dengan ekspresinya yang datar, tetapi tidak menghindar dari pembicaraan mereka.

Alya meremas jemarinya sendiri di bawah meja. Ia ingin mengalihkan pandangan, tetapi matanya terus tertuju pada pasangan itu.

"Jangan terlalu dipikirkan, sayang," bisik ibu mertuanya tiba-tiba.

Alya tersentak. "Apa maksud Ibu?"

Wanita itu tersenyum lembut, seolah memahami kegelisahan yang Alya rasakan. "Felicia memang seseorang dari masa lalu Reyhan. Tapi dia memilih menikah denganmu, bukan?"

Alya hanya bisa tersenyum tipis, tidak tahu harus menjawab apa.

Felicia mungkin memang masa lalu, tapi mengapa kehadirannya begitu kuat hingga bisa membuat Alya merasa seperti orang asing di dalam pernikahannya sendiri?

Setelah makan malam selesai, Reyhan dan Alya kembali ke rumah. Kali ini, keheningan di dalam mobil terasa lebih menyesakkan.

"Kau tidak bicara sama sekali saat makan malam tadi," ujar Reyhan tiba-tiba.

Alya menoleh. "Apa aku harus banyak bicara?"

Reyhan menghela napas. "Ada sesuatu yang mengganggumu?"

Alya menatapnya tajam. "Apa menurutmu aku terlihat baik-baik saja?"

Reyhan terdiam sejenak, lalu kembali fokus pada jalan. "Felicia tidak ada hubungannya dengan ini."

Alya tertawa kecil, sinis. "Kau selalu mengatakan itu, tapi tetap membiarkannya ada di sekitarmu."

Reyhan tidak membalas.

Alya menatap ke luar jendela. "Aku lelah, Reyhan. Aku lelah menjadi seseorang yang hanya kau anggap ada saat kau membutuhkannya."

Reyhan tidak menjawab, tetapi jemarinya yang menggenggam kemudi terlihat lebih erat.

Sesampainya di rumah, Alya langsung masuk ke kamar tanpa berkata apa-apa. Ia merasa hampa.

Reyhan berdiri di depan pintu kamar, menatap punggung Alya yang perlahan menghilang di balik pintu.

Untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa mungkin, sedikit demi sedikit, ia mulai kehilangan sesuatu yang berharga.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENIKAHI CEO KUTUB   BAB 9: PATAH TANPA SUARA

    Malam itu, Alya tidak bisa tidur. Kata-kata Reyhan terus terngiang di kepalanya. "Aku melihatmu. Aku hanya memilih untuk tidak peduli." Dingin. Pedih. Ia menatap punggung Reyhan yang membelakanginya. Jarak di antara mereka terasa lebih luas dari lautan yang memisahkan dua benua. Pernikahan ini bukan hanya tanpa cinta—tapi juga tanpa harapan. Alya menutup matanya, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanya fase. Tapi entah mengapa, ia mulai meragukan itu. Keesokan paginya, Alya bangun lebih awal dari biasanya. Ia tidak ingin sarapan bersama Reyhan, tidak ingin merasakan tatapan kosongnya lagi. Saat turun ke ruang makan, meja sudah dipenuhi dengan hidangan hangat. Tapi hanya ada satu kursi yang terisi. "Pak Reyhan sudah berangkat, Nyonya," kata Bi Inah, pelayan rumah. Alya tersenyum kecil, meski hatinya semakin teriris. Bahkan pagi ini pun Reyhan memilih menghindarinya. "Baik, aku sarapan di kamar saja," katanya, mengambil secangkir kopi sebelum berbalik. Namun, sebelum ia se

  • MENIKAHI CEO KUTUB   BAB 8: DINDING ES DI ANTARA KITA

    Alya menghela napas panjang setelah Reyhan meninggalkan ruangannya. Matanya masih menatap pintu yang baru saja ditutup oleh pria itu. Kata-katanya tadi terngiang jelas di kepalanya."Lakukan sesukamu. Tapi jangan berharap lebih dari ini."Lagi-lagi, Reyhan menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk Alya dalam hidupnya. Seolah ia hanyalah sosok asing yang kebetulan terikat dalam pernikahan tanpa cinta ini.Alya menundukkan kepala, jemarinya mengepal di atas meja. Sejak awal, ia sudah tahu ini tidak akan mudah. Tapi ia tidak menyangka bahwa Reyhan akan sedingin ini.Saat itu, pintu kembali diketuk. Kali ini, Adrian masuk dengan membawa setumpuk dokumen."Ny. Alya, ini beberapa laporan yang mungkin bisa Anda pelajari untuk mulai memahami proyek di perusahaan ini," katanya sopan.Alya tersenyum tipis, menerima dokumen itu dengan anggukan. "Terima kasih, Adrian."Pria itu tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Saya tahu ini bukan tempat saya untuk berbicara, tetapi jika Anda membutuhka

  • MENIKAHI CEO KUTUB   BAB 7: JARAK YANG SEMAKIN MELEBAR

    Alya terbangun dengan perasaan berat di dadanya. Matahari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai, tetapi cahaya itu tidak memberikan kehangatan yang ia butuhkan. Semalam, setelah pulang dari makan malam bersama keluarga Reyhan, pikirannya dipenuhi oleh wajah Felicia dan kata-kata Reyhan yang tidak pernah benar-benar menjelaskan apa pun.Ia menoleh ke samping, berharap melihat suaminya di sana, tetapi yang ia temukan hanyalah ranjang yang sudah dingin.Reyhan sudah pergi.Alya menarik napas panjang dan bangkit dari tempat tidur. Ia berjalan menuju kamar mandi, mencuci wajahnya dengan air dingin, berharap bisa mengusir kegelisahan yang terus menghantuinya. Setelah berpakaian, ia turun ke ruang makan, tetapi meja makan sudah kosong."Bu Alya, Pak Reyhan sudah berangkat pagi tadi," ucap salah satu asisten rumah tangga dengan sopan.Alya hanya mengangguk. Ia seharusnya sudah terbiasa dengan ini.Sejak awal pernikahan, Reyhan tidak pernah benar-benar ada untuknya. Ia selalu sibuk dengan

  • MENIKAHI CEO KUTUB   BAB 6: KEHILANGAN YANG TAK DISADARI

    Malam itu, hujan turun dengan deras, menciptakan suara gemericik di luar jendela kamar Alya. Ia berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit tanpa ekspresi. Matanya terasa panas, tetapi air mata tak kunjung jatuh.Kata-kata Reyhan terus terngiang di kepalanya."Aku menikahimu untuk memenuhi kewajiban. Jangan berharap lebih dari itu, Alya."Ia tahu sejak awal bahwa pernikahan ini hanyalah kesepakatan, tetapi mendengarnya langsung dari mulut suaminya membuat luka itu semakin dalam. Mungkin ia bodoh karena berharap sedikit perhatian dari Reyhan. Mungkin ia memang naif.Pintu kamar tiba-tiba diketuk, suara ketukan pelan tapi tegas. Alya tidak langsung menjawab. Ia hanya menutup matanya, berharap siapa pun itu akan pergi.Tapi ketukan kembali terdengar."Alya," suara Reyhan terdengar dari luar, datar seperti biasa.Alya tetap diam."Besok kita ada acara keluarga. Bersiaplah," lanjutnya sebelum langkah kakinya menjauh.Alya menghela napas panjang. Acara keluarga? Apa lagi ini? Bukank

  • MENIKAHI CEO KUTUB   BAB 5: TEMBOK ES DI ANTARA KITA

    BAB 5: TEMBOK ES DI ANTARA KITAAlya duduk diam di meja makan, menatap piring di depannya tanpa nafsu makan. Di seberangnya, Reyhan menikmati makan malamnya dalam diam, seperti biasa.Sejak kejadian di kantor kemarin, pikiran Alya terus dipenuhi oleh kata-kata Felicia."Kamu pikir dia akan jatuh cinta padamu?"Felicia mengatakannya dengan begitu percaya diri, seolah dia tahu betul bagaimana Reyhan berpikir dan bertindak. Alya ingin mengabaikannya, tapi setiap kali ia menatap suaminya yang begitu dingin dan jauh, ia merasa kata-kata itu mungkin benar.Reyhan tidak mencintainya. Itu sudah jelas sejak awal. Tapi apakah itu berarti pernikahan mereka akan selalu seperti ini? Tanpa arah, tanpa makna?Suara dentingan sendok Reyhan yang menyentuh piring membuyarkan lamunannya. Ia menatap pria itu, yang tampaknya menyadari bahwa Alya sudah lama tidak menyentuh makanannya."Ada yang ingin kau tanyakan?" suara Reyhan terdengar datar, tapi cukup tajam untuk membuat Alya tersentak.Ia mengangkat w

  • MENIKAHI CEO KUTUB   BAB 4: WANITA DARI MASA LALU

    Hari itu, suasana kantor terasa lebih sibuk dari biasanya. Alya berusaha fokus pada pekerjaannya, meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh sikap dingin Reyhan sejak pagi tadi. Ia sudah tahu bahwa pria itu tidak akan memperlakukannya seperti seorang istri, tetapi tetap saja… ia tidak menyangka bahwa Reyhan bisa sedingin ini.Baru saja Alya hendak merapikan berkas di mejanya, suara ketukan sepatu hak tinggi menggema di lantai marmer. Suara itu semakin mendekat, dan ketika Alya mengangkat kepala, seorang wanita cantik dengan penampilan elegan sudah berdiri di depannya.Matanya tajam, bibirnya tersenyum kecil dengan cara yang membuat bulu kuduk Alya meremang. Felicia.Nama itu bukan nama asing. Alya pernah mendengar bisik-bisik dari rekan kerja tentang wanita ini. Mantan kekasih Reyhan. Wanita yang dulu dikabarkan akan menjadi nyonya Aditya sebelum tiba-tiba menghilang dari kehidupan pria itu.Felicia menatapnya dengan ekspresi meremehkan, lalu menyilangkan tangan di dada. “Jadi ini istri

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status