Share

MDTM II 04

Di malam hari dekat gerbang kediaman Magenta terlihat dua orang berpakaian hitam dengan memakai penutup kepala layaknya seorang pencuri mencoba membuka pintu gerbang tersebut.

“Gerbangnya nggak dikunci sek.”

“Kita kayak pencuri anjrit.”

“Lebih tepatnya penguntit pesek.”

“Stop panggil gue pesek napa,” serunya tidak suka.

“Kan memang faktanya begitu sayang. Sudah... kita debatnya nanti aja. Ayo masuk... keburu penjaganya datang.”

Kedua orang itu melewati pos jaga. Terlihat di sana seseorang sudah tertidur pulas di dalam pos tersebut.

“Pelan-pelan. Tungguin gue,” ucap orang itu memanggil temannya yang berjalan cepat di depannya.

“Kurasa ini terlalu berlebihan nggak? Mending kita langsung masuk ke rumahnya secara baik-baik daripada ngendap-endap gini.”

Orang yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang.

“Itu memang bagus, tapi aku suka ide ini, lebih menantang dan menegangkan tau,”

“Ntar lo tanggung jawab ya kalau bokap sama nyokap gue sampai tau kalau gue ngutit rumah orang.”

“Iya-iya. Ayo... entar keburu ketauan.”

Mereka pun berjalan mengitari rumah besar milik Clara hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah jendela besar.

Seakan dewa fortuna berpihak pada mereka, disebuah jendela yang penutup gordennya masih tembus pandang memperlihatkan ruang makan dimana pemilik rumah tersebut sedang makan bersama dengan yang berkemungkinan adalah tamu mereka.

“Udahan yok. Kita mending masuk aja ke rumahnya, jangan kayak gini. Gue memang nggak berbakat jadi penguntit. Gue takut ketahuan anjir.”

“Stts mending lo diam dulu.”

“Apaan sih. Lo memang dengar mereka omong apaan? Enggak kan.”

Orang bertubuh pendek itu mencebikkan bibirnya kesal pada temannya.

“Hei siapa kalian.”

Mereka kedua kompak terkejut ketika ada yang berhasil memergoki mereka.

Penjaga yang berhasil menangkap basah mereka pun datang menghampiri dua orang itu yang hendak melarikan diri.

Tapi sialnya salah satu dari mereka terjatuh dan membuat mereka berhasil ditangkap.

Keduanya pun dengan paksa bawa  ke pos penjaga.

“Ujang... Ujang. Bangun. Cepat bawa tali ke sini.”

Pak Ujang yang tertidur pulas itu sontak terbangun dan kaget melihat dua sosok yang bawa oleh pak Toyib. “Mereka siapa?”

“Pencuri.”

“Pak kami bukan pencuri,” salah satu dari mereka mencoba membela diri.

“Diam. Mending kalian tunggu di sini, saya mau panggilkan pemilik rumah ini.”

“Kamu awasi mereka dulu. Saya mau ke dalam panggilin tuan dan nyonya.”

Pak ujang pun mengangguk. Sepeninggalan pak Toyib menuju rumah majikan mereka, Pak Ujang menatap sambil mengeleng pada dua orang itu.

“Cewe-cewe kok jadi pencuri sih.”

“Pak. Kan gue sudah bilangin kalau kami itu bukan pencuri. Lepas kan nggak ikatan tali ini sebelum bapak menyesal.”

“Nggak bakalan saya lepas sampai tuan Martin datang ke sini.”

“Reseh banget sih jadi satpam.”

“Kenapa rupanya kalau saya satpam. Yang pentingkan halal, memang kayak situ, pencuri.”

Hendak membalas ucapan satpam itu, tiba-tiba pak Toyib sudah kembali bersama dengan pemilik rumah ini disusul dengan anggota yang lainnya.

“Ini tuan, penyusupnya. Mereka pasti berencana mau mencuri di rumah tuan.”

“Beb tolong lepasin napa talinya.”

Clara yang berdiri di sebelah papanya sejenak tertegun. “Karin?”

Dengan langkah ragu Clara mendekat dan mencoba membuka penutup kepala itu.

“Astaga, jadi benar lo.”

Clara pun membuka penutup kepala orang yang disebelah Karin.

“Kalian ngapain pakai baju ini. Pake acara nyusup lagi ke rumah gue,” ucapnya heran dengan kelakukan bestienya.

“Nggak tau nih si Karin. Ini ide dia. Dia penasaran sama om—“

Ucapan Tasya terhenti karena Karin membekap mulut.

“Maaf om dan tante. Tadi kami lagi gabut aja pengen cobain bertamu dengan gaya yang berbeda. Ya kan Sya. Keren kan kami,” seru Karin sambil tersenyum manis ala-ala dirinya.

Sementara itu Sebastian tentu saja memandang kedua orang itu dengan wajah julidnya.

‘Ide bagus nih. Bisa nih dipraktekin sama teman-teman,’ batin Sebastian.

Martin tampak bingung harus merespon bagaimana. Sedangkan Reinard awalnya kaget dan masih syok kini membuka suaranya.

“Mereka teman-teman kamu?” tanya Reinard pada Clara lalu dibalas anggukan olehnya. “Iya om, mereka teman sekampusnya Clara.”

“Malam om tante.” Ucap mereka bersamaan  menyapa pada Reinard dan Carissa.

“Teman-teman kamu unik ya Ra.”

Clara menggaruk kepalanya sembari memandang malu pada tante Carissa, kepalanya terasa gatal karena kelakuan temannya.

“Eh... Iya tan.”

"Umur aja yang bertambah tua tapi kelakuannya seperti anak-anak” celetuk Sebastian.

Mendengar itu membuat Karin langsung meradang, Tasya mencoba menenangkannya agar tidak menyebabkan keributan.

“Lepaskan ikatan tali itu pak setelah itu kalian berdua ikut masuk ke dalam. Om bingung dengan kelakuan kalian. Apa orangtua kalian udah tau kalau kalian ke sini?” tanya Martin penuh selidik.

“Sudah om,” jawab Tasya dibarengin dengan anggukan kepala dari Karina.

“Benar?”

“Benar om.”

“Yaudah. Om cuma tidak ingin orangtua kalian sampai kecarian.”

“Ayo.”

Martin berbalik dan meminta maaf pada tamunya kegaduan yang disebabkan oleh teman putrinya.

“Tidak masalah. Namanya juga anak-anak.”

'Pantasan, rupanya anaknya turunan bapaknya.' batin Karin.

Semuanya pun beranjak memasuki rumah lagi tak terkecuali juga dengan Clara yang mengajak kedua temannya untuk ikut bersamanya.

Ada banyak hal yang ingin dia pertanyakan nanti jika sudah sampai di kamarnya, terutama mengenai tujuan kedatangan mereka ke rumahnya.

***

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status