Share

MDTM II 03

Suasana ruang tamu mendadak hening setelah Clara mengutarakan pendapatnya. Sementara anggota Kanigara menghela nafas. Ada kesalahpahaman di sini dan itu harus segera diluruskan.

“Bukan begitu sayang. Bukan sama Sebastian, ya kali sama putra kedua tante ini. Kan dia masih sekolah.”

Carissa menuntun Clara duduk ke sofa yang kosong dan muat untuk mereka berdua.

“Maksudnya?”

Kini giliran Clara yang mendadak lemot, seperti yang ia tuduh pada bi Asih.

“Sebenarnya tante dan om melamar kamu untuk nikah sama putra pertama kami bukan sama Ian. Cuma malam ini dia tidak bisa datang karena mengurus perpindahan dari Singapura.”

“Oh dia benar-benar jadi kuliah di sana?” tanya Martin yang sedari tadi hanya menyimak sama seperti istrinya. Ia juga sempat mengira kalau putrinya akan dilamar untuk putra keduanya. Jelas hal itu membuat Martin tidak setuju.

Tapi dia memilih diam menunggu respon dan keputusan dari Clara dulu siapa tau putrinya benar-benar suka dan mau menerima lamaran itu.

Reinard mengangguk. “Iya, tapi sekarang dia mau pindah tugas ke Jakarta.”

Martin mangut-mangut. “Berarti sudah lama ya dia tinggal di sana.”

“Benar. Tapi sejak kepergian neneknya dua bulan lalu, dia jadi merasa bosan tinggal di sana, mungkin itu alasannya dia ingin kembali ke Jakarta,” jawab Reinard.

“Jadi bukan sama bocah ini, kan?” tanya Clara pelan sambil memperhatikan orang yang ia maksud yang duduk di sofa berhadapan dengannya.

Mata Sebastian terbelalak lalu menatap tidak suka setelah mendengarkan kalimat yang dilontarkan oleh Clara.

“Enak saja. Bocah-bocah gini udah bisa juga kali buat anak.”

Ucapan absurd itu jelas membuat semua pasang mata tertuju padanya.

Sebastian tentu terkaget kala ditatap horor oleh mereka apalagi mamanya.

“Kenapa pada liatin Ian? Kan Ian cuma merespon ucapan kak Clara. Tenang aja ma pa, Ian nggak pernah lakuin hal-hal yang aneh kok,” ujar Sebastian memberi penjelasan maksud dari perkataannya barusan.

Semuanya menghela nafas lega meski ada sedikit keraguan dengan ucapan Sebastian.

Tak terasa waktu pun terus berlalu, setelah kedua keluarga itu selesai berbincang membahas mengenai perjodohan putra dan putri mereka.

Kini semuanya sudah berada di ruang makan keluarga Magenta. Beberapa masakan sudah tersaji di sana dan tampak terlihat enak sampai tatatapan Sebastian berhenti pada satu masakan yang membuatnya tidak berselera.

“Ini apa tan?” tanya Sebastian menatap aneh pada mangkuk yang tak jauh darinya.

“Nggak tau. Itu hasil masakan Clara.”

Semuanya pun kini menatapi Clara seakan menantikan jawabannya karena mereka pun penasaran pada makanan itu.

“Itu dimsum loh. Masa nggak tau.”

“Dimsum apaan ini, hancur gini. Mana bentuknya aneh lagi.” komen Sebastian dengan wajah julidnya.

Mama Clara terlihat mengangguk setuju. Dia bernafas lega, akhirnya ada juga yang memberi komentar pada masakan putrinya itu. Tadi sore dia melihat putrinya berkutat di dapur memasak sesuatu di sana. Saat melihat masakan itu, mama Clara berniat ingin berkomentar tapi tidak jadi karena tidak ingin merusak mood putrinya yang terlihat bagus saat itu.

“Jangan sepele, meskipun hancur gini tapi jangan ragukan dengan rasanya. Coba deh dijamin enak,” seru Clara dengan memasang wajah penuh keyakinan.

“Silahkan dinikmati. Aku sudah susah payah loh masakin ini. Enak kok.”

Tapi meskipun begitu semuanya terlihat ragu akan dengan ucapan Clara.

Martin juga mengamati makanan yang dimasak oleh putrinya. Ia sangat mengenali putrinya dengan dengan baik.

Semoga putrinya ada sedikit perubahan.

Tak lama kemudian Carissa pun membuka suara.

Carissa menepuk pelan pundak Sebastian. “Kamu Ian jangan begitu. Caman mama udah niat banget loh masakin ini buat kita.”

Ada perasaan haru dalam diri Clara ketika mendengar ucapan camernya.

Clara dalam posisi duduk menundukkan kepala diam-diam mencuri pandangan pada Carrisa bergerak mengambil sumpit yang tersedia di meja sisinya berniat mencicipi dimsun ala Clara.

Dimsun buruk rupa itu akhirnya terangkat dan mencoba masuk ke dalam mulutnya Carissa.

Dengan tatapan penasaran, Sebastian pun bertanya. “Bagaimana ma? Enak?”

Sebastian melihat sang mama tidak menunjukkan ekspresi apapun. Jadi wajar dia bertanya seperti itu.

“Enak kok,” jawab Carissa sembari mengunyah makanan yang ada dimulutnya. 

Sebastian yang telanjur kepo pun mengambil satu bagian dan memasukkan ke dalam mulutnya.

Belum ada beberapa detik mengunyah, Sebastian dengan merasa sedikit bersalah pada orang tua Clara berlari pergi meninggalkan meja makan menuju dapur  ingin membuang sesuatu yang ada di mulutnya ke westafel cuci piring.

“Anjir. Tuh orang masak apaan sih.”

Sebastian kembali mengumur-ngumur isi dalam mulutnya dengan air westafel lalu membuangnya. Setelah itu dia kembali lagi bergabung dengan yang lain.

“Mama kok bisa tahan sih sama rasa asinnya.”

Lalu Sebastian menatap horor mata Clara. “Kak Clara bisa masak nggak sih? Kasihan deh nanti bang Gino tiap hari dapat masakan begitu kalau nikah sama kak Clara.”

‘Memang itu tujuanku. Jadi urungkan niat kalian yang ingin menjadikanku anggota Kanigara.'

“Maafkan aku. Aku kira masakan buatanku seenak itu.”

Begitulah Clara. Lain dihati lain pula kata-kata yang keluar dari bibirnya.

“Jadi kamu belum ada cobain?” tanya Sebastian yang sudah tidak memanggil Clara dengan sebutan ‘kak’

Clara mengeleng polos.

“Tidak masalah sayang. Nanti tante bisa mengajarmu memasak.”

“Maaf ya jeng. Ini akibat dimanjain papanya,” ucap Sara lalu menatap ke arah Martin.

Selama ini Martin memang melarang keras putrinya untuk masuk ke dalam dapur. Ia lebih suka putrinya untuk belajar dengan rajin saja. Jika urusan memasak itu urusan belakang jika Clara berumah tangga nantinya.

Karena saat awal-awal menikah, Martin masih ingat betul bahwa istrinya juga tidak pandai memasak. Tapi karena terus belajar melalui ponsel dan ajaran mendiang dari ibunya, akhirnya Sara bisa juga memasak makanan yang enak dilidahnya.

It’s okay sayang. Jangan sedih dong.” ujar papa Clara.

Clara mencoba berpura-pura untuk tersenyum.

Ia sedih bukan karena masalah masakannya tidak enak melainkan karena rencananya untuk membatalkan perjodohan itu gagal lagi. Tampak Carissa tidak mempermasalahkan kekurangannya itu. Clara mengira calon mertuanya itu akan tidak menyukai dirinya karena tidak bisa memasak dengan baik untuk putranya nanti.

Untuk melarutkan suasana di ruangan itu, Martin pun membuka suara untuk memimpin acara makan malam mereka.

Dengan perasaan berbeda-beda yang dirasakan oleh mereka karena masakan Clara, mereka pun memulai makan malamnya.

Makan malam pun usai, tetapi mereka masih berada di ruang makan sembari berbincang-bincang kecil. Biasalah percakapan-percakapan orang tua seputar kehidupan.

Sementara Clara dan Sebastian sibuk dengan ponselnya masing-masing entah menghubungi siapa.

Dalam keadaan hening begitu, tiba-tiba penjaga pos gerbang kediamanan Magenta datang menghampiri hingga ke ruang makan.

“Ada apa pak Toyib?” tanya Martin penasaran.

‘Anjir namanya.’ batin Sebastian dengan muka julidnya membuat Clara menatap tidak suka pada Sebastian. Ia tau kalau pemuda itu sedang mengatakan sesuatu yang jelek pada pekerja papanya.

Karena diawal-awal masuk kerja, Clara juga melakukan hal yang sama. Mengingat itu Clara menjadi merasa berdosa banget padahal pak Toyib sangat baik dan benar-benar mengabdikan dirinya pada keluarganya.

“Ini pak... ada penyusup yang mencoba masuk ke rumah. Tadi saya lihat mereka ngintip-ngintip dari arah jendela situ,” pak Toyib pun menunjukkan jendela yang ia maksud.

“Apa?!”

Teriak mamanya membuat jantung Clara mau copot. “Mama ih suaranya bikin kaget aja,” seru Clara sembari mengusap-usap dadanya.

Bukan hanya Clara melainkan semua yang ada di meja makan itu juga ikut terkejut.

“Penyusupnya gimana bisa masuk pak? Berarti bapak nggak bagus jagain gerbangnya,”celetuk Sebastian.

Clara mengangguk setuju. Baru juga ia memuji cara kerja pak Toyib.

“Maaf pak atas kelalaian saya. Tadi pas bukain gerbang buat kamunya.” Pak Toyib menunjuk ke arah Sebastian. “Saya lupa langsung kunciin karena mendadak perut saya mules pak. Jadi saya langsung tinggalin begitu aja gerbangnya tanpa dikunci dulu. Sekali lagi maaf pak.”

“Jadi penyusupnya dimana?” tanya Martin.

“Diluar pak sudah saya ikat.”

***

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status