Share

MENIKAHKAN SUAMI DENGAN MANTAN ISTRINYA
MENIKAHKAN SUAMI DENGAN MANTAN ISTRINYA
Penulis: Bintang Senja

Sebuah Pilihan

"Anak bunda kenapa? Kok habis liburan sama papa mukanya cemberut gitu sih. Liburannya kurang lama atau …. "

"Sabrina nggak mau liburan bareng sama kak Killa dan tante Renita lagi, bun. Papa cuma sibuk sama mereka saja." Sabrina memotong ucapan ibundanya. Mendengar aduan dari sang putri, lantas Ayuna terdiam.

Bukankah jadwal liburan kali ini bersama dengan Sabrina, tapi kenapa Killa dan Renita juga ikut. Jujur, pikiran Ayuna mendadak tidak karuan, namun sebisa mungkin ia tetap berpikir positif. Ayuna menghembuskan napasnya, lalu meminta putrinya untuk istirahat di kamarnya.

"Ya sudah, nanti bunda coba ngomong sama papa. Sekarang kamu istirahat saja ya," ucap Ayuna seraya mengusap kepala putrinya itu.

"Iya, bun." Sabrina mengangguk. Lalu beranjak meninggalkan ibunya yang berada di ruang tengah.

"Sayang, maaf ya. Mas tidak beli oleh-oleh untuk kamu. Soalnya mas nggak sempat," ujar Sandy, suami Ayuna. Bahkan laki-laki berkaca mata itu langsung menjatuhkan bobotnya di sofa.

"Iya, mas. Nggak apa-apa kok," sahut Ayuna. Wanita berjilbab itu masih memikirkan tentang aduan dari putrinya.

"Oya, Sabrina mana? Apa langsung ke kamar. Sepertinya dia sangat kelelahan, di jalan juga sedikit rewel, tidak seperti biasanya." Sandy mengajukan pertanyaan ketika tidak mendapati putrinya yang kini berusia tujuh tahun itu.

"Iya, Sabrina langsung ke kamar. Mas, ada yang ingin aku tanyakan, tapi tolong jawab dengan jujur." Ayuna ikut menjatuhkan bobotnya di sebelah suaminya. Lantas wanita berjilbab itu menatap laki-laki yang hampir delapan tahun menikahinya.

"Memangnya kamu mau tanya apa?" tanya Sandy, lalu merubah posisi duduknya.

"Tadi Sabrina bilang, katanya Killa sama Renita ikut liburan? Apa itu betul. Bukankah kali ini jadwal liburan bersama dengan Sabrina, tapi kenapa mereka ikut?" tanya Ayuna tanpa basa-basi. Sandy yang mendengar itu seketika terdiam, laki-laki berkaca mata itu nampak sedang memikirkan sesuatu.

"Oh itu. Maaf, Killa yang maksa buat ikut. Karena sedang tidak enak badan, makanya Renita juga ikut." Sandy menjelaskan, dari raut wajahnya. Ayuna sudah dapat menebak jika ada yang sedang ditutupi oleh suaminya itu.

"Terus di sana kamu sibuk dengan mereka dan membiarkan Sabrina. Padahal waktu untuk mereka sudah ada sendiri. Maksudnya untuk Killa." Ayuna cukup kesal dengan apa yang dilakukan oleh suaminya. Padahal selama ini Ayuna sudah mengatur jadwal untuk bertemu dengan Killa, putri Sandy dari pernikahan pertamanya.

Ya, Sandy menikah dengan Ayuna setelah dua tahun bercerai dengan Renita. Selama ini, Ayuna tidak pernah melarang Sandy untuk bertemu dengan Killa, bahkan setelah Sabrina lahir. Ayuna mengatur jadwal agar waktu yang Sandy miliki bisa dibagi secara adil. Dan diantara Killa dengan Sabrina tidak ada yang merasa iri.

Sejujurnya Ayuna ingin sekali antara Killa dan Sabrina bisa bersama. Tapi itu tidak mungkin, Killa yang sudah lebih besar dari Sabrina, meminta waktu tersendiri kepada ayahnya. Bagi Ayuna tidak masalah, asalkan Sandy tidak pilih kasih antara kedua putrinya itu. Toh mereka darah daging Sandy sendiri.

"Bukannya aku sibuk sendiri, tapi Sabrina saja yang tidak mau gabung dengan Killa. Selama ini waktu untuk Sabrina jauh lebih lama dibandingkan dengan Killa, jadi wajar kalau Killa ingin lebih lama bersamaku," ungkap Sandy. Mendengar itu Ayuna diam, tapi entah kenapa hatinya terasa sakit.

"Kalau begitu, kenapa tidak diajak tinggal di sini saja. Dengan begitu setiap hari Killa bisa bersama dengan kamu, mas." Ayuna menatap laki-laki yang sudah hampir delapan tahun hidup bersamanya.

"Tidak usah ditanya, karena kamu tahu sendiri alasannya. Udah, mas capek mau istirahat." Sandy bangkit dan beranjak naik ke lantai atas, di mana kamarnya berada.

Sepeninggal suaminya, Ayuna masih diam, wanita berjilbab itu lantas mengusap perutnya yang sudah membuncit. Ya, saat ini Ayuna tengah hamil anak keduanya, dan usia kehamilannya sekarang sudah tujuh bulan.

***

Malam harinya, usai makan malam Ayuna menemani putrinya untuk tidur seperti biasanya. Ketika Ayuna masuk ke dalam kamar putrinya, terlihat jika Sabrina tengah berbaring di atas ranjang. Menyadari akan kedatangan ibunya, Sabrina lantas bangkit dan duduk seraya memeluk boneka miliknya.

"Sayang, kok belum tidur? Mau bunda bacakan cerita." Ayuna menjatuhkan bobotnya di sebelah putrinya.

"Enggak, bun." Sabrina menggeleng.

"Bun, kemarin waktu liburan Sabrina lihat papa tidur di kamar tante Renita," ujar Sabrina. Seketika Ayuna diam, entah kenapa pikirannya mendadak tidak karuan.

"Papa tidur di kamar tante Renita, mungkin kamu salah lihat atau …. "

"Sabrina nggak salah lihat, bun. Sabrina lihat sendiri papa masuk ke kamar tante Renita. Terus setelah itu papa buka baju, tante Renita juga." Sabrina memotong ucapan ibunya. Bocah perempuan itu, mengingat jelas apa yang dilihat ketika berada di villa kemarin saat liburan.

Setelah itu Sabrina mengambil dua boneka, lalu menaruhnya di atas bantal. Posisinya sama persis seperti sepasang suami-istri yang sedang melakukan hubungan intim. Melihat itu Ayuna benar-benar terkejut. Benarkah apa yang diceritakan oleh putrinya itu, atau hanya rekayasa.

"Ya sudah sekarang kamu tidur saja, sudah malam." Ayuna meminta putrinya untuk segera tidur. Jujur, pikiran Ayuna sudah tidak karuan, anak seusia Sabrina tidak mungkin berbohong.

Sabrina hanya menurut, bocah berusia tujuh tahun itu lantas merebahkan tubuhnya. Setelah itu Ayuna menyelimuti tubuh putrinya. Usai memastikan Sabrina tidur, Ayuna memutuskan untuk keluar. Ayuna harus menyelidikinya sendiri, karena sebuah bangkai pasti baunya akan tercium meskipun sudah ditutup dengan rapat.

Baru saja keluar dari kamar putrinya, Ayuna melihat suaminya tergesa-gesa sembari memakai jaket. Ayuna menyipitkan matanya, sudah malam begini, tapi dilihat dari penampilannya. Jika suaminya hendak pergi, Sandy yang menyadari akan istrinya, sontak mendongak.

"Kamu mau ke mana, mas malam-malam begini?" tanya Ayuna dengan tatapan penuh selidik.

"Killa katanya demam, aku mau ke sana," jawab Sandy. Mendengar itu seketika Ayuna teringat akan cerita putrinya barusan.

"Malam-malam seperti ini." Ayuna menoleh ke arah di mana jam dinding di rumahnya bertengger. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Killa sedang demam, tolong kamu ngertiin dong. Coba kalau kamu yang jadi ibunya, pasti khawatir juga kan. Ya sudah mas pergi dulu, assalamu'alaikum." Sandy mencium kening istrinya. Setelah berpamitan laki-laki itu bergegas untuk pergi.

***

Hari telah berganti, semalam Sandy tidak pulang, tidak pula memberi kabar. Pesan yang Ayuna kirim diabaikan begitu saja. Ketika sampai di rumah, Sandy beralasan jika handphone miliknya lowbat dan lupa di charger. Sungguh, Ayuna tidak bisa berpikir positif ketika suaminya pergi semalam.

Sandy memang sering datang menemui putrinya, tapi setelah mendengar cerita dari Sabrina. Entah kenapa kepercayaan yang pernah Ayuna miliki kini hilang seketika. Terlebih sekarang sikap Sandy juga sedikit berubah. Suaminya yang sekarang mudah tersinggung dan gampang emosi.

"Mas, ada yang ingin aku tanyakan. Tapi tolong jawab dengan jujur, karena aku tidak suka dengan kebohongan," ucap Ayuna setelah suaminya selesai memakai pakaian.

"Memangnya kamu mau tanya apa, hem." Sandy menatap istrinya. Wanita berbadan dua itu lantas mengambil secarik kertas dan diberikannya kepada suaminya.

"Tolong jelaskan tentang ini, mas." Ayuna menyodorkan secarik kertas yang bertuliskan sebuah nama rumah sakit, tepat di hadapan suaminya. Sedetik kemudian Sandy bungkam, bahkan laki-laki itu seperti kehilangan kemampuan untuk berbicara.

"Jangan diam saja, mas. Jadi benar kalau kamu sudah menghamili Renita, iya." Kesabaran Ayuna sudah habis, mendengar suara istrinya yang meninggi itu, sontak Sandy menggeleng dan menatap wanita cantik yang ada di hadapannya itu.

"Ayuna, itu tidak benar," kata Sandy. Sungguh, laki-laki itu tidak sanggup menatap wajah istrinya yang sudah merah karena amarah serta tangis yang ditahan.

"Kalau itu tidak benar, lalu ini apa mas. Kamu jangan bohong, kamu pikir aku anak kecil." Ayuna melempar kertas hasil pemeriksaan itu beserta sebuah alat tes kehamilan dengan hasil positif.

Hampir saja tubuh Ayuna limbung, ia benar-benar tidak menyangka akan perbuatan suaminya. Ayuna juga tidak bisa membayangkan ketika suaminya tengah memadu kasih dengan mantan istrinya. Air mata yang Ayuna tahan, akhirnya lolos begitu saja. Rasanya benar-benar sakit, apa lagi perbuatan Sandy sudah diketahui oleh putrinya sendiri, Sabrina.

"Ayuna mas minta maaf, mas mengaku khilaf. Tolong maafkan mas." Sandy menjatuhkan tubuhnya tepat di hadapan istrinya. Kecewa, itu yang Ayuna rasakan, suami yang ia anggap setia, tapi kenyataannya seorang penghianat.

Ayuna masih diam, ia pikir pernikahannya dengan sang suami akan langgeng. Tapi kenyataannya tidak, badai besar berhasil menggoncangkan kapal yang telah berlayar hampir delapan tahun itu. Nahkoda yang membawanya ternyata tidak sanggup untuk menerjang ombak yang menghadangnya.

"Nikahi Renita, mas. Pertanggung jawabkan perbuatan kamu," ujar Ayuna. Hatinya sakit ketika mengucapkan perkataan itu. Tapi tidak ada pilihan yang lain, suaminya memang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Sandy menggeleng. "Tolong jangan paksa mas untuk menikahi Renita. Silahkan kamu hukum mas, tapi tolong jangan paksa mas untuk menikahinya. Mas minta maaf karena sudah berbuat salah."

"Kalau kamu tidak mau menikahi Renita, lalu kenapa kamu menghamilinya, mas." Ayuna menatap mata suaminya, seketika Sandy bungkam. Laki-laki berkaca mata itu bingung harus menjawab apa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status