Lavedra langsung bangun dari duduknya. Tentu saja dia kaget. Wajahnya langsung menoleh ke arah darimana air tersebut datang. Tidak lain dan tidak bukan, adalah Lora sendiri. Wanita itu masih membekali dirinya dengan amarah yang sangat besar.
“Apa?! Berani kamu menatapku sekarang hah?!” pekiknya dengan sangat kasar.
Lavendra hanya bisa menggigit ujung bibirnya sendiri. Serak rasa tenggorokannya seketika. Wanita ini tidak ada habisnya sama sekali. Kalau masih ada Daza, Lavendra masih bisa menahan diri, tapi, sekarang tidak sama sekali. Rasanya benar-benar sesak sekali.
“Kamu hanya istri formalitas saja! Sebaiknya kamu sadar diri! Jangan datang ke sini dan jangan dekat-dekat dengan Daza lagi! Atau kamu terima akibatnya? Aku bisa membuatmu malu sekali,” ancam dari Lora.
Dengan mengepalkan tangan mencoba menahan emosinya tersebut, Lavendra menelan amarahnya bulat-bulat. Dia mencoba untuk tidak meledak sekarang ini
“Lalu kamu apa? Memangnya kamu tidak malu masih menjadi pacar dari suami orang? Apa harga dirimu murah sekali sampai mau dijadikan pacar saja?” ucap dari Lavendra.
Tersentak pastinya Lora mendengar apa yang dikatakan oleh Lavendra. Dia langsung mendekat dan menampar dengan sangat keras pipi Lavendra. PLAKHHH. Suaranya sangat besar. Bahkan orang-orang yang ada di dekat sana melihat mereka dan mulai bergosip.
Lora melihat ke arah sekitar, begitu juga dengan Lavendra. Dia tidak suka. Semua pandangan yang ia terima sangat lah tidak baik dan juga tidak membuatnya nyaman. Hanya menunduk yang bisa dirinya lakukan. Lora kemudian mendekat ke telinga Lavendra, mulai berbisik dengan suara yang puas serta nada yang meremehkan.
“Memang kenapa? Daza saja, tidak mau kamu yang sebagai istrinya diketahui banyak orang. Sementara aku? Aku sudah dikenal baik oleh para karyawan di sini, bahwa aku adalah pacar dari Daza.”
Setelah berkata demikian, Lora menjauhkan wajahnya, ia menyeringai puas melihat betapa syoknya Lavendra pada saat itu. Tangannya menyilang dan kepalanya sedikit mendongak menunjukkan keangkuhan yang dirinya miliki. Menyebalkan. Wanita ini licik sekali.
“Bagaimana? Kamu benar masih mau dekat dengan Daza?” tanya Lora.
Diam. Lavendra tidak menyahut sama sekali. Bagaimana ia bisa menjawabnya kalau Daza saja belum bisa sepenuhnya berada di pihaknya? Mangakui saja mustahil meski mereka sudah terdaftar secara resmi di mata hukum.
PLAKHHH. Tamparan lainnya terdengar sangat keras sekali. Lavendra segera menaikkan kepala. Dirinya mendapati kalau Lora baru saja ditampar oleh seseorang. Lavendra memindahkan pandangannya dan melihat ke arah dari orang yang menampar. Dia adalah kakak ipar dari Lavendra, Diana.
“K- Ka-“
“Dasar jalang! Masih berani kamu mengganggu Daza?! Gila. Akan kubuat perhitungan dan akan kubuat kalian berdua tidak memiliki apa-apa!” teriaknya.
Diana langsung menarik tangan Lavendra dengan segera. Menuju ke sebuah mobil, mereka berdua masuk ke dalam sana. Diana yang segera menuju ke kursi pengemudi, melajukan mobil dengan segera. Tangannya menuju ke kursi belakang, mengambilkan sesuatu untuk Lavendra.
“Pakai ini, badanmu pasti terasa dingin. Kita ke rumah utama sebentar ya,” ajak Diana, dengan wajah yang sangat serius sekali.
“Tidak usah…, kak, aku.., aku tidak apa,” jawab dirinya.
“Tidak. Aku tidak bisa melihatmu begini. Dari awal aku sudah khawatir setelah tahu kamu dimasukkan ke perusahaan selang sehari setelah hari pernikahan. Dan feeling-ku benar, wanita itu masih menempel dengan Daza,” jelas Diana.
Tidak ada yang bisa dirinya jawab kepada Diana. Baginya, sekarang Lavendra juga tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Karena sekarang dirinya tahu, bahwa masalah ini tidak akan berhenti begitu saja. Sudah pasti masalah ini akan dibawa ke arah yang lebih serius. Terlebih, ayah dan kakek mertua yang dari awal sudah tahu duluan.
Mereka tiba di rumah utama, dimana di sana adalah tempat dimana Lavendra bertemu dengan keluarga besar Daza untuk pertama kalinya. Turun dari mobil, Diana membantu dirinya untuk masuk ke dalam sana. Dengan wajah yang sedikit menunduk, dirinya mencoba menghindari tiap tatapan yang melihatnya. Lalu, datang lah sang ibu mertua.
Dengan helaan napas yang berat, tampaknya sang ibu mertua sudah tahu, “Huhh, pinjam lah baju Diana. Sebentar lagi Daza akan sampai,” ucapnya.
Langsung terbelalak dirinya ketika mendengarnya. Daza?! Meski seharusnya tidak kaget sekali pun, rasanya masih belum benar saja. Daza pasti akan langsung menuduhnya dengan mengatakan bahwa dirinya ini lah yang mengadu kepada keluarga besar.
“Ma, ja-“
“Sudah, jangan membantah. Kamu sekarang keluarga kami, kalau Daza kurang ajar padamu, sudah seharusnya mama yang sebagai orang tuanya yang mengajarnya. Maaf karena Daza membuatmu merasa sakit, padahal ini belum seminggu dari pernikahanmu,” jelas mama yang langsung menyela, dan juga memegang tangan Lavendra.
Tersentuh hati Lavendra mendengarnya. Bahkan, air matanya tak terbendung sama sekali. Rasanya mau menangis saja saat mendengar ucapan sang mama barusan.
Mama langsung menghapus air mata Lavendra yang membasahi pipinya tersebut. Diangkatnya kepalanya, dan melihat ke arah sang mama, “Tenang ya Nak, kami di pihakmu.”
Daza menyetujui untuk datang ke sekolah anak-anak mereka pastinya. Esok harinya, mereka melihat ramai sekali orang tua yang datang. Sampai-sampai Daza dan Lavendra merasa kebingungan dengan ada apa sebenarnya di sini.Sempat dirinya bertanya kepada orang tua lainnya mengenai acara apa saja yang akan dijalankan hari ini, namun, para orang tua malah memberikan alasan yang berbeda-beda, seolah mereka diminta datang bagaimana pun caranya.Duduk di aula sekolahan anak mereka, terlihat panggung megah dengan hiasan berwarna yang menyegarkan bagaimana pandangan mereka pada saat itu. Dan itu membuat Lavendra jadi menerka apa yang mungkin tengah dilakukan di sini.Tak lama. JREGHHHH. Sebuah banner yang ada di atas panggung terbuka dengan lebar, dengan jelas dirinya melihat sebuah tulisan yang membuatnya tersentuh.‘Mom and Dad, Thanks for coming, and this is your proud child.’Seketika, dari setiap kelas secara bergantian menampilkan sebuah lagu dan juga secara bergantian memberikan persembahan
Kabar dari Diana yang tengah hamil tersebut tentu saja makin membuat keluarga Daza dan juga Lavendra jadi makin erat. Karena keberadaan dari mereka adalah sebuah kebahagiaan tersendiri yang tidak dimiliki oleh banyak orang pastinya.Akhirnya keluarga Daza memilih melakukan liburan keluarga secara besar-besaran berkat kabar tersebut. Sekarang sudah bukan dua lagi keluarga yang ikut dalam liburan tersebut, melainkan tiga.Sebuah pulau disewa selama seminggu penuh, sambil membawa chef ternama dan juga pastinya juga pengasuh serta art, membuat acara jadi makin ramai sekali.Upah mereka jelas saja dinaikkan lebih dari 2 kali lipat. Anggap saja bonus karena mereka jadi harus bekerja ekstra di tempat yang bukan menjadi pekerjaan mereka sekarang ini.“Ternyata setelah menikah jadi sesenang ini ya!” Diana begitu antusias selama perjalanan karena semua yang dia minta selalu ia dapatkan.“Haha, selama kamu menikah dengan orang yang tepat, tentu saja, apa yang kamu inginkan pun pastinya akan kamu
“Sudah, jangan diambil hati, kalau sudah saatnya kamu bertemu jodoh, sudah pastinya kamu akan menikah pada waktunya,” ujar dari Lavendra.Diana hanya menghela napas kecil sebelumnya. Ia pasti sudah merasakan berat perasaan yang dia miliki dan juga pasti ia sendiri paham kenapa bisa sampai seperti ini.“Oh, ini,” Diana mendadak menyodorkan sebuah kertas kepadanya.Lavendra menerima dan melihatnya terlebih dahulu. Namun, ia begitu kaget saat melihat apa yang tertera di depannya. Dengan mata terbelalak yang tidak percaya sekaligus merasa begitu syok melihatnya, Lavendra segera bertanya kepada Diana mengenai apa maksudnya.“Kamu akan menikah?!”Daza baru pulang mendengarnya sama kagetnya dengan bagaimana Lavendra memberikan reaksi pada dirinya tersebut. Daza segera menghampiri mereka dan merebut dengan mendadak kertas yang dipegang Lavendra.Sebuah undangan diberikan kepada mereka berdua secara tiba-tiba sekali. Daza yang dari awal melihat ke arah sana, berpindah melihat ke arah Diana yan
Setelah melakukan usg pada kehamilan Lavendra, Daza beserta dirinya tidak tahu harus merespon bagaimana lagi. Mereka mendapatkan anak kembar lagi untuk kedua kalinya.Pikiran Lavendra langsung kosong seketika saat memikirkannya. Anak kembar yang sekarang sajas udah cukup membuat mereka pusing, apalagi kalau ada 4 orang anak nantinya. Bisa-bisa mereka berdua tidak waras lagi.Mereka pergi dahulu ke rumah kedua orang tua Daza. Sepertinya hal ini perlu sedikit dibicarakan kepada mereka untuk bisa mendapatkan solusi yang terbaik, dan pastinya baik bagi mereka berdua juga nantinya.“Ma…, menurut mama, aku harus bagaimana?” Daza langsung memulai obrolan bahkan sebelum ia menjelaskan kenapa mereka berdua sekarang ini datang kemari.“Maksudny? Soal menitip si kembar? Mama tidak masalah. Diana dan kakek sangat senang melihat mereka berdua. Papa juga terima kalau semisal kalian mau menitip si kembar lebih lama,” ucap mama.Menoleh ke arah ruang tamu, melihat kedua anak mereka yang memang begitu
Mendengarnya tentu saja membuat Lavendra sedikit kesal mendengarnya. Daza mengatakan hal barusan seolah-olah semua bisa diselesaikan dengan mudah.Ia langsung menoyor kepala suaminya yang jelas saja sudah berangan tinggi ingin menambah anak lagi.“Enteng sekali bilangnya. Kamu tidak lihat kalau aku rasanya sudah mau setengah mati bertahan?!” kesal Lavendra.“Hahah, tidak Honey,” Daza kemudian memeluknya sebagai alih menghibur, “aku hanya berpikir saja,” sambungnya.“Kamu pikir mudah merawat anak? Dua saja kamu sudah kewalahan,” Lavendra masih merasa kesal mendengarnya.Bagaimana tidak, apa yang dikatakan Daza itu seperti meremehkan bagaimana selama ini Lavendra berjuang dari awal kehamilan sampai akhirnya melahirkan. Apalagi, Lavendra masih merasa sedikit trauma setelah melahirkan.Bukan saat mengenjan, melainkan setelah jahitannya selesai. Ia sampai tidak berani buang air besar selama seminggu karena takut akan merobek jahitannya tersebut. Makanya dia sangat bersyukur sudah melewati
Lavendra benar-benar merasa hidupnya berada di ujung tanduk. Meski Daza daritadi menyemangati dalam diamnya, Lavendra tahu bahwa Daza begitu khawatir sekali. Sementara itu, tim medis juga berusaha mengarahkan dengan benar kepada Lavendra.Meski begitu, Lavendra merasa benar-benar tidak bisa bertahan lebih lama. Namun, demi anaknya, ia melawan dan berusaha sekeras yang ia bisa pastinya.“OEKKHHH.”Anak pertamanya keluar.“Bagus Bu, sekarang tinggal satunya lagi.”Lavendra harus mengenjan sekali lagi. Dan itu tidak memakan waktu yang lama seperti yang pertama. Ia merasa lemas sampai-sampai dirinya benar-benar menyandar di atas tempat tidur tempat melahirkannya.Daza yang melihatnya merasa terharu, ia mendekati Lavendra dengan mengecup kening Lavendra, dan mengelus kepalanya. Bisa dirasakan dengan jelas air mata yang mengalir di wajahnya tersebut, dan itu membuat Lavendra merasa begitu tersentuh sekali.“Terima kasih, Honey. Kamu sudah berjuang keras,” ucapnya.Setelahnya Lavendra tidak