Home / Romansa / MENJADI SAINTESS TERHEBAT / Bab 2. Selamat dari Maut

Share

Bab 2. Selamat dari Maut

Author: Yukari
last update Last Updated: 2021-09-07 19:20:59

Karena cahaya lampu truk yang semakin terang, Rissa akhirnya menoleh dan melihat truk sudah berada dekat ke arahnya. 

Begitu menyadari bahwa tidak ada peluang untuk selamat. Aku menutup erat mataku dan mengatupkan gigiku sebagai persiapan untuk merasakan rasa sakit. Dalam waktu yang singkat sewaktu berada di ambang kematian, terlintas kisah bahagia saat kedua orang tua kami masih hidup serta aku dan Rissa bermain dengan sangat akrab. Aku ingin sekali kembali ke masa-masa itu. 

Beberapa detik berlalu, aku masih belum merasakan apa-apa. Debaran jantungku terasa sangat kuat sampai ujung kakiku juga bisa merasakan iramanya yang cepat. Aku masih menutup mataku dan bertanya-tanya dalam hati, “Apakah memang akan terasa selama ini kalau mau mati?”

“Kak … Lissa?”Aku mendengar suara lirih yang sangat ku kenal yang adalah suara Rissa. Aku pun langsung membuka mataku. 

Lissa duduk tidak jauh dariku dengan posisi  seperti habis terjatuh, sama denganku. Melihat aku yang masih hidup, aku langsung memeriksa jantungku dan kurasakan debarannya masih ada. Aku juga meraba-raba seluruh tubuhku dan tidak kutemukan luka sedikit pun.  

Sebelum sempat merasa lega, aku kembali dikejutkan ketika sebilah pedang diarahkan ke leherku. Aku melirik pedang itu sambil menahan napas. Pedang ini tidak seperti mainan karena terpancar kilatan di atasnya dan tepi pedangnya terlihat sangat tajam seperti baru di asah. Aku memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku ke atas untuk melihat orang yang melakukan perbuatan gila ini.

Saat mendongakkan kepalaku, mataku melihat tubuh besar seorang pria dengan pandangan yang keji. Ia memakai pakaian layaknya seorang bangsawan dari suatu Kerajaan. Seketika tubuhku langsung terasa kaku seolah semua aliran darahku terhenti.

“Kenapa ada dua?” ucap pria itu.

“Ma—Maaf Yang Mulia. Kami berencana untuk memanggil satu, tapi yang muncul ada dua orang,” ucap seorang pria dengan nada ketakutan. Ia memakai pakaian serba hitam dan tudung kepala yang menutupi penampilannya. Ia berdiri tidak jauh di belakang pria bangsawan itu. 

“Aku sudah tahu itu, yang aku tanya adalah kenapa yang muncul ada dua?” tegas pria bangsawan itu. Setiap kata yang keluar dari mulut pria bangsawan itu terasa sangat mencekam. Aku bisa menduga bahwa ia memiliki posisi yang sangat penting dan terhormat.

“Wajah mereka mirip, Yang Mulia. Sepertinya mereka kembar, salah satu dari mereka adalah yang asli,” ucap pria yang mengenakan tudung kepala. 

”Ini menarik,“ gumam pria bangsawan itu.

Pria itu menarik pedangnya dari leherku dan berjalan pergi. Seolah sumpalan yang menutup hidung dan mulutku terlepas, aku langsung bernapas dengan kuat. Aku meremas dadaku untuk menenangkan jantungku, tapi itu tidak berhasil. 

“Anda harus ikut dengan kami”, ucap seorang prajurit sambil menarik lenganku.

Sebelum aku sempat bereaksi, aku sudah dipaksa berdiri. Dengan kedua lenganku yang diikat dengan rantai, aku dibawa dengan pengawalan beberapa prajurit. Awalnya kami berada dalam tempat yang gelap jadi aku tidak bisa melihat dengan jelas dan memahami situasi. 

Seraya kami berjalan, tampak cahaya yang muncul dari ujung lorong. Begitu cahaya semakin terang, aku melihat bahwa kami sudah keluar dari terowongan yang gelap itu. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat sekelilingku.

Tata letak dan desain bangunan yang ada di sini sangat berbeda dari yang aku tahu, seolah-olah kami bukan lagi di dunia yang sama. Gedung yang terlihat berdiri dengan sangat megah. Bahkan terlihat lebih mewah dari bangunan yang pernah aku lihat dari film mana pun.    

Mereka membawaku masuk ke sebuah gedung besar. Setelah berbicara dengan beberapa orang yang tampak seperti pelayan, mereka menuntunku hingga ke depan sebuah ruangan di lantai atas. Begitu pintu terbuka, aku terkejut karena isinya adalah kamar yang sangat mewah. Ini bahkan tidak terlihat seperti kamar karena ada sofa dan meja untuk bekerja di dalamnya. Bahkan dinding kamar itu terlihat sangat kokoh dan berkelas. Kalau ada yang penasaran dengan tampilan kamar VIP di Hotel kelas atas, aku sudah melihatnya di depan mataku sekarang. 

Mereka melepas rantai di tanganku. Setelah memperlihatkan hormat dengan menundukkan kepala mereka sedikit, mereka keluar dari ruangan dan menutup pintunya. 

Aku masih berdiri diam di tempatku. Mataku sibuk memperhatikan semua yang ada di kamar. Ini memang tampak luar biasa. Perlakuan yang aku terima sedikit ambigu. Mereka memang mengikatku dengan rantai, tapi melihat fasilitas kamar yang akan kugunakan dan prajurit yang masih memperlihatkan hormat kepadaku, menunjukkan bahwa aku dianggap sebagai orang yang cukup penting. Namun, posisiku belum terjamin aman mengingat bagaimana pedang dihunuskan di leherku beberapa saat yang lalu. Jadi, aku perlu tetap waspada.

 

Mataku tertuju pada sebuah jendela. Aku melangkahkan kakiku ke sana. Dari jendela aku bisa melihat bagaimana keadaan di luar kamarku. 

Pelan-pelan, aku memikirkan semua yang terjadi. “Seingatku, keadaan masih malam ketika aku dan Rissa hampir tertabrak. Akan tetapi, tiba-tiba saja kami sudah berada di sini,” gumamku. 

Sepertinya aku sudah bisa memahami situasi saat ini, kami sudah berpindah dunia. Seharusnya kami sudah mati saat itu. Namun, tidak tahu dengan cara apa, orang di dunia ini memanggil kami dan menganggap kami sebagai Saintess. Meskipun kami sekarang masih hidup, tidak ada jaminan kalau kami akan tetap selamat sampai nanti. Kami bisa dibunuh kapan saja menggunakan pedang yang selalu mereka bawa kemana-mana. Akan tetapi, ada satu keuntungan yang kumiliki. Aku tahu kalau bahasa yang kami gunakan sama, tapi mereka tidak tahu. Jadi aku harus menyembunyikan fakta ini untuk menggali informasi.

“Namun, yang mereka inginkan hanyalah satu orang, bukan dua. Berarti mereka sedang mencari siapa yang mereka butuhkan dari antara aku dan Rissa,” bisikku.

Aku terkejut karena baru menyadari tentang Rissa, “Lalu bagaimana dengan Rissa?!” batinku berteriak.

“Aku tidak terlalu memperhatikan Rissa dan tidak menyadari sejak kapan kami berpisah. Apakah sebelum pedang dihunuskan di leherku sewaktu masih berada di lorong gelap itu? Atau sesudahnya?”, bisikku sambil menggigiti kuku tanganku karena khawatir. 

Lamunanku terhenti ketika kulihat seorang pria berada di luar jendelaku. Pakaiannya sedikit berbeda dari prajurit yang aku lihat sebelumnya. Dari pakaiannya yang cukup berkelas tetapi memiliki pedang, aku menyimpulkan bahwa ia adalah seorang kesatria. 

Ia mendongakkan kepalanya ke atas, dan tatapan kami bertemu. Penampilannya seperti pria sejati. Dadanya tampak bidang dan badannya tegap. Rambutnya yang biru pekat terlihat sangat indah saat tertiup oleh angin. Matanya memiliki warna biru yang lebih samar, tetapi masih senada dengan rambutnya. Garis rahangnya terlihat sangat jelas dan tegas. Semuanya disempurnakan dengan baju kesatria dan pedang yang tergantung di pinggangnya. 

Saat tatapan kami bertemu, ia tidak tersenyum sama sekali. Namun, ia melihatku dengan pandangan yang ramah. Kami hanya saling menatap dalam diam untuk waktu yang cukup lama, sampai akhirnya pria itu membalikkan badannya dan melangkah pergi. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 188. Keluarga Legendaris

    SRAK! Tak, tak, tak! Suara hentakan kaki yang besar sedang membentur tanah dengan kuat dan tangan yang berotot sedang membentang melawan aliran udara. Benda yang besar itu sedang bergerak menuju tempat kedua anakku sedang bermain. “Halo putriku…! Ayah datang!!” seru Raja Edgar yang berlari girang untuk menghampiri Zanna sambil mengenakan jubah resminya, karena ia baru saja tiba dari perjalanan panjang sepulang dari Kerajaan tetangga. “Tidak, pergi!! Jangan sentuh adikku dan jangan ganggu waktu kami! Pakaian Ayah tidak cocok untuk ikut bermain. Pergilah dulu ke sana untuk ganti baju!” teriak Eden untuk mengusir Raja Edgar. “Kalau begitu, jika Ayah sudah berganti baju, bolehkah Ayah bergabung untuk bermain dengan kalian?” tanya Raja Edgar lagi yang pantang menyerah dengan tatapan penuh harap. “Tidak!” jawab Eden tanpa berbelas kasihan. “Eden! Ayah tidak menanyakan hal ini padamu!” balas Raja Edgar kepada Eden dengan nada marah. K

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 187. Kakak Adik yang Akur

    “Apakah kamu sudah memaafkan aku, Sayang?” tanya Raja Edgar yang menolehkan kepalanya ke belakang dari pojokan dengan matanya yang berbinar.Namun, tidak semudah itu untuk meluluhkanku atas kesalahannya yang serius. Jadi, aku berkata, “Tidak, aku masih belum memaafkanmu. Aku hanya memberikan kamu kesempatan untuk ikut campur dalam memberikan nama bagi putrimu nanti. Namun, jika kamu tidak mau, ya sudah, tidak apa-apa.”“Tidak! Tidak! Aku mau! Aku sudah memikirkannya!” seru Raja Edgar sambil dengan cepat beranjak dari pojokan itu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke arahku.“Ia sudah memikirkannya? Dalam waktu yang singkat itu selama ia berada di pojokan sana? Memang bakatnya luar biasa. Bahkan, bakatnya dalam memberikan nama yang bagus dalam waktu singkat itu, ia turunkan dengan baik kepada Eden,” batinku.“Aku sudah memikirkan namanya, yaitu Rani, artinya seorang bangsawan yang merupakan putri. Itu coc

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 186. Eden yang Bahagia

    Tap, tap, tap.Dengan mataku yang tertutup, aku bisa mendengar suara langkah kaki kecil Eden yang mendekat ke arahku.“Minggir sebentar, Yang Mulia Raja, aku harus melakukan sesuatu,” ucap Eden begitu ia sampai di tempatku.Aku tidak tahu reaksi apa yang diberikan oleh Raja Edgar setelah itu karena aku masih menutup mata. Namun beberapa sat setelahnya, aku bisa merasakan ada sesuatu yang hangat di tanganku. Eden sudah dewasa dan pintar, ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan di situasi ini. Alasan di awal aku mencegahnya untuk menggunakan kekuatan Saintess agar ia tidak salah bertindak dan menyalurkan kekuatan penyembuhannya di daerah perutku, di mana janinku sedang bertumbuh dan berkembang sekarang. Jadi sekarang, karena Eden sudah tahu bahwa aku sedang hamil, ia bisa menanganinya dengan tepat dan menyalurkan kekuatan Saintess untuk memberikan kekuatan dan tenaga dengan menggenggam tanganku.Ketika ia sudah menyalurkan kekuatannya setelah be

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 185. Hamil Kedua

    “Apa?! Adik? Eden … itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lagi pula, jika kamu menginginkan adik, usia kalian terpaut terlalu jauh untuk dijadikan sebagai teman bermain,” balasku.“Hanya delapan tahun jika dihitung Sembilan bulan Ibu akan melahirkan. Tidak apa, Ibu. Aku senang untuk menjaga dan menjadi teman bermain dengannya. Sama seperti Ibu dan kembaran Ibu di masa lalu. Aku tahu maksud Ibu membicarakan hal ini. Ibu pasti baru mendengarkan sesuatu dari Paman Steein, ‘kan?” tanya Eden.Untungnya, Eden menggunakan sapaan tidak formal untuk menyebut Steein. Pasti karena Lissa ada di hadapannya. Jika ia bersama dengan orang-orang, ia tetap memanggil Steein dengan sebutan Tuan Duke Kesar.“Oh ya? Kenapa kamu bilang seperti itu?” tanya Lissa dengan senyuman sambil meremas jari-jarinya yang saling bertautan untuk berpura-pura bersikap tenang.Eden sepertinya tahu kalau aku sedang berbohong karena mata merah

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 184. Kebahagiaan Eden

    Tap, tap, tap!Kembali lagi, aku berlari dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa henti. Sekarang giliran aku menghampiri Eden untuk menepati janjiku padanya.“Yang Mulia Ratu!! Kenapa Yang Mulia berlari-lari? Bagaimana jika Yang Mulia terjatuh?” tanya Eden dengan tergesa-gesa menghampiriku.Aku tidak menyangka kalau aku akan mendapatkan nasihat dari anak kecil perihal berlari dan terjatuh. Padahal seharusnya nasihat itu aku berikan kepadanya sebagai nasihat dari seorang Ibu untuk anak. Jika aku ingat-ingat, Eden juga tidak pernah terjatuh atau bertindak ceroboh sejak kecil. Walau aku dan Raja Edgar selalu sibuk, ia tidak menuntut apa pun dan mengurus tanggung jawabnya sendiri.Untuk menghilangkan sikap formalitas Eden yang kaku, aku pun mengelus-elus kepalanya dengan kasar sehingga rambutnya yang rapi jadi berantakan.“Yang Mulia! Apa yang telah Yang Mulia lakukan?! Setelah ini aku ada pertemuan Tuan Count dari Utara, jadi aku

  • MENJADI SAINTESS TERHEBAT   Bab 183. Tumbuh Menjadi Tidak Berperasaan

    Tap, tap, tap!!Aku sangat sibuk. Baru saja aku pergi ke Sekolah Akademi untuk memberikan kata-kata penyambutan kepada para siswa baru, sekarang aku harus cepat menemui Steein sebelum menepati janji temu yang aku buat dengan Eden.Jika aku membuang-buang waktu sedikit saja, aku tidak bisa menemui Steein terlebih dahulu, atau aku jadi terlambat untuk menepati janjiku dengan Eden.“Hahhh … Haahhh….” Napasku terengah-engah dan dadaku naik turun karena kekurangan oksigen. Jika zaman ini sudah semakin maju, aku akan membayar mahal siapa pun yang berhasil menciptakan kantung oksigen di dunia ini untuk bisa membantuku bernapas dengan baik setiap kali aku kekurangan stamina seperti ini.“Lissa, kamu tidak apa-apa? Mau aku bantu?” tanya Steein yang dengan sigap menghampiriku.Namun, untuk mencegah kontak fisik yang berlebihan, aku segera berdiri tegak dan menyesuaikan napasku. Karena aku memiliki banyak tanggung jawab,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status