**Bab 012 Kegundahan**Kegugupan Rosa mencuatkan rasa penasaran Alwyn. Ia merasa sudah berada di ambang menemukan sesuatu dari ketiga pelayan Atthy, tetapi jawabannya masih terselubung kabut."Tuan... Tidak ada masalah apa pun. Kami hanya... tidak terbiasa dengan perilaku Nona—eh, maksud saya, Lady Galina," ujar Stela. Sebagai pelayan senior, ia berhasil menyembunyikan rasa gugupnya lebih baik dibandingkan dua lainnya, tetapi bagi Alwyn, kesan itu tidak cukup meyakinkan.Mata Alwyn menyipit sedikit. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi, mempertahankan ekspresi tenang. Dalam pikirannya, suara kesal bergema. ''Sial, aku terlalu ceroboh. Seharusnya aku memanggil mereka satu per satu. Mereka saling melindungi, dan itu hanya memperkuat pertahanannya.''"Baiklah." Alwyn akhirnya mengangguk kecil, nada suaranya datar. "Kalian boleh pergi."Ketiga pelayan itu tampak lega mendengar perintah tersebut, meskipun Alwyn belum selesai. "Tapi ingat," lanjutnya dengan nada tajam yang menahan langkah merek
**Bab 013 Dokter Sarah Winfold**---HAHHHDesahan yang terdengar cukup keras dan berat dari Alwyn membuat Randy terkejut. Dia menoleh dengan cepat, hanya untuk menemukan wajah sahabatnya yang tampak cemas, sebuah ekspresi yang sangat jarang ia lihat."Alwyn, ada apa?" tanya Randy, dahi mengernyit, merasakan ketegangan yang berbeda dalam sikap Alwyn. "Wajahmu... Terlihat jelas kau sedang cemas... Seperti bukan dirimu yang selalu tenang," lanjutnya, penuh keheranan."Lady Atthaleyah... Aku bingung harus bagaimana?" jawab Alwyn, suaranya penuh keluh kesah."Kenapa?" seru Randy, masih heran. "Bukankah selama ini Lady tidak pernah membuat masalah, kecuali jika dia sakit, tapi itu bukanlah hal yang bisa diatur...""Justru itu masalahnya, Randy," Alwyn memotong, ekspresinya cemberut, matanya tampak penuh keresahan. "Lady tidak pernah mengeluh, bahkan sekali pun! Malah membuatku semakin cemas melihat keadaannya yang semakin membingungkan."Randy terdiam sejenak, mencerna keluhan aneh sahabatn
**Bab 014 Duke Hugh Griffith**Alwyn segera memberi salam dengan hormat pada pria bertubuh tinggi dan gagah di hadapannya. Tanpa ragu, ia langsung bersikap siap, layaknya seorang ajudan yang selalu siaga di hadapan komandannya."Maafkan kelalaian saya, Tuanku. Saya ceroboh tidak memperhitungkan semuanya..." ujar Alwyn dengan nada rendah, berusaha menjelaskan sambil menahan kegugupan yang menggelayuti hatinya.Namun, pria besar itu tampaknya tak peduli sedikit pun dengan penyesalan Alwyn. Dengan nada tegas dan suara yang menggema, ia menyuruh, "Keluarlah! Siapkan kereta kudanya!""Baik, Tuanku," jawab Alwyn singkat, sebelum buru-buru berbalik dan segera pergi, meninggalkan Atthy bersama pria itu di dalam ruangan.Langkah Alwyn cepat namun penuh kecemasan. Meskipun hatinya berat, ia tahu tak ada yang bisa ia lakukan selain menjalankan perintah. Atthy kini ada bersama calon suaminya, dan sebagai seorang pegawai, dia hanya bisa bersimpati, bukan berempati. Dilema itu merayapi pikiran Alwyn
**Bab 015 Alwyn dan Helena**Alwyn sibuk berkutat dengan tumpukkan dokumen di ruang kerjanya ketika pintu diketuk. "Masuk," ujarnya, tanpa menoleh.Helena melangkah masuk, menutup pintu dengan tenang di belakangnya. Helena mengangguk memberi salam kepada Alwyn. Dia melihat wajah Alwyn yang tampak lelah, tetapi matanya tetap memancarkan perhatian yang tajam. "Nyonya Helena, saya butuh laporan terkini mengenai distribusi persediaan musim dingin."Helena menoleh, menatapnya dengan senyum tipis. "Tentu, Tuan Alwyn. Saya sudah membawanya." Ia memberikan sebuah map yang dia bawa, tetapi kemudian berhenti, menatap Alwyn sejenak sebelum menyerahkan dokumen itu."Ada sesuatu yang ingin Anda bicarakan?" tanya Alwyn, nada suaranya tenang, tetapi mengisyaratkan bahwa ia menyadari ketidaklaziman dalam sikap Helena.Helena mengangguk pelan. "Ini tentang Lady Athaleyah."Wajah Alwyn sedikit berubah, meski ia berusaha tetap tenang. "Apa yang ingin Anda sampaikan?"Helena meletakkan map di meja, mengat
**Bab 016 Status Baru**Duke Hugh Ethan Griffith adalah anak kedua dari tiga anak lelaki Grand Duke Griffith. Hugh memperoleh gelar Dukenya pada usia 23 tahun, satu tahun setelah ia memimpin pasukan dalam perang besar melawan Kerajaan Targozar dan Vuldrekh dan berhasil merebut wilayah Skythia sepenuhnya. Skythia adalah pegunungan luas yang telah menjadi sengketa antara kerajaan Xipil dan Kerajaan Targozar dan Vuldrekh, sebuah wilayah yang sangat strategis dan kaya akan sumber daya alam.Sejak usia 12 tahun, Hugh sudah terjun ke medan perang bersama kakak tertuanya. Namun, pada usia 15 tahun, setelah kakaknya tewas dalam perang, Hugh dipercaya untuk memimpin pasukan yang mencoba merebut Skythia. Dalam sembilan tahun peperangan yang penuh darah itu, Hugh akhirnya berhasil mengusir Targozar dan Vuldrekh dari wilayah Skythia.Skythia memiliki luas yang hampir setara dengan Alpen, wilayah yang sudah dikuasai oleh dinasti Griffith sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Meskipun baru sekit
**Bab 017 Saihan Malaken dan Count Kevin Dravina**Derap tapak kuda memecah keheningan hutan. Rombongan Duke Hugh Griffith berangkat meninggalkan Manor sejak pagi hari, menembus kabut yang masih menggantung di atas lembah. Saat matahari mulai merangkak tinggi, udara dingin yang menusuk kulit mereka semakin tajam, menyelinap melalui setiap celah jubah dan pakaian, seolah-olah menguji ketahanan mereka. Derap kaki kuda menggema di hutan sunyi, menambah ketegangan setiap meter perjalanan.Saihan, yang duduk di samping Hugh, merasa keheningan itu mulai menekan. Ia mencoba mengisi ruang kosong yang tercipta dengan percakapan ringan, meski nada suaranya jauh dari serius."Duke, bukankah sangat disayangkan?" tanyanya dengan nada santai."Apa maksudmu?" Hugh menjawab tanpa berpaling, tetap fokus pada jalan di depan, memegang kendali kudanya dengan tangan yang tampak kokoh."Istri Anda yang cantik, baru saja sah menjadi istri dan kini malah Anda tinggalkan," lanjut Saihan, sengaja memberikan sen
**Bab 018 Granthar**Hugh memandang luas wilayah Granthar yang terhampar di depan matanya. Sebuah benteng yang kokoh berdiri di tengah padang rumput yang luas, dikelilingi oleh hutan lebat yang seolah ingin menyembunyikan segala rahasia yang ada di dalamnya. Angin dingin berhembus, membawa aroma tanah basah yang khas, menandakan bahwa musim hujan sudah mendekat. Di kejauhan, tampak barisan pegunungan yang menjadi batas alami dari kerajaan ini, memberikan kesan kesendirian yang mendalam.Di sampingnya, Saihan dan Kevin berdiri dengan sikap serius. Sejak perjalanan mereka dimulai, tidak ada banyak kata yang terucap di antara mereka. Keheningan perjalanan lebih berbicara banyak tentang ketegangan yang mereka rasakan. Granthar bukan hanya sebuah tempat yang perlu diperiksa—itu adalah potret dari keseluruhan keamanan kerajaan Skythia. Jika Granthar jatuh, maka sebagian besar wilayah Skythia akan kehilangan pertahanan utamanya.“Seperti yang kita duga,” kata Saihan, memecah keheningan. “Keam
**Bab 019 Granthar 2**Setelah melakukan observasi dan menerima laporan dari Kevin dan Saihan, Hugh memutuskan untuk segera merancang langkah-langkah konkret. Ancaman dari musuh yang belum jelas semakin terasa, dan pasukannya harus siap menghadapi segala kemungkinan. Namun, Hugh juga tahu bahwa kecemasan yang mulai melanda para tentara bisa menjadi kelemahan yang tak terduga. Jika itu tidak diatasi, bisa jadi lebih besar dari ancaman luar yang mereka hadapi.Dengan langkah tegap, Hugh menuju ruang komando. Di dalamnya, para komandan tengah berdiskusi dengan suara rendah, membahas kesiapan pasukan dan langkah-langkah pertahanan yang akan diambil. Begitu Hugh memasuki ruangan, suasana seketika berubah. Semua orang berdiri dengan hormat, namun ada ketegangan yang jelas terlihat di wajah mereka."Yang Mulia Duke Griffith," ujar salah seorang komandan, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang mulai menyebar di antara mereka. "Kami telah mempersiapkan pertahanan di titik utara, namun ada kekh
**Bab 062 Tabir yang Tersingkap**Cahaya matahari masuk melalui jendela besar di sudut ruangan, menyinari perabotan klasik yang megah. Namun, di tengah semua kemewahan itu, ada ketegangan yang menggantung di udara—sesuatu yang tajam, berbahaya, dan tak terlihat.Pintu terbuka, dan Hugh Griffith melangkah masuk dengan langkah mantap. Alwyn menyusul di belakang bersama Helena.Duduk dengan anggun di tengah ruangan, seorang wanita cantik segera berdiri begitu pintu tertutup di belakangnya."Selamat siang, Tuanku Duke."Nada suara Athaleyah terdengar sopan, tetapi ada ketegasan di dalamnya—bukan suara seorang wanita yang tunduk, melainkan seseorang yang siap bertarung."Hentikan basa-basinya, Lady." Hugh tidak membuang waktu. Matanya yang tajam menatap lurus ke arahnya. "Aku tidak punya waktu untuk permainan kata-kata. Katakan yang ingin kau katakan."Athaleyah mengerutkan kening, merasa terganggu dengan kesombongan pria di hadapannya."Sombong sekali dia, dasar tidak beradab!" serunya da
**Bab 061 Kekacauan**Helena dan Alwyn segera bergerak menyambut kedatangan Hugh, Saihan, Kevin, dan tamu tak dikenal yang ikut serta bersama mereka.Begitu mata Helena menangkap sosok wanita itu, alisnya sedikit berkerut. Wanita muda dengan kecantikan luar biasa berdiri di samping Hugh, mengenakan gaun elegan dengan keanggunan alami yang tak terbantahkan. Namun, ada sesuatu yang lebih dari sekadar kecantikan— kepercayaan diri yang kuat, tatapan yang tajam, dan cara berdirinya yang menunjukkan bahwa ia bukan wanita biasa.Alwyn juga menyadari hal yang sama. Siapa dia?Hugh melangkah masuk tanpa banyak bicara. Tatapannya penuh tekanan."Helena, sambut dan jamu tamuku," perintahnya, suaranya tegas tanpa memberi ruang untuk pertanyaan.Helena, meskipun hatinya dipenuhi rasa penasaran, segera menundukkan kepala. "Tentu, Tuanku."Ia melirik sekilas pada wanita itu, lalu dengan anggun mengisyaratkan agar ia mengikutinya. "Silakan, Lady. Saya akan mengantar Anda ke ruang tamu."Wanita itu me
**060 Athaleyah Galina Nauruan**Hugh segera bergegas pulang begitu mendengar kabar tentang kekacauan di Manor. Langkah kudanya tak pernah secepat ini, derapnya menggema di sepanjang jalan berbatu menuju gerbang utama Skythia.Namun, tepat ketika rombongannya tiba, laju kuda mereka terhenti. Sebuah kereta kuda berhenti di depan gerbang, membuat para prajurit penjaga tampak sibuk menahan seseorang yang jelas-jelas bersikeras ingin masuk."Ah, hormat kami, Yang Mulia Duke." Para penjaga segera memberi hormat saat melihat Hugh mendekat dengan ekspresi penuh kewaspadaan."Apa yang terjadi?" tanya Saihan di atas kudanya, menajamkan tatapan pada prajurit yang tampak gelisah.Penjaga itu menghela napas sebelum melapor. "Begini, Tuan. Lady di dalam kereta ini mengaku sebagai Athaleyah Galina.""Apa?!"Sejenak, keheningan menyelimuti rombongan.Saihan menegang. "Athaleyah Galina?!" ulangnya, suara rendahnya mengandung keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. Namun, dalam hitungan detik, keter
**Bab 059 Malam Tragedi**Ruangan itu terasa semakin luas bagi Atthy, seolah-olah waktu melambat dan udara menjadi lebih berat. Napasnya masih stabil, tapi denyut nadinya terasa lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu dalam sorot mata Hugh yang membuatnya siaga, namun bukan ketakutan yang menyelimuti dirinya—melainkan naluri bertahan yang muncul secara alami.Hugh masih menggenggam pergelangan tangannya dengan erat, tapi tidak sampai menyakitinya. Ada panas yang menjalar dari telapak tangannya ke kulit Atthy, suhu tubuhnya lebih hangat dari biasanya, seolah ada api yang membara di dalam dirinya.Atthy menatap matanya. Mata yang biasanya tajam dan penuh kendali itu kini diselimuti kabut gelap, campuran antara kemarahan, gairah, dan sesuatu yang bahkan Hugh sendiri tampaknya tak bisa pahami sepenuhnya."Duke... tolong lepaskan saya," ujar Atthy dengan suara tenang, meskipun dadanya berdebar.Hugh tidak menjawab. Dia hanya menatapnya, seakan menimbang sesuatu dalam pikirannya yang berkabu
**Bab 058 Kendali Diri**''Apa ini? Ini belum waktunya. Dia bilang akan bicara setelah makan malam..." gumam Atthy sambil berjalan keluar dari ruang kerja Helena. Keningnya sedikit berkerut saat merenung. "Sangat tidak biasa dari dirinya. Ada apa?"Belum sempat ia melangkah lebih jauh, Stela terlihat aneh dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wajahnya tampak pucat dan ada kilatan gugup dalam matanya."Maaf, Duchess... bukan ke sana..." ujar Stela terbata-bata tapi dia terus mengiringi Atthy berjalan.Atthy menghentikan langkahnya. "Stela, kau kenapa?" Matanya menyipit, meneliti pelayan itu. Keringat dingin tampak mengalir di pelipisnya, dan tubuhnya sedikit gemetar."Tidak apa-apa, Duchess. Saya sepertinya sedikit tidak enak badan..." jawab Stela cepat, suaranya bergetar, seolah sedang menutupi sesuatu.Atthy mengernyit. "Kalau begitu, beristirahatlah. Wajahmu tampak sangat buruk. Kau membuatku khawatir, Stela.""Saya akan, Duchess. Segera setelah Anda beristirahat..."Atthy menghela nap
**Bab 057 Konspirasi Tiga Pelayan**---Di dalam kamar pelayan yang sempit, suasana terasa panas meskipun udara dingin pagi masih menyusup melalui celah-celah jendela kayu. Tiga sosok wanita duduk melingkar di atas lantai, masing-masing dengan ekspresi berbeda—Rosa yang frustrasi, Bela yang gelisah, dan Stela yang tampak berpikir dalam-dalam."Aku ingin pulang," ujar Rosa tiba-tiba, suaranya datar tetapi penuh kepasrahan.Bela mendesah keras sebelum melotot padanya. "Apa kau tidak lelah terus-menerus merengek seperti itu?!" bentaknya kasar.Rosa membalas tatapan Bela dengan mata penuh kebencian. "Bisakah kalian tenang?!" sela Stela tajam, suaranya nyaris berbisik. "Bagaimana jika ada telinga yang mendengar?"Namun, Rosa tak peduli. Dia menatap keduanya dengan mata membara. "Stela, kau juga tahu ini! Tiga bulan... bicara berbisik, berhati-hati... Kita bertiga tahu kalau kita tidak disukai di manor ini!"Bela mencibir. "Itu karena kebodohanmu... kalau saja kau tidak ceroboh saat itu..."
**Bab 056 Terang dan Gelap**''Kakek, apakah kakek membenci Duchess?'' tanya Karl.Mata Vadim terbelalak mendengar pertanyaan cucu tertuanya. Dia menatap Karl dengan tajam, mencoba memahami arah pemikirannya. Pertanyaan itu tidak datang begitu saja—ada sesuatu yang melatarbelakanginya.''Maafkan saya, Kakek. Percakapan Helena dengan Alwyn, saya tidak sengaja mendengarnya.''Vadim masih belum mengalihkan pandangannya. ''Helena dan Alwyn yang bicara, kenapa kau bertanya padaku tentang Duchess?''Karl menundukkan kepalanya sedikit, tetapi bukan dalam ketakutan. Itu adalah tanda bahwa dia sedang menimbang kata-katanya dengan hati-hati. ''Saya mulai mencari tahu...''''Kau menyelidikiku.''''Tidak juga, tapi saya mulai mengamati. Kakek mengubah pola bicara kakek dengan Duchess.''Vadim terdiam sesaat. Karl benar. Dia memang mengubah sikapnya terhadap Atthy. Tidak secara frontal, tetapi cukup terlihat bagi seseorang yang memperhatikan.''Anak ini, ternyata dia tumbuh lebih dewasa. Bagaimana
**Bab 055 Hugh dan Alwyn**Ruangan kerja Duke Hugh dipenuhi dokumen dan peta strategi yang sebagian masih terbuka di meja panjanganya. Namun, perhatian Hugh saat ini tidak tertuju pada pekerjaannya, melainkan pada pria yang berdiri di hadapannya dengan ekspresi serius."Alwyn, ada apa?" suara Hugh terdengar rendah, tetapi penuh otoritas.Alwyn, yang biasanya selalu tenang dan terkendali, kini tampak sedikit berbeda. Ada ketegangan di wajahnya, sesuatu yang jarang terlihat dari pria itu."Helena... Tuanku, dia tampak mengkhawatirkan," jawab Alwyn akhirnya, suaranya terukur tetapi mengandung kekhawatiran yang nyata.Hugh, yang semula masih menggenggam pena di tangannya, segera meletakkannya di atas meja. Tatapan matanya kini sepenuhnya terfokus pada Alwyn."Jelaskan," perintahnya singkat.Alwyn tidak langsung menjawab. Dia menarik napas dalam sebelum berbicara, memastikan setiap kata yang keluar benar-benar mencerminkan situasi yang terjadi."Kemungkinan, Helena terjebak dalam emosinya
**Bab 054 Pergolakan Batin**---Ruang kerja yang dipenuhi aroma khas kertas tua dan tinta yang baru mengering. Di balik meja besar yang tertata rapi, di hadapannya, Helena berdiri dengan tangan mengepal di sisi tubuhnya. Matanya sedikit redup, pikirannya jelas dipenuhi oleh sesuatu.Alwyn masuk ke ruangan dengan ekspresi tenang, tapi sorot matanya tajam, penuh pengamatan. Kehadiran Alwyn sama sekali tidak di sadari oleh Helena."Lady Helena, akhir-akhir ini Anda tampak tidak fokus." Teguran Alwyn meluncur pelan, tetapi tajam.Helena tersentak, matanya melebar karena terkejut. "Apa?!" pekiknya refleks. "Begitukah? Di mana saya melakukan kesalahan, Tuan Alwyn? Saya akan segera memperbaikinya."Alwyn tidak segera menjawab. Dia hanya menatap Helena lebih dalam, seakan sedang meneliti sesuatu yang tak terlihat di wajahnya. Keheningan di antara mereka semakin menegaskan kesan bahwa sesuatu memang tidak beres."Anda telah menyelesaikan tugas Anda dengan sangat baik. Tidak ada kesalahan dala