Share

Dendam yang salah

Author: RahmaDika
last update Last Updated: 2021-06-23 08:52:06

Semenjak Mikha rujuk dengan suaminya, ia benar-benar membatasi diri untuk berkomunikasi dengan Dimas. Hati pria itu terasa begitu hampa, bagaikan ada sesuatu yang berharga hilang dari dirinya.

Pagi itu, ia tampak menikmati secangkir kopi di sebuah coffee shop, pikirannya begitu kalut dan hatinya begitu sesak. Hingga tiba-tiba tampak seseorang mendekat kearahnya.

"Hai," sapa gadis blonde yang kini berdiri di meja yang ditempati oleh Dimas, dengan memegang segelas kopi di tangannya.

Dimas hanya melirik sejenak lalu segera memalingkan wajahnya. "Apakah aku boleh duduk di sini?" tanya Marrie dengan menunjuk kur si kosong dihadapan Dimas.

"Duduk saja," jawab pria itu dingin.

Sejenak suasana menjadi hening, Marrie nampak serba salah karena sikap Dimas sangat jauh berbeda.

Gadis bermata biru itu mencoba memberanikan diri untuk memulai percakapan kembali.

"Emm Dimas, kau benar-benar tidak mengingatku?" ucapnya gugup.

Dimas hanya melirik dengan senyuman pias yang tersungging di bibirnya, "Tidak, terlalu banyak orang yang aku temui. Yang aku tau sekarang, kau adalah adik dari pria itu," ucapnya sinis. Entah mengapa, setiap melihat Marrie rasa kesalnya semakin bergejolak.

"Kalau begitu, ayo kita berkenalan ulang. Perkenalkan namaku Marrie," ucap Marrie seraya mengulurkan tangannya. Namun alih-alih menjawab, Dimas malah beranjak dan pergi meninggalkannya begitu saja.

................

Lembayung senja semakin terpancar, menandakan langit yang kian lama semakin temaram.

Sesosok pria bertubuh tegap dengan seragam tentara lengkap, tengah menunggu seseorang di lantai 2 sebuah cafe. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang berada di hadapannya seraya merasakan desiran angin yang semakin terasa menusuk

"Dimas," Suara sapaan seorang wanita cukup memecah lamunannya.

Pria yang tengah menyeruput secangkir kopi itu mengangkat kepalanya dan mengulas senyuman terbaiknya.

"Apa kabar?" tanya Mikha basa basi seraya duduk pada sebuah kursi dihadapan Dimas.

"Baik, Kembar gak ikut? Oh ya, mau minum apa?" Dimas menyodorkan sebuah menu pada Mikha namun Mikha hanya tersenyum.

"Ah terima kasih, aku cuma sebentar kok," tolak Mikha secara halus.

Wanita berhijab itu nampak memejamkan matanya dan menghela napasnya perlahan.

"Dimas, terima kasih ya. Selama ini kamu sudah banyak membantuku, aku pamit karena besok kami pergi ke Jogja sebelum kembali ke London," ucapnya dengan hati-hati.

Dimas tersentak, hatinya bagai tertimpa batu yang begitu besar. Seketika wajah pria itu begitu terlihat muram dan kembali menundukkan kepalanya, "Mikha, apa kau yakin kalau suamimu takkan mengulang kesalahan yang sama? Mengapa kau dengan mudah menerimanya kembali? Sedangkan kau tidak pernah bisa menerima perasaanku yang sudah bertahun padamu?" ucapnya lirih, merasa sakit hati yang teramat mendalam dan begitu menyiksa.

Mikha menghela napasnya dengan kasar, dan menatap pria yang berada di hadapannya. Sementara dari kejauhan sang suami memandang tajam Mikha dan Dimas yang tengah berbincang.

Pria blonde itu mencoba menahan rasa cemburunya yang sudah meluap-luap, terlebih saat melihat Dimas menatap Mikha dengan sorot mata penuh arti.

"Maaf, masalah aku dan suamiku memang hanya karena kesalahan pahaman. Dimas, aku yakin ada gadis di luar sana yang tengah menunggu cintamu. Tolong lupakan perasaanmu kepadaku, kamu berhak mendapatkan yang lebih baik. Aku selalu menganggapmu sebagai teman baikku, tolong bukalah hatimu untuk gadis lain," tutur Mikha dengan lembut mencoba menjaga perkataannya agak tidak semakin menyinggung Dimas.

"Ya sudah, aku permisi dulu," Mikha bangkit namun seketika Dimas menahan tangannya.

"Maaf Tuan kami harus buru-buru, terima kasih ya sebelumnya Anda sudah banyak membantu anak dan istriku," ucap Max yang tiba-tiba saja datang dengan tatapan tajam. Ia tidak tahan melihat tangan istrinya di sentuh pria lain.

Tanpa mereka sadari, Dimas menatap kepergian Mikha dan Maxim hingga menghilang dari penglihatannya. Tangan pria itu mengepal erat, menahan segala luapan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.

................

Berhari-hari berlalu, Marrie selalu mengulik informasi tentang kebiasaan-kebiasaan pria pujaan hatinya, hingga tentu saja membuatnya dengan mudah menemukan Dimas di tempat-tempat yang sering pria itu kunjungi.

Namun, berkali-kali ia mencoba mendekati pria itu. Berkali-kali juga ia mendapatkan penolakan bahkan selalu diacuhkan.

"Saying I love you, Is not the words I want to hear from you,"

BRAK

Sebuah bantal melayang tepat mengenai Yudhi yang tengah asik bernyanyi dan memainkan gitar.

"Jangan nyanyi lagu itu!" protes Dimas yang tidak suka mendengar lagu Maxim yang di nyanyikan sahabatnya.

Yudhi yang bingung hanya menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal melihat tingkah Dimas.

Belakangan ini memang Dimas sedikit sensitif dan mudah sekali marah, "Lagi PMS lu yee," cebik Yudhi menahan tawanya.

Dimas menghela napasnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Entahlah. Lu tau kan kalau adik iparnya Mikha ganggu gue mulu, lama-lama gue muak sama perempuan itu," tuturnya seraya memijat keningnya.

Yudhi mengeryitkan keningnya dan meletakkan gitar di tangannya pada tempatnya. "Cantik gak? Kalau lu gak mau, buat gue aja! Gak kasian lu liat gue udah jomblo menahun, hati gue sampe banyak sarang laba-laba saking kosong tak berpenghuni," ledek Yudhi, lengkap dengan memasang wajah memelasnya.

"Hahahaha Sono ambil aja, ikhlas gue. Etttt, tapi setelah gue balas dulu," tutur Dimas tersenyum seringai.

Mendengar ucapan sahabatnya, Yudhi menatap tajam kepada Dimas, "Maksudmu apa?"

"Dia harus merasakan sakit hati seperti yang tengah gue rasakan karena perbuatan Kakaknya!"

BRAKKKK

Dimas tersentak, Yudhi menggebrak meja di hadapannya dengan begitu keras.

"Gak waras lu! Gadis itu gak tau apa-apa, salah kalau lu balas dendam sama dia. Lagi pula, sejak awal perasaan lu yang salah!" pekik Yudhi yang benar-benar murka dengan jalan pikiran Dimas.

"Kalau lu gak suka dia, cukup bicarakan baik-baik. Coba lu pikir, seandainya Fafa adik kesayangan lu di perlakukan seperti gadis itu, pikir!" sambung Yudhi kembali seraya menatap tajam Dimas dan pergi keluar dari kamar asramanya.

................

Dimas nampak bergeming, memikirkan perkataan sahabatnya yang cukup menyentuh relung hatinya. Pria tampan bertubuh tegap itu menatap nanar ke arah jendela kamarnya, menatap langit berbintang dengan rembulan yang bersinar begitu indahnya.

TOK TOK TOK

Pintu kamar asramanya diketuk beberapa kali.

Dimas segera beranjak dan berjalan menuju arah pintu.

"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Dimas pada seseorang yang kini berada di hadapannya.

"Ada yang mencarimu, sekarang di ruang tunggu," tutur pria paruh baya itu, lalu berpamitan untuk pergi terlebih dahulu.

Dimas berjalan untuk menemui seseorang yang telah menunggunya. Betapa terkejutnya ia, saat melihat Marrie yang nekat mencarinya hingga asrama militer yang ia tempati. Marrie menoleh dan tersenyum manis kala melihat sosok pria yang ia cari, berjalan mendekat ke arahnya.

"Hai," sapa Marrie dengan senyuman terbaiknya.

Raut wajah pria itu nampak masam, dan terlihat jelas jika ia sangat malas untuk menanggapi gadis blonde di hadapannya. "Dari mana kau tau alamat ini? Dan ada keperluan apa?" tanyanya tanpa basa basi.

Marrie yang merasa jika kehadirannya tidak diinginkan hanya dapat menelan salivanya kasar, dan berusaha menebalkan wajahnya. Lagi-lagi gadis itu menyuguhkan sebuah senyuman hangat guna menutupi perasaannya.

"Aku membawakannya makanan, kata Kak Mikha kamu sangat menyukai nasi goreng," ucap Marrie tersenyum.

Dimas hanya tersenyum sinis dan menatap gadis itu lekat-lekat dan berkata, "Aku tidak mengenalmu, dan kau tak perlu repot-repot melakukan ini semua!".

"Tapi aku ingin sekali mengenalmu," ucap Marrie lirih.

"Lebih baik kau segera pergi, daripada kau semakin terlihat seperti wanita yang tidak mempunyai harga diri, menjijikan!" cebik pria berkulit eksotis tersebut dan segera pergi meninggalkan Marrie.

Sakit? Hatinya terasa begitu berdenyut perih, Marrie berusaha mati-matian menyembunyikan air matanya yang sudah begitu berat menggenangi pelupuk matanya.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang tengah memandang ke arah Marrie dan Dimas. Sepasang mata yang menatap begitu sendu dan penuh arti mendalam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
Dari London sampe Tabalong... wuih hebat author nih...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MENJERAT CINTA MISS BILLIONAIRE   Merajuk

    Seorang pria menatap nanar pemandangan Ibukota dari balik jendela kamar hotel yang ia tempati. Sudah semalaman suntuk ia terjaga, pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan nasib rumah tangganya dan hatinya.Pikirannya terus menerus berandai-andai, menyesali segala sifatnya yang terlalu lemah.Andai ia tidak egois dan menyia-nyiakan ketulusan gadis yang benar-benar mencintainya, andai ia berani menolak perjodohan yang telah diatur oleh ibunya, mungkin semuanya takkan seperti ini.Terbelenggu jeratan takdir yang menjerumuskannya ke dalam neraka rumah tangga.Dimas terus-menerus merutuki kebodohannya, ia berjalan keluar menuju balkon kamar yang terletak di lantai dua puluh sebuah gedung pencakar langit.Pria putus asa itu mengeluarkan sekotak rokok dari saku celananya, mengambil sebatang rokok lalu menyulutnya dengan sebuah pemantik.Dimas menyesap benda candu yang sudah bertahun-tahun ia tinggalkan, pikiran kacau tak mampu berpikir jernih."A

  • MENJERAT CINTA MISS BILLIONAIRE   Tiba-tiba ngambek

    "Ampun Tuan! Saya mohon maafkan kesalahan anak saya," suara seorang pria paruh baya, memenuhi sebuah rumah mewah yang berada di sudut kota London.Terlihat Jhon tersenyum kecut seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Hahahaha apa? Ampun? Apa anak kalian yang otaknya kosong itu berpikir sebelum bertindak?" cibir Jhon, mata birunya menyorot tajam seorang pemuda yang tengah dipaksa berlutut oleh kedua orang tuanya. Jhon melangkah perlahan lalu berdiri tepat di hadapan pemuda itu. Kaki kanannya berayun menyentuh dagu pemuda itu hingga mendongakkan wajahnya."Kau! Lancangnya mencelakai adikku!" Brak! "Raymond!" pekik kedua orang tua pemuda itu histeris, Jhon yang murka tidak segan-segan memandang wajah Raymond hingga hidungnya mengeluarkan darah.Setelah puas menyiksa orang-orang yang terlibat dalam penjebakan Marrie malam itu, tanpa berkata apapun lagi Jhon melangkahkan kakinya keluar rumah. "Frans, cabut saham kita di perusah

  • MENJERAT CINTA MISS BILLIONAIRE   Retak

    Dimas melangkah masuk menuju pintu rumahnya, beberapa kali ia ketuk pintu tetapi sama sekali tidak ada jawaban dari Shinta.Pria itu mengambil ponsel saku celananya, mencoba menelpon keberadaan sang istri karena walau bagaimanapun ia khawatir karena Shinta tengah mengandung.Beberapa kali ia mencoba menghubungi sang istri, tapi nihil. Tidak ada jawaban sama sekali, dengan panik ia segera mengambil kunci cadangan, takut terjadi apa-apa dengan Shinta di dalam rumah."Shinta! Shinta!"Dimas mengedarkan pandangannya keseluruhan arah, mencoba menelisik keberadaan sang istri di setiap ruangan."Shinta! Ya ampun, kemana lagi dia?" ucapnya frustasi, lagi dan lagi Shinta pergi tanpa meminta izin kepadanya terlebih dahulu.Dimas mencoba menghubungi mertua dan ibunya, mencoba mencari tahu keberadaan istrinya. Namun, Shinta tak berada di manapun, membuatnya semakin berada di ambang kepanikan.Pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar deru mes

  • MENJERAT CINTA MISS BILLIONAIRE   Aku baik-baik saja

    Hari itu Dimas mencari keberadaan Yudhi, tetapi nihil. Pria itu tak kunjung ditemukan. Beberapa kali pula ia mencoba menelpon sahabatnya tapi lagi-lagi ponsel milik Yudhi sama sekali tidak dapat dihubungi."Joko!" pekik Dimas kala melihat Joko yang berjalan jauh di depannya."Joko, tunggu!"Joko menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Dimas berlari kecil mendekatinya dengan napas yang sedikit terengah-engah."Ada apa? Wes kaya wong dikejar setan," tanya Joko bingung.Dimas diam sejenak, mencoba mengatur napas dan intonasi suaranya sebelum bertanya kepada Joko."Yudhi mana? Aku telepon gak bisa.""Piye kamu ini, satu kompi lagi ada tugas bantuan evakuasi ke daerah yang dilanda gempa," jawab Joko santai."Ah astaga! Aku lupa tapi, sampean gak ikut?" tanya Dimas kembali.Seketika Joko menepuk keningnya dan berdecak pinggang, "Kowe ora liat, kaki aku di perban gara-gara sopo? Aku kemarin 'kan terkilir ga

  • MENJERAT CINTA MISS BILLIONAIRE   Gosip hot Mr Joko

    Selepas bertugas, Yudhi melajukan motornya menuju alamat yang sudah diberitahu oleh John.dengan senyuman yang mengembang, pria tampan beralis alis tebal itu melajukan sepeda motornya membelah hiruk pikuk kota Jakarta.Sejenak ia menepikan kendaraannya di sebuah toko bunga, melihat-lihat hamparan bunga-bunga yang terpajang dengan indahnya."Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya seorang pegawai toko bunga tersebut."Saya mau sebuket bunga rose yang warna merah jambu ya. Tolong di susun yang cantik," ucapnya seraya mengusapkan tengkuk lehernya, karena sejujurnya ini adalah kali pertama ia membeli bunga untuk seorang wanita.Segala perasaan berkecamuk di dadanya, Yudhi sudah tidak sabar untuk menemui Marrie.Rasa rindu semakin mendominasi memenuhi relung sanubarinya."Ini, Mas! Sudah jadi," ucap pelayan tersebut seraya menyerahkan sebuket mawar berwarna pink."Oh, ok Mbak! Berapa?" tanya Yudhi seraya mengeluarkan dompet yang tersimpan di

  • MENJERAT CINTA MISS BILLIONAIRE   Kejutan

    Wajah Marrie seketika ditekuk kala mendengar perkataan Maxim.Ketiga pria di rumahnya benar-benar kompak dan sama sekali tidak ada yang membelanya."Ih, ya sudah aku mau packing! Besok berangkat," tutur Marrie pasrah.Jhon dan Tuan Andrew tersenyum seringai, melihat rencana mereka yang berjalan mulus.Di kamar Mikha yang sebenarnya keberatan, hanya bisa protes kepada suaminya. Walaupun ia setuju Marrie dijodohkan dengan Yudhi, tetapi membiarkan mereka tinggal satu atap bukanlah pilihan yang tepat."Max, aku tuh takut kalau kejadian Indah dan Kak Jhon terulang! Namanya tinggal bareng, apalagi mereka belum menikah!" protesnya kala mengingat kejadian beberapa tahun silam, saat Jhon dulu pernah menghamili sahabatnya di luar ikatan pernikahan dan berujung tragis.Sedangkan Max hanya menyengir kuda menanggapi ocehan sang istri yang seakan tiada habisnya. Ucapan Mikha memang benar, tetapi ia juga tidak bisa berbuat banyak jika itu sudah merupakan kehendak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status