Share

Kena kau!

Tok...Tok...Tok...

"Marrie, kamu sudah tidur belum?" Mikha mengetuk pintu kamar adik iparnya, memastikan gadis itu sudah tertidur atau masih terjaga.  Marrie yang masih berdiri di balkon kamar segera berjalan menuju pintu kamarnya.

Cklek

Pintu terbuka, Mikha nampak membawa segelas susu hangat di atas nampan.

"Kirain kakak, kamu udah tidur. Nih kakak bawain susu buat kamu," tuturnya lembut dan menyerahkan susu tersebut kepada Marrie.

"Terima kasih, Kak. Maaf, kedatanganku malah jadi ngerepotin kakak padahal kakak lagi hamil dan udah capek ngurusin Kak Max dan kembar," ucapnya lirih, merasa tidak enak hati dengan kakak iparnya.

Mikha hanya mengulas senyuman dengan adik iparnya, wanita berhati lembut itu sudah menyayangi Marrie seperti Rika, adik kandungnya sendiri.

"Kamu itu ngomong apa? Kayak baru kenal Kakak sehari dua hari aja. Marrie, kamu itu adiknya kakak, sama seperti Rika. Jadi, kakak harap jika ada sesuatu yang mengganggu hatimu jangan sungkan untuk bercerita. Ya sudah kamu beristirahatlah," Mikha tersenyum seraya menepuk-nepuk pundak gadis blonde yang berada di hadapannya. Ia segera berbalik namun seketika langkahnya terhenti mendengar ucapan Marrie.

"Kak, aku mau cerita"

................

Marrie menceritakan semua yang ia alami saat mencari Dimas. Menceritakan secara spesifik dan detail tanpa ada sesuatu yang terlewat.

Hingga tanpa terasa air mata begitu saja lolos dari kedua netranya, hatinya benar-benar sakit namun dia tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena ia sadar, sejak awal Dimas memang tidak menginginkan kehadirannya.

Ia hanya merutuki kebodohannya karena terlalu berharap banyak pada cinta yang belum tentu menyambut dirinya.

Terbersit rasa bersalah pada hari Mikha, ia sadar bahwa sikap buruk Dimas pada Marrie semuanya berawal dari dirinya. Seandainya saja dia tidak kabur dan pergi bertahun-tahun meninggalkan Max, mungkin semuanya tidak terjadi. Namun semua sudah terjadi, ia percaya di balik semua ini pasti ada rencana Tuhan yang lebih Indah.

"Marrie, dengar kakak. Apapun yang terjadi percayalah, di balik semua ini rencana Tuhan lebih Indah. Tuhan mungkin tidak selalu memberikan apa yang kamu inginkan tapi, Tuhan akan memberikan apa yang kau butuhkan. Jangan terus tenggelam dalam kesedihan, karena siapa tau saja kalau Tuhan sedang mempersiapkan pria yang terbaik untukmu. Jadilah Marrie yang seperti dulu, yang ceria. Kami selalu ada untukmu," tutur Mikha lembut seraya membelai rambut coklat adik iparnya.

Marrie memeluk kakaknya iparnya dengan erat hingga akhirnya, gadis itu tertidur karena terlalu lelah menangis.

Cklek

Mikha membuka pintu kamarnya, kepalanya masih di penuhi pertanyaan-pertanyaan janggal yang terus menerus berputar.

"Bagaimana bisa Dimas menikah secepat itu? Segitu sakit hati kah dia denganku hingga membalasnya dengan menyakiti Marrie seperti ini? Keterlaluan!" Mikha terus merancau dalam hati.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Max penasaran dengan sikap aneh istrinya. Akhirnya Mikha menjelaskan seluruh perkara yang membuat sikap Marrie berubah akhir-akhir ini, Max nampak menyimak dengan serius tiap ucapan yang dilontarkan istrinya.

"Setauku, Dimas itu tidak pernah berhubungan spesial dengan wanita manapun. Makanya aku merasa janggal dengan pernikahannya yang tiba-tiba," rancau Mikha terus menerus tanpa sadar bahwa sang suami tengah menyelidikinya, memastikan bahwa aduan dari Shine tentang Dimas, benar adanya.

"Kenapa kamu bisa yakin? Bisa saja kan, Dimas memang sudah pacaran jarak jauh dengan wanita itu?" selidik Max kembali.

"Ah aku yakin 100% karena selama 4 tahun itu Dimas selalu mencoba melam....," ucapan Mikha terputus, ia baru tersadar kalau terlalu kesal hingga bersemangat bercerita. Wanita itu melirik wajah suaminya yang tengah memandang tajam padanya. Mikha menyengir dan tertawa renyah kala Max terus menerus menatap tajam padanya, seolah menuntut penjelasan darinya.

"He...he...he..., S-sayang a-aku pijitin mau gak?"

................

Disebuah rumah sakit di kota London, Rika yang baru aja menyelesaikan tugasnya nampak terduduk lemas dan sesekali mengelap peluh di keningnya.

Rika adalah adik ipar dari kakak kedua Marrie, yang merupakan doker muda berwajah manis sekaligus menjadi sahabat Marrie. Banyaknya persamaan sifat antara Rika dan Marrie, membuat mereka cepat akrab dan dekat sejak pertama kali bertemu.

"Capek ya Bu Dokter," Suara yang begitu familiar tiba-tiba terdengar dari ambang pintu, Rika menoleh dan tersenyum melihat seseorang yang datang menemuinya.

"Kak Ryan! Ini sudah hampir tengah malam," ucapnya terkejut, seraya melihat jam yang melingkar sempurna di pergelangan tangan kirinya.

Ryan mendekat dan duduk pada sebuah kursi di depan meja kerja Rika.

"Aku baru selesai pemotretan, tiba-tiba teringat kamu deh. Nih aku bawain makanan, kamu pasti belum makan malam kan?" tutur Ryan memberikan sebuah paper bag pada gadis di hadapannya.

Namun, alih-alih senang. Wajah gadis itu terlihat masam, Rika teringat kejadian tak mengenakkan kala dia menemani Ryan saat pemotretan.

"Hei, Kenapa kau malah cemberut? Kau gak suka makanannya?" tanya Ryan bingung.

"Huh, pasti foto sama model perempuan itu lagi," Tanpa sadar Rika merancau dan terdengar oleh Ryan.

Pletakk

Ryan menyentil kening Rika, hingga membuatnya tersadar dan seketika mengusap-usap keningnya.

"Kau ini mikir apa? Aku tadi hanya pemotretan untuk produk sepatu olahraga. Rika, apa benar dugaanku, kalau... kau cemburu?" tanya Ryan dengan satu alis terangkat. Wajah gadis itu mendadak merona bagai kepiting rebus.

Tanpa menjawab, Rika segera membuka paper bag dihadapannya dan langsung memakan makanan yang diberikan Ryan dengan tergesa-gesa, hingga kedua pipinya menggembung sempurna bagaikan pipi hamster.

................

Selepas tugas, Dimas terpaksa harus pulang ke rumahnya. Rumah yang ia tempati bersama wanita yang telah menjadi istrinya. Sudah beberapa hari pria itu memilih tidur di rumah orang tuanya, namun karena ibunya marah dan terus memaksanya maka dengan terpaksa pria berahang tegas itu kembali ke rumah yang bagaikan neraka untuknya.

"Sayang, akhirnya kamu pulang," sapa Shinta dan segera mencium punggung tangan suaminya.

Tanpa perduli, Dimas segera masuk menuju kamarnya dan bersiap membersihkan tubuhnya. Bayang-bayang gadis blonde itu terus memenuhi kepalanya, rasa menyesal dan bersalah semakin meluap di hatinya. Andai saja sang ibu tidak memaksanya menikahi wanita itu pasti kehidupannya tidak semakin suram seperti ini.

Seusai mandi, Dimas membuka laci nakas samping ranjangnya. Ia kembali menatap buku sketsa milik Marrie yang dia temukan di pelataran Masjid tempatnya melangsungkan akad nikah, kilatan dan kilasan wajah gadis itu terus berputar. Bahkan ia mengingat dengan jelas saat pertemuannya dengan gadis bermanik biru itu di bandara.

"Maaf," ucapnya lirih, menyesali segala sikapnya.

Tok...Tok...Tok...

"Mas, makan dulu yuk," Shinta memanggil dari balik pintu kamar.

Dimas dan Shinta memang tinggal seatap namun tidur di kamar yang berbeda.

Tanpa menjawab, seketika Dimas membuka pintu kamarnya dan melihat Shinta berdiri dengan lingerie merah yang nyaris transparan membalut tubuhnya.

Makan malam berlangsung tanpa sepatah katapun, namun pria berahang tegas itu merasakan sesuatu yang aneh dengan tubuhnya. Sebuah rasa asing yang belum pernah ia rasakan.

Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang, tubuhnya tiba-tiba terasa panas dan ia merasakan lonjakan hasrat yang tiba-tiba saja muncul.

Shinta beranjak dari kursinya, perlahan menyentuh pundak suaminya dan tidak ada penolakan sama sekali dari Dimas. Seutas senyuman tersungging di bibirnya sensualnya, dan dengan cepat Shinta terus-menerus memberikan sentuhan-sentuhan yang semakin membangkitkan hasrat birahi suaminya.

Tanpa malu, wanita bertubuh sexy itu duduk di pangkuan Dimas dan mencium bibirnya dengan rakus.

Tangannya terus menerus bergerilya menyentuh tubuh atletis suaminya hingga membuat Dimas mengeram dan membalas tindakannya.

"Dasar laki-laki bodoh!" cebik Shinta dalam hatinya, dengan semburat senyuman seringai menghiasi wajahnya.

................

"Aku membawakannya makanan, kata Kak Mikha kamu sangat menyukai nasi goreng," ucap seorang gadis berkulit putih itu dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.

Dimas hanya tersenyum sinis dan menatap gadis itu lekat-lekat dan berkata, "Aku tidak mengenalmu, dan kau tak perlu repot-repot melakukan ini semua!".

"Tapi aku ingin sekali mengenalmu," ucap Marrie lirih.

"Lebih baik kau segera pergi, daripada kau semakin terlihat seperti wanita yang tidak mempunyai harga diri, menjijikan!" cebik Dimas meninggalkan gadis itu begitu saja.

"Dimas apa salahku padamu? KAMU JAHAT! KAMU JAHAT! KAMU JAHAT! KAMU JAHAT! KAMU JAHAT!KAMU JAHAT! KAMU JAHAT!"

Dimas membuka matanya dengan napas terengah-engah. Entah mengapa, pekikan suara Marrie di mimpinya begitu berdenging di otaknya.

Setelah kesadaran perlahan pulih, ia merasakan sesuatu yang janggal pada tubuhnya.

Pria itu mendapati lengan Shinta melingkar sempurna di tubuhnya, tepatnya di tubuh polosnya.

"Tu-tunggu, apa yang terjadi?" Dimas bertanya-tanya dalam hatinya, mencoba mengumpulkan pecahan-pecahan puzzle ingatan di kepalanya yang terasa berdenyut.

Dimas tersentak, seingatnya sesuai makan ia merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya dan ia melihat Marrie yang menggoda dan mencumbunya, hingga akhirnya terjadilah hubungan intim antara keduanya.

"Sial!" Dimas merutuki kecerobohannya, biasa-biasa ia melihat Shinta menjadi sosok gadis yang dirindukannya. Pria itu segera bangkit dengan pikiran yang semakin kalut, karena ia sadar akan semakin sulit langkahnya untuk menceraikan Shinta.

Tanpa ia sadari, Shinta yang sudah terbangun mengulas sebuah senyuman seringai seraya mengusap perut rampingnya, "Akhirnya, sayang."

................

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status