Share

Dia yang menghilang

Dimas melangkahkan kakinya menuju kamar tidurnya, pria itu melepaskan baret yang ia kenakan lalu duduk di pinggir ranjangnya.

Pandangan beralih pada totebag yang ia bawa lalu membukanya perlahan. sebuah kotak makan yang berisi nasi goreng spesial dengan sepucuk surat berwarna merah muda.

Dimas memandangi sejenak surat tersebut lalu mulai membacanya.

Hai Dimas,

Aku buatkan nasi goreng spesial untukmu, semoga kamu suka ya.

Maaf kalau tidak enak, karena sejujurnya ini adalah kali kedua aku memasak.

Aku jadi pengen cerita, dulu pertama kali aku masak karena permintaan Kak Mikha waktu sedang hamil si kembar, Aku buat nasi goreng bermodalkan video YouTube, dan bodohnya aku malah memasukan gula bubuk bukannya garam hahaha

Tapi kalau dipikir-pikir, untung aku memasukkan gula. Bayangkan saja kalau aku memasukkan garam yang gak ditakar. Bisa-bisa yang makan langsung kena tekanan darah tinggi.

Dan sialnya, alih-alih memakannya eh Kak Mikha malah memaksa Kak Max yang makan dan harus menghabiskannya, aku masih kebayang betapa lucunya mimik wajah Kak Max saat itu.

Tapi kamu tenang aja ya, nasi goreng kali ini sudah di pastikan semua dengan takaran pas, karena aku sudah mengulangnya sampai 3 kali hihihi Untung saja Bi Konah sabar mengajariku.

Dimas, walaupun kamu lupa denganku, aku tidak masalah. Namaku Marrie Edelweiss Larry, mari kita berteman! šŸ˜Š

Salam kenal,

Marrie

Dimas melipat surat tersebut dan meletakkannya di atas nakas. Terbersit rasa bersalah pada gadis itu. Karena keegoisan dan obsesinya, ia malah menyakiti hati seorang gadis baik yang tidak mempunyai salah apapun.

Pria bertubuh tegap itu, menghela napas kasar dan menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Dimas mengusap kasar wajahnya, memikirkan hati dan isi kepalanya  yang saling bersitegang.

"Aku harus bagaimana ya Tuhan?" keluhnya, bermonolog sendiri.

Semenjak kejadian malam itu, Marrie sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Gadis itu menghilang bak ditelan bumi.

Rasa sunyi menyeruak di hati seorang Letnan muda berwajah tampan itu, bagaikan ada sesuatu yang hilang dari dirinya.

"Dim, kenapa? Bengong sore-sore di bawah pohon beringin, kesambet lu!" tanya Yudhi diiringi candaannya, kala melihat Dimas tengah termenung di bawah sebuah pohon beringin.

Dimas tersenyum simpul dan menoleh ke arah sahabatnya.

"Gue merasa bersalah sama Marrie, gue sadar kalau ucapan gue keterlaluan," ucap Dimas dengan senyuman getir. Yudhi menghela napasnya, ia memang melihat sendiri kelakuan buruk sahabatnya.

Wanita mana yang akan tahan setelah dihina seperti itu oleh pria yang ia sukai?

"Lu datangi rumahnya, minta maaf," tutur Yudhi memberikan saran.

................

Di tempat dan zona waktu berbeda, seorang gadis blonde berparas cantik tengah menatap nanar ke jendela sebuah ruangan.

Kedua matanya nampak memerah dengan kristal-kristal air mata yang tiada henti-hentinya berseluncur dari pelupuk matanya.

Tatapannya tiada henti-hentinya memandangi seorang pria yang tergeletak tidak berdaya dengan berbagai alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuhnya.

Pria yang beberapa waktu lalu meregang nyawa karena kecelakaan yang dialaminya, seorang pria kesayangannya yang tengah tertidur lebih dari 1 bulan lamanya

"Marrie, istirahat yuk," ucap Rika seraya menepuk lembut pundak Marrie.

Namun tangisan gadis itu semakin pecah, seketika ia memeluk Rika dengan begitu erat.

"Rika, kenapa Kak Maxim tak kunjung bangun? Aku takut Rika, aku takut kejadian kemarin terulang lagi huhuhu," ucapnya menumpahkan segala keresahannya pada seorang dokter muda sekaligus sahabatnya.

Gadis itu benar-benar takut, terlebih mengingat kala Max dinyatakan meninggal dunia. Beruntung Tuhan berkehendak lain, Tuhan mengembalikan kehidupan sang Kakak walaupun hingga kini Maxim belum membuka matanya.

Rika menghela napasnya, ia sangat mengerti perasaan Marrie. Maxim adalah sosok pria yang penyayang serta lembut tutur dan prilakunya, hingga membuat Rika menyayanginya seperti menyayangi kakaknya sendiri.

"Sabar Marrie, jangan pernah lelah untuk berdoa," tuturnya bijak.

Marrie mengangguk lalu memandang sosok wanita tegar yang setia menjaga kakaknya.

Wanita yang tengah mengandung ditrimester awal namun tidak pernah sekalipun mengeluh menemani sang suami yang masih setia dalam tidur panjangnya.

Keadaan Max yang tengah koma, memang membuat Marrie melupakan perasaannya. Wanita itu sibuk memikirkan kesembuhan sang kakak dari pada harus galau memikirkan seorang pria yang tidak peduli kepada dirinya.

................

Waktu terus berputar, hari berganti hari, bulan berganti bulan. Hingga tak terasa 2 bulan berlalu, begitu banyak kejadian yang dialami Marrie membuatnya benar-benar melupakan rasa sakit hatinya.

Dimulai dari pernikahan Jhon, kakak pertamanya dengan salah satu sahabat Mikha, hingga Max yang akhirnya sadar walaupun kini dalam kondisi lumpuh, hingga segudang pekerjaan yang harus dia kerjakan.

Semua cukup menyibukkan dan mengalihkan perhatiannya.

Hanya saja sakit hati yang ia alami, cukup membuatnya membatasi diri dari pria yang ingin dekat dengannya. Ia hanya menghabiskan waktunya untuk pekerjaan dan keluarganya.

Malam itu, di sebuah gedung perkantoran di kota London. Marrie terlihat sibuk dengan berkas-berkas di mejanya. Gadis blonde itu selalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya hingga nyaris setiap hari ia lembur bekerja.

Cklek

Pintu ruangan terbuka, tampak Jhon di balik pintu dan berjalan menghampiri adik perempuannya.

"Marrie, mengapa kau mau lembur lagi?" tanya Jhon menyelidik, mengingat sikap dan sifat Marrie yang berubah belakangan ini.

Jhon yang sebenarnya telah mengetahui permasalahan adiknya dari istrinya hanya mampu mengulas senyuman tipis.

"Kejarlah cintamu jika itu bisa mengembalikan sosok adik kecilku yang manja," tutur Jhon yang membuat Marrie terperangah.

Gadis itu menatap sang kakak dengan mimik wajah bertanya-tanya, sedangkan Jhon mengacak-acak puncak kepala adiknya.

"Gak usah banyak tanya. Kau boleh cuti lama, mumpung aku lagi baik," tutur Jhon dengan tawanya yang masih terdengar.

Seutas senyuman tergambar di wajah cantiknya, gadis blonde itu memeluk erat kakak pertamanya.

"Terima kasih, Kak Jhon!" pekiknya dan segera merapikan barang-barang miliknya.

................

Mentari kian beranjak dari peraduannya, gadis berlensa biru itu tengah sibuk mengemas barang-barang miliknya.

Karena hari itu ia berencana untuk pergi ke Indonesia, negara yang sudah seperti rumah kedua untuknya.

"Sipp, semuanya sudah siap. Kali ini aku gak akan nyerah walau kamu jutekin aku hihihi," ucapnya seraya memandangi sosok gambar pria pada sebuah buku sketsa.

Marrie beranjak, dengan menarik sebuah koper di tangannya, gadis blonde itu berpamitan terlebih dahulu dengan keluarganya.

"Sudah mau jalan, sayang?" tanya Nyonya Anna, kala melihat putrinya muncul dihadapannya. Marrie memeluk ayah dan ibunya bergantian lalu beralih pada kakak pertamanya dan kakak iparnya.

"Hati-hati ya," tutur Indah lembut. Indah merupakan istri dari Jhon, kakak pertama Marrie. Wanita yang beasal dari kota Banjarmasin di Indonesia dan merupakan putri satu-satunya penguasa batu bara disana.

Gadis itu melangkahkan kakinya dengan segudang harapan, harapan yang entah akan terwujud atau tidak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status