Sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah milik Indah, tepatnya rumah yang pernah Mikha dan keluarganya tempati di Tabalong.
Keluarlah sosok pria bertubuh tegap dan seketika di sambut oleh seorang scurity bernama Fajar."Pagi mas Dimas, wah apa kabar nih? Sudah lama gak keliatan," tanya Fajar dengan ramah, dan di balas senyuman oleh Dimas."Alhamdulillah baik, iya belakangan ini saya sibuk. Oh ya, Nona Indah ada?" tanyanya kembali, yang belum mengetahui jika Indah telah menikah dan mengikuti sang suami untuk kembali tinggal di Inggris.
Fajar mengulas seutas senyuman dan mulai membuka mulutnya, "Wah ketinggalan berita, Nona Indah sudah menikah mas dan sekarang tinggal di London dengan suaminya. Jadi rumah ini kosong, cuma kami para pekerja yang menempatinya," tuturnya.
"Boleh saya minta nomor ponsel Indah atau Mikha?" pintanya kembali karena sepertinya dua wanita itu telah mengganti nomer ponselnya. Namun Fajar nampak bergeming dan menggaruk-garuk kepalanya.
"Ng-Nganu mas, aduh gimana ya. Nganu, kata suaminya Nona Indah, kami gak boleh kasih tau privasinya kemana-mana," tuturnya kembali dengan gugup karena merasa tidak enak hati, Jhon dan Maxim yang terlampau posesif memang sengaja bertitah seperti itu.
"Tapi saya ada nomer ponsel suaminya Nona Indah, mungkin mas Dimas mau?" tanyanya kembali dan mengeluarkan benda pipih ajaib itu dari saku celananya."Boleh, saya sangat membutuhkannya," Dimas nampak kembali tersenyum, setidaknya ia sama sekali tidak kehilangan jejak gadis yang ia cari.
Dimas kembali menuju asramanya, pria itu nampak menghela napasnya kasar dan menatap jejeran nominal yang tertulis pada buku tabungannya.
"Uangku hanya cukup untuk membeli tiket perginya saja, sedangkan sekarang ibu sedang sakit dan pasti membutuhkan biaya lebih," gumamnya lirih, mengingat harga pesawat kelas ekonomi saja mencapai 10 juta lebih dalam'' sekali penerbangan, untuk sampai ke negeri Ratu Elizabeth tersebut.Kini pandangannya beralih pada sepucuk surat yang berada di atas koper yang tersimpan rapih di samping ranjangnya. Dimas nampak begitu frustasi, berkali-kali ia mengusap kasar wajah tampannya.
Hari itu adalah hari terakhir ia bertugas di Tabalong karena besok ia akan di mutasi ke Markas besar yang berada di Jakarta.
Walaupun seluruh keluarganya berada di Jakarta namun entah mengapa, ia sangat berat meningalkan tanah Borneo yang telah mengukir banyak kenangan untuknya.Cklek
Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, Yudhi melangkahkan kakinya masuk dengan pandangan menatap sahabatnya yang tengah merenung.
"Kenapa? Masih galau lagi?" tanyanya seraya duduk di tepian ranjang tepat di samping Dimas."Bro, Lu boleh kecewa tapi dalam kasus ini memang perasaan lu yang salah. Gak seharusnya lu cinta sama istri orang dan sekarang malah dendam ke adik iparnya, itu sangat kekanak-kanakan," tutur Yudhi dan mengambil sebuah lollipop berbentuk kaki dari dalam sakunya.
Dimas masih bergeming, dia memang sudah menyesali sikapnya kepada Marrie namun apa boleh buat, kini jarak memisahkan mereka.
"Iya gue sadar, sekarang gue bingung harus bagaimana. Gue sama sekali gak punya kontaknya, mau menyusul tapi tabungan gue gak cukup," lirihnya menatap buku tabungan yang berada di tangannya.
Yudhi tersenyum dan menepuk pundak sahabatnya, "Cinta itu butuh perjuangan, kalau lu menyesal dan ingin memperbaiki semuanya. Maka, berjuanglah! Gue yakin lu bisa," tuturnya menyemangati Dimas.
................
Tiga hari berlalu. Setelah mendarat di negara tujuan, tanpa ingin membuang waktu Marrie segera menuju sebuah asrama militer yang menjadi tempat tinggal Dimas selama ini di Kalimantan. Baru saja ia menuju pos penjaga, gadis blonde itu berpapasan dengan Yudhi yang berkebutulan mengenali dirinya.
"Maaf, Nona," sapa Yudhi, dengan senyuman ramah.
Marrie menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke sosok pria yang tengah berdiri di belakangnya dengan sebuah koper besar di sisi kanannya."Anda mencari Dimas?" tanyanya kembali dengan permen lollipop berbentuk kaki yang setia berada di mulutnya.
Gadis blonde itu mengeryitkan keningnya lalu berjalan menghampiri Yudhi.Yudhi mengulurkan tangan kanannya dan mengulas sebuah senyuman, "Saya Yudhi, sahabat Dimas.""Saya Marrie," jawab Marrie tersenyum seraya membalas jabatan tangan Yudhi.
"Saya dan Dimas di pindahkan tugaskan di Jakarta. Dimas sudah terlebih dahulu kesana berhubung ibunya juga lagi sakit dan saya baru ingin berangkat," ucapnya tanpa berbasa basi, karena ia paham bahwa gadis blonde di hadapannya itu pasti tengah ingin menemui sahabatnya.
"Apa kamu bisa mengantarkan saya menemui Dimas?" tanya Marrie antusias. Yudhi tersenyum dan menganggukkan kepalanya, hingga akhirnya mereka berangkat bersama menuju Ibukota menggunakan pesawat komersial. Marrie memang sengaja tidak menggunakan pesawat pribadinya ke Ibukota, karena ia tidak ingin identitasnya ketahuan yang selalu membuat sebagian orang-orang memanfaatkannya dan sebagian lagi merasa tidak percaya diri dan berakhir menjauhinya.
Sepanjang perjalanan gadis blonde itu tiada henti-hentinya berceloteh, menceritakan awal muasal pertemuannya dengan Dimas hingga penantian tidak jelasnya hingga bertahun-tahun. Yudhi pun tampak nyaman berbincang dengannya karena Marrie memanglah gadis yang supel dan sangat menyenangkan.
"Kalau yang menolongmu itu aku, apa kau akan jatuh cinta padaku?" canda Yudhi yang tiada henti-hentinya tertawa.
Marrie nampak pura-pura berpikir dan mengetuk-ngetuk keningnya, "Hmmmm maybe.""Really, wah sayang sekali waktu itu aku gak ikut Dimas ke toilet," ucap Yudhi menimpali, gadis berlensa biru itu mengetuk-ngetuk keningnya kembali den melanjutkan perkataannya, "Maybe, hmmmm maybe, No!"
Canda dan tawa terus terlontar dari keduanya hingga akhirnya mereka sampai di ibukota. Yudhi berulang kali mencoba menghubungi Dimas, namun nampaknya dari kemarin ponsel pria itu tidak dapat dihubungi. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk datang langsung ke rumah Dimas di Jakarta.Keadaan rumah Dimas terlihat sangat sepi, hanya ada beberapa orang yang terlihat tengah bersih-bersih.
"Assalamualaikum," ucap Yudhi memberi salam.Tampak seorang pria paruh baya menjawab dan menghampiri Yudhi dan Marrie."Waalaikumsalam, eh tong di kira siape," ucap Encang Sabeni, yang tidak lain adalah kakak dari ibunya Dimas.
*Entong/tong, sebutan untuk anak laki-laki*Encang, sebutan untuk Paman dalam bahasa BetawiKeluarga Dimas adalah keluarga campuran, ibunya berasal dari Jakarta sedangkan ayahnya berasal dari Surabaya dengan sedikit garis keturunan Tionghoa.
"Dimas mana, cang? Ada yang mau ketemu sama dia nih," tanya Yudhi sambil melirik kepada Marrie yang berada di sampingnya.
Encang Sabeni tampak menggaruk-garuk tengkuk lehernya, terlebih ketika ia melihat Marrie. Ia sepertinya paham bila gadis blonde itu mempunyai sesuatu yang spesial dengan keponakannya."Emmm gimane ya, ntong. Sini dah!" titah Encang Sabeni, agar Yudhi mendekat padanya.
Entah apa yang ia bisikan pada Yudhi, seketika mata pria muda itu membulat sempurna hingga membuat Marrie semakin penasaran.Yudhi menarik tangan gadis blonde itu dan menaiki sebuah taksi hingga sampai di depan sebuah masjid, terlihat suasana di masjid yang begitu ramai seperti sedang ada sebuah acara.
"Marrie kamu yakin ingin bertemu Dimas, apapun yang tengah terjadi?" tanyanya meyakinkan, terbersit rasa kasihan pada gadis yang sudah jauh-jauh pergi dari negara asalnya hanya untuk menemui sahabatnya.Marrie nampak menganggukkan kepalanya, dan masih bingung dengan sifat dan sikap Yudhi yang tiba-tiba berubah.
Dengan sebuah buku sketsa ditangannya, Marrie mengikuti langkah Yudhi untuk memasuki pekarangan Masjid yang cukup besar tersebut.Hingga tatapannya terkunci, pada sosok pria yang ia cari. Pria yang telah bertahun-tahun bertahta khusus di hatinya.
Air muka Marrie tiba-tiba berubah menjadi pias, tubuhnya begitu gemetar menahan segala emosi yang berkecamuk di dalam hatinya."Dimas," lirihnya menahan air mata yang kian mengenang di pelupuk matanya.Apakah yang terjadi kepada Dimas? Akankah mereka bersatu?
"...dengan emas kawin tersebut di bayar tunai!"Sah! Alhamdulillah!Suara hamdalah terdengar serentak memenuhi sebuah Masjid di ibukota Jakarta. Kini, sepasang anak manusia baru saja resmi menjadi sepasang suami istri.Sang mempelai pengantin pria terlihat menyematkan sebuah cincin pernikahan pada jari manis mempelai wanita dan di balas ciuman di punggung tangan oleh istrinya.Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, pria itu telah berhasil menyakiti relung hati Marrie yang paling dalam. Seketika tubuh gadis itu terasa lemas, otaknya benar-benar tidak bisa untuk berpikir. Lolos sudah air mata dari kedua mata berlensa birunya, cinta yang sudah ia cari dan tunggu bertahun-tahun kini hancur hanya dalam waktu 5 menit saja."Marrie," Yudhi memperhatikan gadis di sampingnya, hatinya benar-benar ikut merasakan sakit kala melihat wajah Marrie yang benar-benar telah berubah pias.Tanpa berkata apa-apa, Marrie berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalka
Tok...Tok...Tok..."Marrie, kamu sudah tidur belum?" Mikha mengetuk pintu kamar adik iparnya, memastikan gadis itu sudah tertidur atau masih terjaga. Marrie yang masih berdiri di balkon kamar segera berjalan menuju pintu kamarnya.CklekPintu terbuka, Mikha nampak membawa segelas susu hangat di atas nampan."Kirain kakak, kamu udah tidur. Nih kakak bawain susu buat kamu," tuturnya lembut dan menyerahkan susu tersebut kepada Marrie."Terima kasih, Kak. Maaf, kedatanganku malah jadi ngerepotin kakak padahal kakak lagi hamil dan udah capek ngurusin Kak Max dan kembar," ucapnya lirih, merasa tidak enak hati dengan kakak iparnya.Mikha hanya mengulas senyuman dengan adik iparnya, wanita berhati lembut itu sudah menyayangi Marrie seperti Rika, adik kandungnya sendiri."Kamu itu ngomong apa? Kayak baru kenal Kakak sehari dua hari aja. Marrie, kamu itu adiknya kakak, sama seperti Rika. Jadi, kakak harap jika ada sesuatu yang mengganggu hati
Air langit mulai turun membasahi bumi, menyebarkan aroma tanah basah yang begitu menenangkan indera penciuman.Yudhi terlihat asik bersenandung seraya melenggak lenggokan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tak lupa permen kaki yang setia menemaninya di manapun dan kapanpun."Am I supposed to leave you now, when you're looking like that? I can't believe what I just gave away now I can't take it back," Yudhi bersenandung ria dengan earphone yang terpasang di telinganya."Yudhi, Dhi! Yudhi! Yudhistira Galih Wardhana!" teriak Joko dengan suara medoknya tepat di samping telinga Yudhi.Yudhi terperanjat kaget dan mengusap-ngusap telinganya yang berdenging, "Bujug buset, kuping gue bisa budeg Jokoooooooooo!" protes Yudhi kepada rekan seprofesinya. Joko hanya menyengir mendengar celotehan Yudhi, "Habisnya Kowe, tak panggil ora krungu."*Habisnya kamu, saya panggil tidak dengar."Kan lu bisa nepuk pundak gue, Joko saswito priyadi sadewo arya dininggrat wija
Flashback ONDimas tampak menatap wajah ibunya yang tengah terbaring lemah, wajah wanita paruh baya itu terlihat pucat karena penyakit kista yang tertanam di tubuhnya."Dimas, ibu ingin melihatmu menikah," ucapnya lemah namun membuat Dimas benar-benar terkejut dengan permintaan ibunya."Bu, sabar ya. Dimas pasti akan menikah, Dimas akan secepatnya memperkenalkan calon istri Dimas pada ibu," jawabnya lirih dan lembut seraya menggenggam tangan ibunya, namun reaksi sang ibu sungguh tak di duga. Wanita itu menarik genggaman tangan sang putra dan memalingkan pandangannya."Ah tidak, ibu hanya ingin kau menikahi gadis pilihan ibu. Secepatnya," pintanya memaksa."Tapi bu," Dimas mencoba berkilah namun ucapannya segera disanggah oleh sang ibu."Tapi apa? Kalau tidak menurut, Ibu tidak ingin di operasi, lebih baik ibu mati saja!" ancam wanita tua itu dengan memaksa.Flashback Off................"Hari-hariku seperti di neraka, k
"Get your hands off her!" Pekik seorang pria yang langsung mendekat kearah Marrie.Marrie tampak mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, guna memastikan kalau penglihatannya tak salah. "Damn! Who are you?" Raymond berdecak kesal dengan pria yang kini berada tepat di hadapannya. Tatapan pria itu begitu tajam dan menusuk, membuatnya begidik ngeri kala beradu pandang dengannya. "She's my GIRLFRIEND!" ucap pria misterius itu dengan menekankan kalimat Grilfriend, membuat Marrie terkejut dan terperangah. "Hahaha I dont care, aku hanya ingin bersenang-senang dengannya. Betul kan sayang?" Raymond berkata dengan nada mengejek dan menyentuh wajah Marrie yang terlihat ketakutan. "Damn it!" BRUKKK!!! Yudhi yang geram seketika memukul Raymond dengan brutal.Perkelahian tak dapat terelakkan, namun karena kemampuan bela diri Yudhi yang sangat terlatih membuatnya dengan mudah melumpuhkan Ray hingga babak belur. "Pergi!" Yudhi berteri
"Ayo masuk!" titah Marrie, menyadarkan Yudhi dari lamunan tak berujung. Beberapa pelayan nampak menyambut kepulangan Marrie hingga sampai di pintu masuk, Jhon telah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada."Bagus, jam segini baru pulang!" Kini mereka telah berada di ruangan tamu, posisi Yudhi dan Marrie sudah bagaikan terdakwa yang bersiap untuk diadili. Gadis itu terus saja mengumpat dalam hati karena keposesifan kakaknya. "Wah Wah ada apa ini, Jhon?" Lagi dan lagi, Yudhi di buat terkejut oleh sosok Maxim yang tiba-tiba datang. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa sang idola adalah kakak kedua dari Marrie dan merupakan mantan rival sahabatnya, Dimas. Marrie menjelaskan secara detail dan rinci tentang kejadian yang baru saja terjadi padanya. Sementara Jhon dan Maxim mendengarkan dengan seksama, mencari kebohongan di mata sang adik yang tak kunjung mereka temukan. Lalu mereka beralih pada Yudhi, mengintrogasi secara detail hingga
Di tempat berbeda, seorang wanita cantik tengah menunggu seseorang di sebuah cafe.Tak berselang lama datanglah seorang laki-laki berwajah tampan, tersenyum penuh arti kepadanya. "Sayang, aku rindu padamu!" ucap pria itu dengan melingkarkan tangannya di pinggang sang wanita.Sang wanita membalasnya dengan memberikan sebuah kecupan pada bibir pria tersebut. "Aku juga sangat rindu padamu, sabar ya setelah kita mendapatkan itu semua maka aku akan meninggalkannya," ucap wanita bertubuh bak gitar spanyol tersebut. "Aku lelah menghadapi kemunafikannya setiap hari! Lagi pula aku merindukan kepunyaaku," bisiknya kembali seraya menggigit kecil daun telinga pria itu. Pria yang bernama Anthony itu tersenyum seringai dan segera menggendong tubuh wanita yang telah berstatus istri orang tanpa rasa malu."Katakan pada suamimu kalau kau menginap di rumah orang tuamu. Hari ini kita akan menghabiskan waktu bersama, Shintaku tersayang." ................
Yudhi memejamkan matanya, entah apa yang ada di dalam pikiran pria tampan itu. Dadanya begitu bergemuruh ria menantikan moment-moment yang dia inginkan, hembusan napas gadis itu begitu terasa hangat dan terasa semakin mendekat, membuat perasaannya semakin tidak terkendali. "Bulu matamu jatuh," ucap Marrie seraya mengambil sesuatu dari pipi Yudhi. Yudhi segera membuka matanya, rasanya ia ingin memendam wajahnya di dalam pasir karena sudah berpikir hal yang tidak-tidak.Tersirat semburat merah jambu pada kedua pipinya. "E-Emm Ki-kita ma-kan yuk!" tuturnya gugup dan segera menarik lengan Marrie. Mereka memilih sebuah restoran seafood bertemakan outdoor di tepi pantai, beratapkan suasana langit bertabur bintang dengan lampion-lampion yang menghiasi sudut-sudutnya. Sepasang anak manusia itu begitu menikmati hidangan yang tersedia, hingga kini berbincang-bincang setelah mereka menuntaskan makan malam."Marrie, boleh aku bertanya sesuatu?" tany