"...dengan emas kawin tersebut di bayar tunai!"
Sah! Alhamdulillah!
Suara hamdalah terdengar serentak memenuhi sebuah Masjid di ibukota Jakarta. Kini, sepasang anak manusia baru saja resmi menjadi sepasang suami istri.
Sang mempelai pengantin pria terlihat menyematkan sebuah cincin pernikahan pada jari manis mempelai wanita dan di balas ciuman di punggung tangan oleh istrinya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, pria itu telah berhasil menyakiti relung hati Marrie yang paling dalam. Seketika tubuh gadis itu terasa lemas, otaknya benar-benar tidak bisa untuk berpikir. Lolos sudah air mata dari kedua mata berlensa birunya, cinta yang sudah ia cari dan tunggu bertahun-tahun kini hancur hanya dalam waktu 5 menit saja.
"Marrie," Yudhi memperhatikan gadis di sampingnya, hatinya benar-benar ikut merasakan sakit kala melihat wajah Marrie yang benar-benar telah berubah pias.
Tanpa berkata apa-apa, Marrie berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu."Marrie, kamu mau kemana dengan kondisimu seperti?" tanya Yudhi lembut, ia benar-benar khawatir dengan kondisi Marrie, dia takut jika gadis itu akan melakukan hal bodoh.
"Aku ingin pulang ke negara asalku. Kau tidak perlu khawatir, aku bukanlah seseorang yang berpikiran sempit," Marrie berucap dengan lantang dan langsung menaiki taksi yang baru saja ia berhentikan.
Yudhi menatap nanar kepergian gadis itu, kemudian menaiki taksi lain dan mengikuti gadis itu, guna memastikan Marrie baik-baik saja dan benar-benar sampai di bandara.Setelah prosesi akad nikah selesai, kini pengantin dan rombongannya mulai meninggalkan area masjid.
Sang pengantin pria tampak berjalan ke arah mobil, namun langkahnya terhenti kala melihat sebuah buku sketsa yang begitu saja tergeletak di jalan, tepat di samping mobilnya.Pria itu perlahan mengambilnya, hingga tak sengaja melihat sebuah sketsa wajah seorang pria yang sangat mirip dengan wajahnya, dengan sebuah catatan kecil di bawahnya.
My first Love "Dimas"
Aku selalu berharap Tuhan akan mempertemukan kita kembali, walaupun aku harus menunggu bertahun-tahun lamanya.Deg!
Jantungnya berdetak kencang, pandangannya menelisik keseluruh penjuru namun sayang, ia tidak menemukan siapapun.
Sedangkan di sisi lain, gadis berlensa biru itu nampak menangis di dalam sebuah taksi. Pupus sudah cinta yang sudah bertahun-tahun ia cari, karena kini telah dimiliki oleh orang lain.
Hatinya begitu sakit bagai tertusuk beribu duri tak kasat mata, perjalanan panjang yang harus melewati antar benua kini semuanya sia-sia.................
Dua bulan berlalu, di apartemen mewah milik kakak kedua Marrie di London nampak begitu ramai dan ricuh. Apalagi penyebabnya kalau bukan ulah keponakan kembar Marrie yang selalu bertengkar setiap waktu.
"Gak mau! Ini punya aku, kamu ngalah dong!" pekik Sunny yang tengah berebut sepotong paha ayam goreng dengan Shine, adik kembarnya.
Tidak mau mengalah lagi-lagi Shine merebut kembali paha ayam yang kini berada di tangan kakaknya, "Kau sudah makan 1, yang ini jatah aku!""Kamu kan bisa milih yang lain, kamu harus mengalah dengan yang lebih tua!" Lagi-lagi' Sunny mengeluarkan jurus andalannya, mengatasnamakan statusnya sebagai anak pertama untuk membuat adiknya mengalah padanya.
"Cih, kau hanya beda semenit denganku namun selalu merasa tua! Tidak, aku tidak akan mengalah lagi padamu, dasar cengeng!" cebik Shine yang kini tidak mau mengalah, ia langsung mengigit paha ayam goreng tersebut hingga membuat kakaknya menangis.
"Huaaa... Papa, Shine nakal!" Sunny menangis histeris dan kini nampak memukul-mukul adiknya.
Hemm...Hemmm...
Mikha berdehem seraya mengatuk-ngatukan jemarinya di atas meja makan. Kedua anak itu seketika terdiam, terlebih kala melihat kedua bola mata sang ibu yang sudah seperti mau meloncat keluar.
"Kalian ini, kenapa tidak bisa sehari saja tidak bertengkar! Papa baru keluar dari rumah sakit, tapi bisa-bisa Mama yang gantian masuk rumah sakit gara-gara darah tinggi lihat tingkah kalian berdua," omel Mikha dengan intonasi suara begitu menekan hingga membuat kedua anaknya tertunduk.
"Maaf ma," ucap Shine dan Sunny serentak.
"Sabar sayang, sabar. Inget lagi hamil jangan marah-marah," tutur Max mengelus-elus punggung istrinya, ia paham istrinya begitu lelah mengurus dirinya dan kedua anaknya.
Ting Tong
Tiba-tiba bel berbunyi, Mikha segera beranjak untuk membukakan pintu.
"Marrie," sapanya kala melihat adik iparnya dengan wajah super kusut seperti cucian belum di setrika.Semenjak kepulangannya dari Indonesia dua bulan yang lalu, sikap gadis itu benar-benar berubah. Ia terlihat lebih banyak diam dan menghabiskan waktunya dengan setumpuk pekerjaan.
"Kak, aku boleh menginap disini? Aku bosan di rumah," ucapnya lesu, Mikha tersenyum dan menggandeng lengan adik iparnya untuk masuk dan mengajaknya menuju ruang makan.
"Makan dulu, kebetulan tadi kakak masak banyak, eh tau-tau Rika harus balik ke rumah sakit. Katanya ada panggilan emergency, besok kakak akan buatkan cake kesukaan kamu" tutur Mikha kembali setidaknya membuat senyaman gadis blonde di sampingnya sedikit merekah.
................
Di waktu dan tempat berbeda seorang pria tampan berseragam tentara tengah menikmati waktu istirahatnya. Pria tampan beralis tebal itu sibuk mencari sebuah nama disetiap aplikasi sosial media namun tidak kunjung ia temukan."Yud," sapa Dimas seraya mendaratkan bokongnya di kursi samping Yudhi. Yudhi yang tampak asik dengan ponsel dan permen lollipop di mulutnya hanya melirik sejenak lalu mengalihkan pandangannya kembali pada ponselnya.
Entah mengapa, semenjak kejadian hari itu Yudhi seperti menghindar dari sahabatnya. Perasaan kesal, kecewa dan amarah selalu ia rasakan kala melihat wajah Dimas. Hingga pada akhirnya ia tidak peduli dengan penjelasan alasan Dimas yang tiba-tiba menikah.
"Yud, lu kenapa sama gue?" tanya Dimas yang sampai detik itu tidak tahu bahwa Yudhi menemani Marrie untuk mencari dirinya. Yudhi mengeluarkan sebuah earphone dari saku celananya, dan memasangnya di kedua telinganya. Sedangkan Dimas hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Yudhi.
"Sayang," suara wanita tiba-tiba terdengar begitu nyaring. Shinta tiba-tiba datang dan memeluk Dimas dengan manja tanpa rasa malu sedikitpun.
Dimas tersentak dan menoleh kepada wanita tersebut.
"Untuk apa kau kesini?" ucap Dimas yang mencoba menahan intonasi suaranya, sedangkan Yudhi yang jengah nampak memutar bola matanya lalu pergi begitu saja.Selepas kepergian Yudhi, Dimas mendorong tubuh istrinya hingga menjauh dari hadapannya. Semenjak mereka menikah, Dimas memang enggan untuk berdekatan dan bersentuhan dengan Shinta. Walaupun Shinta memiliki wajah yang sangat cantik dan bentuk tubuh yang begitu menggoda.
"Kamu kenapa sih? Salah aku apa sama kamu?" Shinta berteriak tanpa rasa malu sedikitpun. Alih-alih menenangkannya, pria itu malah pergi meninggalkan istrinya yang masih terus merancau.
"Sh*t! Ini sudah gak bisa dibiarkan lebih lama lagi, aku akan melakukan cara terakhir," gumam Shinta disertai senyuman seringainya, entah apa yang ia rencanakan. Nampaknya ia ingin Dimas masuk dalam perangkapnya.
Tok...Tok...Tok..."Marrie, kamu sudah tidur belum?" Mikha mengetuk pintu kamar adik iparnya, memastikan gadis itu sudah tertidur atau masih terjaga. Marrie yang masih berdiri di balkon kamar segera berjalan menuju pintu kamarnya.CklekPintu terbuka, Mikha nampak membawa segelas susu hangat di atas nampan."Kirain kakak, kamu udah tidur. Nih kakak bawain susu buat kamu," tuturnya lembut dan menyerahkan susu tersebut kepada Marrie."Terima kasih, Kak. Maaf, kedatanganku malah jadi ngerepotin kakak padahal kakak lagi hamil dan udah capek ngurusin Kak Max dan kembar," ucapnya lirih, merasa tidak enak hati dengan kakak iparnya.Mikha hanya mengulas senyuman dengan adik iparnya, wanita berhati lembut itu sudah menyayangi Marrie seperti Rika, adik kandungnya sendiri."Kamu itu ngomong apa? Kayak baru kenal Kakak sehari dua hari aja. Marrie, kamu itu adiknya kakak, sama seperti Rika. Jadi, kakak harap jika ada sesuatu yang mengganggu hati
Air langit mulai turun membasahi bumi, menyebarkan aroma tanah basah yang begitu menenangkan indera penciuman.Yudhi terlihat asik bersenandung seraya melenggak lenggokan kepalanya ke kiri dan ke kanan, tak lupa permen kaki yang setia menemaninya di manapun dan kapanpun."Am I supposed to leave you now, when you're looking like that? I can't believe what I just gave away now I can't take it back," Yudhi bersenandung ria dengan earphone yang terpasang di telinganya."Yudhi, Dhi! Yudhi! Yudhistira Galih Wardhana!" teriak Joko dengan suara medoknya tepat di samping telinga Yudhi.Yudhi terperanjat kaget dan mengusap-ngusap telinganya yang berdenging, "Bujug buset, kuping gue bisa budeg Jokoooooooooo!" protes Yudhi kepada rekan seprofesinya. Joko hanya menyengir mendengar celotehan Yudhi, "Habisnya Kowe, tak panggil ora krungu."*Habisnya kamu, saya panggil tidak dengar."Kan lu bisa nepuk pundak gue, Joko saswito priyadi sadewo arya dininggrat wija
Flashback ONDimas tampak menatap wajah ibunya yang tengah terbaring lemah, wajah wanita paruh baya itu terlihat pucat karena penyakit kista yang tertanam di tubuhnya."Dimas, ibu ingin melihatmu menikah," ucapnya lemah namun membuat Dimas benar-benar terkejut dengan permintaan ibunya."Bu, sabar ya. Dimas pasti akan menikah, Dimas akan secepatnya memperkenalkan calon istri Dimas pada ibu," jawabnya lirih dan lembut seraya menggenggam tangan ibunya, namun reaksi sang ibu sungguh tak di duga. Wanita itu menarik genggaman tangan sang putra dan memalingkan pandangannya."Ah tidak, ibu hanya ingin kau menikahi gadis pilihan ibu. Secepatnya," pintanya memaksa."Tapi bu," Dimas mencoba berkilah namun ucapannya segera disanggah oleh sang ibu."Tapi apa? Kalau tidak menurut, Ibu tidak ingin di operasi, lebih baik ibu mati saja!" ancam wanita tua itu dengan memaksa.Flashback Off................"Hari-hariku seperti di neraka, k
"Get your hands off her!" Pekik seorang pria yang langsung mendekat kearah Marrie.Marrie tampak mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, guna memastikan kalau penglihatannya tak salah. "Damn! Who are you?" Raymond berdecak kesal dengan pria yang kini berada tepat di hadapannya. Tatapan pria itu begitu tajam dan menusuk, membuatnya begidik ngeri kala beradu pandang dengannya. "She's my GIRLFRIEND!" ucap pria misterius itu dengan menekankan kalimat Grilfriend, membuat Marrie terkejut dan terperangah. "Hahaha I dont care, aku hanya ingin bersenang-senang dengannya. Betul kan sayang?" Raymond berkata dengan nada mengejek dan menyentuh wajah Marrie yang terlihat ketakutan. "Damn it!" BRUKKK!!! Yudhi yang geram seketika memukul Raymond dengan brutal.Perkelahian tak dapat terelakkan, namun karena kemampuan bela diri Yudhi yang sangat terlatih membuatnya dengan mudah melumpuhkan Ray hingga babak belur. "Pergi!" Yudhi berteri
"Ayo masuk!" titah Marrie, menyadarkan Yudhi dari lamunan tak berujung. Beberapa pelayan nampak menyambut kepulangan Marrie hingga sampai di pintu masuk, Jhon telah berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada."Bagus, jam segini baru pulang!" Kini mereka telah berada di ruangan tamu, posisi Yudhi dan Marrie sudah bagaikan terdakwa yang bersiap untuk diadili. Gadis itu terus saja mengumpat dalam hati karena keposesifan kakaknya. "Wah Wah ada apa ini, Jhon?" Lagi dan lagi, Yudhi di buat terkejut oleh sosok Maxim yang tiba-tiba datang. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa sang idola adalah kakak kedua dari Marrie dan merupakan mantan rival sahabatnya, Dimas. Marrie menjelaskan secara detail dan rinci tentang kejadian yang baru saja terjadi padanya. Sementara Jhon dan Maxim mendengarkan dengan seksama, mencari kebohongan di mata sang adik yang tak kunjung mereka temukan. Lalu mereka beralih pada Yudhi, mengintrogasi secara detail hingga
Di tempat berbeda, seorang wanita cantik tengah menunggu seseorang di sebuah cafe.Tak berselang lama datanglah seorang laki-laki berwajah tampan, tersenyum penuh arti kepadanya. "Sayang, aku rindu padamu!" ucap pria itu dengan melingkarkan tangannya di pinggang sang wanita.Sang wanita membalasnya dengan memberikan sebuah kecupan pada bibir pria tersebut. "Aku juga sangat rindu padamu, sabar ya setelah kita mendapatkan itu semua maka aku akan meninggalkannya," ucap wanita bertubuh bak gitar spanyol tersebut. "Aku lelah menghadapi kemunafikannya setiap hari! Lagi pula aku merindukan kepunyaaku," bisiknya kembali seraya menggigit kecil daun telinga pria itu. Pria yang bernama Anthony itu tersenyum seringai dan segera menggendong tubuh wanita yang telah berstatus istri orang tanpa rasa malu."Katakan pada suamimu kalau kau menginap di rumah orang tuamu. Hari ini kita akan menghabiskan waktu bersama, Shintaku tersayang." ................
Yudhi memejamkan matanya, entah apa yang ada di dalam pikiran pria tampan itu. Dadanya begitu bergemuruh ria menantikan moment-moment yang dia inginkan, hembusan napas gadis itu begitu terasa hangat dan terasa semakin mendekat, membuat perasaannya semakin tidak terkendali. "Bulu matamu jatuh," ucap Marrie seraya mengambil sesuatu dari pipi Yudhi. Yudhi segera membuka matanya, rasanya ia ingin memendam wajahnya di dalam pasir karena sudah berpikir hal yang tidak-tidak.Tersirat semburat merah jambu pada kedua pipinya. "E-Emm Ki-kita ma-kan yuk!" tuturnya gugup dan segera menarik lengan Marrie. Mereka memilih sebuah restoran seafood bertemakan outdoor di tepi pantai, beratapkan suasana langit bertabur bintang dengan lampion-lampion yang menghiasi sudut-sudutnya. Sepasang anak manusia itu begitu menikmati hidangan yang tersedia, hingga kini berbincang-bincang setelah mereka menuntaskan makan malam."Marrie, boleh aku bertanya sesuatu?" tany
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Bu Etty tiada henti-hentinya menggerutu seolah perasaan kesalnya kepada Dimas belum berkurang sedikitpun.Fafa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah sang ibu, dia juga tidak mengerti mengapa ibunya sangat mudah marah dengan Dimas padahal Dimas adalah sosok anak yang baik dan selalu menuruti keinginannya."Bu, ibu kenapa sih sama Kak Dimas? Kak Dimas itu selalu menuruti kemauan ibu tapi kalau Kak Dimas melakukan sedikit saja kesalahan, pasti ibu meluap-luap kaya gini," tanya Fafa dengan suara lembut sbil tetap fokus mengemudi mobil miliknya."Ibu, kok diam aja. Gak baik loh Bu bersikap seperti tadi," tuturnya kembali saat Bu Etty hanya diam dan tidak menanggapi perkataannyaLagi-lagi Fafa menggelengkan kepalanya, sudut matanya sedikit melirik pada ibunya yang masih saya merancau tanpa suara."Memang seharusnya dia mengikuti semua kemauanku, anggap saja sebagai imbalan kalau aku sudah berbaik hati merawatnya.