"Jawab Yudhi! Kamu jijik padaku?" Jeritnya semakin histeris, pengaruh obat itu benar-benar membuatnya gila untuk mendapatkan sentuhan dari seorang pria. Yudhi kembali memeluk Marrie, menenangkannya agar tidak terus menjerit. Dikecupnya pucuk kepala gadis itu dengan begitu lembut dan penuh kasih sayang. "Lakukanlah Yudh, aku mohon hapuslah," lirihnya kembali di sela-sela isakan tangisnya. Yudhi menelan salivanya kasar, untuk pertama kali dia harus melakukan hal-hal tidak bermoral ini. Yudhi memejamkan matanya, perlahan mendekatkan bibirnya pada bibir gadis kesayangannya. Menyesapnya, merasakan manisnya bibir itu. Marrie duduk dipangkuan Yudhi, mengalungkan tangannya pada leher Yudhi, meremas rambut pria itu dengan brutal dan menggesekkan kewanitaannya pada celana Yudhi yang mulai terasa menonjol. "Akh, Yudh," desahnya kala bibir Yudhi mulai mencumbunya. Rasa kasar dari lidah pria itu benar-benar memberikan sensasi menggelitik dan merasakan kenikmatan nirwana dunia. Sial, Yudhi benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya. Tubuh gadis itu telah membangkitkan birahinya. "A-aku telah melecehkannya, aku harus bertanggung jawab!" gumamnya dalam hati. Satu malam yang merubah segalanya, Marrie terpaksa bertunangan dengan Yudhistira yang merupakan sahabat dari cinta pertamanya, karena paksaan keluarga besarnya Dapatkah ia bertahan dalam hubungan tanpa rasa? Terlebih saat Dimas tiba-tiba datang dan mencoba merebut hatinya kembali. "Marrie, aku benar-benar mencintaimu. Aku mohon percayalah, hargai perasaanku sebagai tunanganmu."
Lihat lebih banyakMentari kembali ke peraduannya, menyiratan warna jingga di hamparan luas cakrawala negeri Ratu Elizabeth.
Seorang gadis berkulit putih tampak berjalan dengan sangat tergesa-gesa di bandara.Gadis konglomerat itu baru saja kembali dari luar kota untuk mengurus pekerjaan yang terpaksa ditinggalkan kakak pertamanya.Gadis blonde bernama Marrie itu nampak sibuk menerima panggilan telepon, dengan berkas-berkas dan tas yang dijinjingnya. Hingga ia tak memperhatikan langkahnya dan terpeleset karena menginjak lantai yang masih basah.
BRAKKKK!!!
Seluruh berkas yang berada di tangannya berhamburan. Bukan hanya itu, ia juga terpaksa menahan sakit dan malu karena pandangan orang-orang seketika tertuju padanya.
Gadis itu berusaha untuk bangkit, namun terjatuh kembali karena rasa sakit di pergelangan kakinya.Hingga seseorang nampak mengulurkan tangannya untuk membantu Marrie bangkit, membuat gadis itu terperangah bahkan tak berkedip melihat pria gagah berkulit eksotis yang berada di hadapannya.
"Nona? Nona? Are you okay?" Suara bariton yang terdengar seksi itu memecah lamunan Marrie yang nampak mengawang tak berujung. Marrie terkesiap, mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali.
"Y-yes, thank you." ucap Marrie gugup, seraya menerima uluran tangan pria berseragam militer tersebut.
"Awww!" Marrie memekik, kala merasakan sakit saat dipaksa untuk berdiri. Gadis blonde itu merintih seraya mencengram lengan pria yang menolongnya.
"Maaf saya lancang," Tanpa aba-aba, pria itu segera menggendong tubuh Marrie dan membawanya menuju pos kesehatan.
Ia nampak cekatan memberikan obat oles pereda sakit dan sedikit memijat pergelangan kaki Marrie yang nampak membengkak."Aww, sakit!" rintihnya.
"Tahan sebentar nona, lain kali hati-hati saat berjalan," tutur pria itu tanpa menoleh, tatapannya tetap fokus pada pergelangan kaki gadis itu.
"I-iya, terima kasih banyak," Marrie gugup, jantung gadis itu berdetak kencang dengan perasaan yang begitu asing untuknya. Untuk pertama kali di sepanjang usianya, Marrie merasa tertarik kepada seorang pria bahkan pada pandangan pertama.Suasana begitu sunyi, tanpa suara. Gadis itu mencoba berbicara walaupun begitu sulit, lidahnya begitu kelu untuk berucap, hanya detakan jantungnya saja yang semakin lama semakin terasa tak terkendali
"Kau militer?" tanya Marrie memberanikan diri."Ya, Saya tim perdamaian dari Indonesia. Namun terpaksa mendarat darurat disini, karena pesawat kami mengalami gangguan mesin saat ingin kembali ke negara kami," jawabnya tanpa menoleh, ia masih fokus mengobati pergelangan kaki Marrie
"Yap sudah selesai, coba gerakan kakinya perlahan," titah pria itu kembali dengan sedikit senyuman melengkung di bibirnya.
Marrie nampak menggerak-gerakan kakinya dan ia tidak lagi merasakan sakit. Gadis itu tersenyum dan menatap pria yang telah menolongnya.
"Sudah tidak sakit, terima kasih," ucapnya senang.Tak lama ponsel pria itu berdering, sepertinya seseorang mengabari bahwa pesawat yang ia gunakan telah selesai di perbaiki.
"Oh ya nona, maaf saya harus buru-buru kembali. Lain kali hati-hati!" tuturnya berpamitan, lalu segera meninggalkan Marrie yang tenggelam dalam lamunannya.Marrie tersadar, seketika ia langsung berteriak kepada pria itu yang sudah berada cukup jauh darinya."Hei, siapa namamu? Namaku, Marrie!" pekik Marrie hingga pria itu menoleh dan tersenyum padanya.
"Dimas! Namaku, Dimas!" jawab Pria itu seraya melambaikan tangan dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Marrie nampak mematung, memandang Dimas hingga bayangan pria itu tak nampak lagi dipandangannya."Semoga Tuhan mempertemukan kita lagi, Dimas," ucapnya lirih. Ada rasa sesal dihatinya, karena kegugupannya, ia lupa menanyakan nomer ponsel pria itu atau berkenalan lebih lanjut kepadanya.
................
Gadis itu bernama Marrie Edelweiss Larry, seorang gadis berusia 20 tahun yang berasal dari Inggris.
Ia adalah anak ke 3 yang merupakan putri satu-satunya dari keluarga Larry.Kakak pertamanya bernama Jhon Marcello Larry, pria single parent berusia 35 tahun yang memiliki seorang anak dan merupakan CEO dari perusahaan raksasa milik keluarganya.Sementara Kakak keduanya bernama Maxim Andreas Larry, pria berusia 26 tahun yang kini akan memiliki sepasang anak. Max merupakan penyanyi kelas internasional yang tergabung dalam grup "The Prince" sekaligus pemilik sekolah musik terbesar di Negeri Ratu Elizabeth, Symphony of music School.
Di usianya yang masih begitu muda, ia sudah menduduki jabatan sebagai Direktur di perusahaan milik keluarga. Semuanya nampak begitu sempurna namun tidak dengan nasib percintaannya.
Marrie tidak memiliki banyak teman bahkan kala ia masih duduk di bangku sekolah. Semua karena ia selalu dimanfaatkan, hingga membuatnya menutup diri dari lingkar pergaulan. Marrie hanya memiliki sahabat satu-satunya yang bernama Rika Rahayu, seorang gadis manis yang berasal dari Yogyakarta dan merupakan adik dari istri Maxim yang bernama Mikha.
Walaupun demikian, kehangatan keluarga dan kedua kakaknya yang begitu menyayanginya membuat Marrie tumbuh menjadi sosok wanita yang lembut, ceria, dan juga manja. Baginya, kasih sayang dari keluarganya sudah lebih dari cukup daripada ia memiliki banyak teman namun hanya teman palsu.
Entah sihir apa yang merasukinya, semenjak pertemuannya dengan Dimas, hatinya seolah telah terpaut pada sosok pria eksotis itu. Walaupun pertemuan mereka hanya sekejap namun bayang-bayang Dimas seolah merusak akal dan pikirannya.
Marrie bahkan meminta kakak keduanya untuk membuatkan sebuah sketsa wajah Dimas, karena ia tak ingin melupakan wajah pria yang telah membuatnya tergila-gila dan kehilangan akal sehatnya.Bertahun-tahun gadis itu menanti dan terus mencari sosok pria yang telah mencuri hatinya. Ia tidak gentar dan tidak menyerah, bahkan ia menolak semua pria yang menyatakan cinta kepadanya.
4 tahun berlalu, dan sudah tahun ke 4 jua rumah tangga Max di landa prahara. Sang istri pergi meninggalkannya dalam kondisi hamil besar karena sebuah kesalahan pahaman. Kondisi Max yang sempat depresi membuat Marrie sejenak melupakan pujaan hatinya.
................
Malam itu, Marrie tengah menikmati makan malam bersama rekan kerja prianya.
Pria yang sudah setahun belakangan ini selalu menemaninya dan terlihat menaruh perasaan padanya.
"Mar, ada yang aku ingin katakan padamu," ucap pria blonde bernama James hanson.
Marrie nampak acuh tak acuh menanggapi perkataan James, gadis itu tampak menjawab tanpa menatap lawan bicaranya, "Hmm katakan saja."
James mengeluarkan kotak bludru berbentuk hati, dan perlahan pria itu beranjak dan bersimpuh di hadapan Marrie.
"Marrie sejujurnya aku sangat mencintaimu, Will you marry me?"Uhuk...Uhuk...
"James, bercandamu tidak lucu!" Marrie terbatuk-batuk, mendengar pernyataan James yang begitu mengejutkannya.
Pria blonde berwajah manis itu nampak bergeming dan menatap kedua manik biru netra Marrie dengan intens.
"Marrie aku tidak bercanda, aku sungguh-sungguh mencintaimu," ucap pria tersebut dengan wajah serius.
Mimik wajah gadis blonde tersebut seketika berubah, ia menopangkan wajahnya pada tangan kanannya dan menatap tajam pria yang berlutut di hadapannya.
"Kau pasti sudah tau jawabanku kan?"Marrie segera merapihkan tasnya dan beranjak meninggalkan James, namun seketika langkahnya terhenti kala James berkata sesuatu yang menyakiti hatinya.
"Oh ayolah Marrie, sampai kapan kau mengharapkan pria gak jelas itu? Jangan bodoh, dia belum tentu masih mengingatmu!" cebik James.
PLAK!!!
Sebuah tamparan mendarat dengan tepat di pipi pria itu, Marrie nampak gusar dengan wajah yang memerah.
"Mind your language, please! Kau tidak mengerti perasaanku!" pekik Marrie meninggalkan James yang tertegun karena baru menyadari akan kesalahannya.Marrie segera berlari dan memasuki sebuah taksi, sesampainya di mansion milik keluarganya, ia segera berlari memasuki kamar miliknya.
"Aku juga tidak mengerti kenapa perasaanku ini tidak hilang, bahkan wajahnya masih begitu jelas diingatanku!" Marrie merintih menumpahkan segala perasaannya, gadis itu nampak menenggelamkan wajahnya pada sebuah bantal.
"Dimas, akankah kita bertemu kembali? Salahkah bila perasaanku terlalu dalam mencintaimu?"
Bersambung
Note
Novel ini merupakan sekuel dari novelku sebelumnya berjudul Oh my mister, mengisahkan Maxim dan Mikha.
Yang kepo sama cerita sebelumnya bisa cek igeh aku ya d @rahma.mrpotato
Seorang pria menatap nanar pemandangan Ibukota dari balik jendela kamar hotel yang ia tempati. Sudah semalaman suntuk ia terjaga, pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan nasib rumah tangganya dan hatinya.Pikirannya terus menerus berandai-andai, menyesali segala sifatnya yang terlalu lemah.Andai ia tidak egois dan menyia-nyiakan ketulusan gadis yang benar-benar mencintainya, andai ia berani menolak perjodohan yang telah diatur oleh ibunya, mungkin semuanya takkan seperti ini.Terbelenggu jeratan takdir yang menjerumuskannya ke dalam neraka rumah tangga.Dimas terus-menerus merutuki kebodohannya, ia berjalan keluar menuju balkon kamar yang terletak di lantai dua puluh sebuah gedung pencakar langit.Pria putus asa itu mengeluarkan sekotak rokok dari saku celananya, mengambil sebatang rokok lalu menyulutnya dengan sebuah pemantik.Dimas menyesap benda candu yang sudah bertahun-tahun ia tinggalkan, pikiran kacau tak mampu berpikir jernih."A
"Ampun Tuan! Saya mohon maafkan kesalahan anak saya," suara seorang pria paruh baya, memenuhi sebuah rumah mewah yang berada di sudut kota London.Terlihat Jhon tersenyum kecut seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Hahahaha apa? Ampun? Apa anak kalian yang otaknya kosong itu berpikir sebelum bertindak?" cibir Jhon, mata birunya menyorot tajam seorang pemuda yang tengah dipaksa berlutut oleh kedua orang tuanya. Jhon melangkah perlahan lalu berdiri tepat di hadapan pemuda itu. Kaki kanannya berayun menyentuh dagu pemuda itu hingga mendongakkan wajahnya."Kau! Lancangnya mencelakai adikku!" Brak! "Raymond!" pekik kedua orang tua pemuda itu histeris, Jhon yang murka tidak segan-segan memandang wajah Raymond hingga hidungnya mengeluarkan darah.Setelah puas menyiksa orang-orang yang terlibat dalam penjebakan Marrie malam itu, tanpa berkata apapun lagi Jhon melangkahkan kakinya keluar rumah. "Frans, cabut saham kita di perusah
Dimas melangkah masuk menuju pintu rumahnya, beberapa kali ia ketuk pintu tetapi sama sekali tidak ada jawaban dari Shinta.Pria itu mengambil ponsel saku celananya, mencoba menelpon keberadaan sang istri karena walau bagaimanapun ia khawatir karena Shinta tengah mengandung.Beberapa kali ia mencoba menghubungi sang istri, tapi nihil. Tidak ada jawaban sama sekali, dengan panik ia segera mengambil kunci cadangan, takut terjadi apa-apa dengan Shinta di dalam rumah."Shinta! Shinta!"Dimas mengedarkan pandangannya keseluruhan arah, mencoba menelisik keberadaan sang istri di setiap ruangan."Shinta! Ya ampun, kemana lagi dia?" ucapnya frustasi, lagi dan lagi Shinta pergi tanpa meminta izin kepadanya terlebih dahulu.Dimas mencoba menghubungi mertua dan ibunya, mencoba mencari tahu keberadaan istrinya. Namun, Shinta tak berada di manapun, membuatnya semakin berada di ambang kepanikan.Pria itu menajamkan pendengarannya saat mendengar deru mes
Hari itu Dimas mencari keberadaan Yudhi, tetapi nihil. Pria itu tak kunjung ditemukan. Beberapa kali pula ia mencoba menelpon sahabatnya tapi lagi-lagi ponsel milik Yudhi sama sekali tidak dapat dihubungi."Joko!" pekik Dimas kala melihat Joko yang berjalan jauh di depannya."Joko, tunggu!"Joko menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Dimas berlari kecil mendekatinya dengan napas yang sedikit terengah-engah."Ada apa? Wes kaya wong dikejar setan," tanya Joko bingung.Dimas diam sejenak, mencoba mengatur napas dan intonasi suaranya sebelum bertanya kepada Joko."Yudhi mana? Aku telepon gak bisa.""Piye kamu ini, satu kompi lagi ada tugas bantuan evakuasi ke daerah yang dilanda gempa," jawab Joko santai."Ah astaga! Aku lupa tapi, sampean gak ikut?" tanya Dimas kembali.Seketika Joko menepuk keningnya dan berdecak pinggang, "Kowe ora liat, kaki aku di perban gara-gara sopo? Aku kemarin 'kan terkilir ga
Selepas bertugas, Yudhi melajukan motornya menuju alamat yang sudah diberitahu oleh John.dengan senyuman yang mengembang, pria tampan beralis alis tebal itu melajukan sepeda motornya membelah hiruk pikuk kota Jakarta.Sejenak ia menepikan kendaraannya di sebuah toko bunga, melihat-lihat hamparan bunga-bunga yang terpajang dengan indahnya."Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya seorang pegawai toko bunga tersebut."Saya mau sebuket bunga rose yang warna merah jambu ya. Tolong di susun yang cantik," ucapnya seraya mengusapkan tengkuk lehernya, karena sejujurnya ini adalah kali pertama ia membeli bunga untuk seorang wanita.Segala perasaan berkecamuk di dadanya, Yudhi sudah tidak sabar untuk menemui Marrie.Rasa rindu semakin mendominasi memenuhi relung sanubarinya."Ini, Mas! Sudah jadi," ucap pelayan tersebut seraya menyerahkan sebuket mawar berwarna pink."Oh, ok Mbak! Berapa?" tanya Yudhi seraya mengeluarkan dompet yang tersimpan di
Wajah Marrie seketika ditekuk kala mendengar perkataan Maxim.Ketiga pria di rumahnya benar-benar kompak dan sama sekali tidak ada yang membelanya."Ih, ya sudah aku mau packing! Besok berangkat," tutur Marrie pasrah.Jhon dan Tuan Andrew tersenyum seringai, melihat rencana mereka yang berjalan mulus.Di kamar Mikha yang sebenarnya keberatan, hanya bisa protes kepada suaminya. Walaupun ia setuju Marrie dijodohkan dengan Yudhi, tetapi membiarkan mereka tinggal satu atap bukanlah pilihan yang tepat."Max, aku tuh takut kalau kejadian Indah dan Kak Jhon terulang! Namanya tinggal bareng, apalagi mereka belum menikah!" protesnya kala mengingat kejadian beberapa tahun silam, saat Jhon dulu pernah menghamili sahabatnya di luar ikatan pernikahan dan berujung tragis.Sedangkan Max hanya menyengir kuda menanggapi ocehan sang istri yang seakan tiada habisnya. Ucapan Mikha memang benar, tetapi ia juga tidak bisa berbuat banyak jika itu sudah merupakan kehendak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen