Share

Bab 5: Virgin

"Kamu tidak bisa lari dari apa pun, karena aku sudah membayar mahal tubuh ini," ucap Bernard seraya menunjuk bagian dada Bella dengan tatapan mata yang sangat tajam.

Seketika gadis itu beringsut sedikit menjauh, jujur saja dia sangat takut, dan rasanya tidak ikhlas melakukan hubungan terlarang meski pria itu sudah membayarnya.

"Apakah aku bisa kabur dari pria ini, atau mampu memperpanjang waktu?" batin Bella, berisik.

Dalam diam dan dengan tangan yang sangat kokoh, Bernard memeluk gadisnya dengan erat, tangan kanannya meremas pundak Bella dengan kencang.

Bayangan wajah Kristin yang kembali hadir dan atas pergulatan hebat yang panas di ranjang dengan sahabatnya, membuat amarah pria itu kembali memuncak.

Gadis cantik dan polos ternyata seorang penghianat, Kristin membodohi dirinya, sehingga membuat hatinya hancur.

Bernard meremas pundak Bella sangat kuat, sehingga gadis itu meringis kesakitan.

"Arrgh, Tuan, sakit," keluh Bella dan berharap pria yang telah membelinya itu sadar dan tidak menyakitinya.

Wajah Bernard semakin mendekat dengan wajah Bella, sehingga napas keduanya saling bersahutan.

Bela menunduk dan memejamkan matanya, sedangkan Bernard menatap wajah manis itu dengan tatapan tajam ingin melahap.

Bibir pria itu meraup bibir Bella dengan rakus, seolah sedang menikmati sarapan pagi dengan nikmat, pria itu sangat menikmatinya tanpa memedulikan lawan mainnya yang kesakitan dan tersiksa.

"Rasanya seperti Cherry, sangat manis dan aku tidak mendapatkannya dari bibir Kristin," racau Bernard setelah beberapa saat ia melepaskan mangsanya, membiarkan gadis itu menghirup oksigen banyak-banyak.

Bella hanya diam saja, menikmati rasa perih akibat gigitan dari pria itu, sehingga bibirnya terluka dan berdarah.

Ini pertama kali untuknya, bahkan pria yang pernah menikahinya saja tak pernah menyentuhnya, tapi siapa sangka dikira alim ternyata seorang penghianat.

Keduanya saling tatap, bahkan pria itu semakin mendekat, Bella sendiri berulang kali mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah segar.

Gadis itu sangat kesal dengan pria yang semakin tak berjarak dengannya.

"Maaf, aku kelepasan, sakit?" tanya pria itu seraya menatap gadisnya dengan sendu.

Bella masih bergeming, menatap pria itu dengan heran, tangannya masih menekan bibirnya yang sobek dan sangat perih.

"Sini aku obati," Bernard menarik dagu Bella, menekan kepala gadis itu ke bantal, lalu ia menyesap bibir Bella perlahan, sontak saja mata gadis itu terbelalak. Rasanya seperti disengat ribuan tawon.

Ribuan kupu-kupu seakan sedang menari di atas kepala gadis itu, saat pria yang membelinya menyesap dan mengobrak-abrik kembali bibirnya, kali ini dengan penuh kelembutan dan hasrat.

"Aah," desahan itu lolos begitu saja dari bibir sang gadis saat tangan sang pria menyentuh benda kenyal yang sangat montok.

Sungguh bagi Bella ini adalah pengalaman pertama dan hasratnya begitu menggebu.

Antara akal, logika, dan hasrat, semua berkecamuk di dalam pikiran gadis itu, pria yang kini sedang bermain di bibirnya memang sangat liar dan tak bisa ia hentikan begitu saja.

Bernard menikmati apa yang ia inginkan selama ini, tanpa bisa dihalangi, bahkan gadis itu pada akhirnya menyerah dan pasrah akan nasibnya berada ditangan si pembeli tubuhnya.

Menahan segala rasa sakit yang diberikan oleh pria yang kini menguasainya.

"Maaf, kamu masih perawan?" tanya Bernard, rasanya ia tak percaya, tapi melihat darah yang mengalir dan seperti berwarna putih kini berubah merah, akhirnya percaya atas ucapan Bella pada saat mereka bertemu.

Bella hanya diam, tak menyahuti ucapan Bernard, matanya terpejam menikmati segala luka, dan hari baru setelah ia melepas segalanya.

Ini pilihannya, demi kesembuhan putri tercintanya Adella, apa pun yang terjadi ia harus kuat.

Bernard dengan segala nafsu yang memuncak, dan bahagia mendapatkan apa yang ia inginkan meski bukan dari calon istrinya terus tersenyum, tak peduli punggungnya yang kekar banyak mendapat luka cakar dari Bella.

Seolah sedang mendapatkan buruannya, Singa itu terus saja melahap dan menikmatinya sampai dia kenyang dan puas.

Di tempat lain, Kristin sangat frustrasi akibat kecerobohan dirinya, sehingga kekasihnya tahu dan membatalkan acara pernikahan yang akan digelar beberapa hari lagi.

"Sial! jika tak termakan bujuk rayu Bobby, mungkin Ben, tak marah, juga kini dia masih berada di pelukanku!" racaunya, lalu membanting ponsel mahal pemberian Bernard.

Bobby datang dan memberikan rasa yang indah, yang tidak ia dapatkan dari Ben.

Selama berpacaran, Ben tidak melakukan hal lebih, pria itu selalu menjaganya dengan baik, meski banyak gadis dan wanita seksi datang dan dengan suka rela memberikan pelayanan ekstra, tapi, Bernard sama sekali tidak pernah mau dan tetap setia pada satu cinta.

Kristin menyesal, karena telah berkhianat, ia tahu pasti kekasihnya sangat terluka, tapi ia juga tak terima jika ada gadis lain yang menggantikannya di ranjang milik Bernard.

"Aku tidak akan menyerah, apa pun yang terjadi, kamu harus jadi miliku, Ben!"

Wajah frustrasi, dunianya kembali melayang setelah menikmati beberapa botol minuman penghilang rasa sedih.

Bobby datang ke apartemen Kristin, karena sudah rindu akan kekasih sahabatnya itu, dan mendapati Kristin sedang telungkup di atas meja.

Pria itu menatap ke seluruh ruangan yang masih berantakan, beberapa botol kosong tergeletak di meja.

"Sayang," bisik Bobby.

Bau alkohol menyeruak saat gadis itu meracau.

"Stop! Jangan minum lagi, wajah kamu sangat merah, mirip kepiting rebus," pria itu merebut botol minuman saat Kristin hendak menuangkannya ke gelas.

Kristin tiba-tiba tertawa, lalu menangis. "Dia sudah tahu, apa yang kita lakukan, Bob," ucapnya pelan.

Pria itu hanya diam, lalu meraih tubuh gadisnya, dan membawanya masuk ke kamar.

Wajah cantik Kristin sangat memprihatinkan, lipstik dan eyeliner terlihat berantakan, begitu pun dengan rambutnya yang panjang bergelombang, sangat acak-acakan.

"Seharusnya dua hari lagi kami menikah." Kristin memeluk tubuhnya sendiri di atas ranjang.

Saat ini kedatangan kekasih gelapnya sangat hambar dan tidak ada rasa yang menggebu ingin mengulang cinta panas, seperti hari-hari sebelumnya.

Bobby memeluk Kristin, berusaha menangkan dan memberikan rasa hangat, tapi ia juga tidak akan berjanji untuk menikahinya, karena ia sendiri telah mempunyai istri. Bahkan gadis itu juga tahu dan keduanya hanya bersepakat untuk bekerja sama dalam memenuhi hasrat saja, bukan untuk sebuah tangung jawab.

Sementara di apartemen yang lain, Bernard membuka matanya perlahan setelah beberapa jam tertidur dengan sangat pulas.

Ini pengalaman pertamanya, bahkan rasanya ia masih merasakan sulitnya menembus dinding pertanahan milik Bella, air mata juga teriakan saat setelah beberapa saat dirinya bisa masuk dan menikmati hangatnya dunia yang lain.

Dunia yang membuat hidupnya bergairah kembali. "Inikah yang disebut surga dunia?"

Senyum Bernard mengembang, ingin melakukannya lagi dan lagi.

"Sepenting itukah anak itu, sehingga rela mengorbankan harga diri kamu, Bell," gumam pria itu saat menatap wajah lelah sang gadis.

Paras yang sangat cantik meski kulitnya tak seputih Kristin.

"Aaah! selalu saja membandingkan gadis penghianat itu!" Pekiknya dan kembali memeluk tubuh gadis disampingnya.

Meluapkan rasa amarah dan kecewa, tak peduli Bella masih lelah dan sakit, tapi ia ingin melupakan rasa sakit itu.

"Aku menginginkan kamu kembali."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status