Share

Bab 6: Dunia Baru

 Pertempuran yang sangat panas, pada akhirnya menyisakan lelah, lalu keduanya pun tertidur kembali dengan lelap sampai sore hari.

Dengkuran yang terdengar sangat keras dan  mengganggu, membuat gadis berkulit kuning langsat, cantik, dan seksi itu  mendongakkan kepala, mencoba membuka kelopak mata yang masih terasa sangat lengket.

Bella hanya bisa diam, karena pria itu memeluknya dengan sangat erat. Meski dalam keadaan tertidur pulas.

Meski begitu, gadis itu berusaha membebaskan diri dari dekapan sang pria, perlahan ia membuka selimut yang menyelimuti  tubuh polos miliknya.

Singa buas itu kini sedang tertidur pulas, dan itu Bella manfaatkan untuk pergi dari apartemen milik tuannya.

Pria berwajah tampan, gagah dan tinggi, juga bermata elang itu bak bayi yang baru lahir, polos tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya.

"Ah, tidur pulas saja, senjatanya masih tegak berdiri, bak tugu Monas," decak Bella, seraya menutup kembali tubuh Bernard dengan selimut yang ia kenakan sebelumnya.

Bella berusaha menjauh dari ranjang panas milik sang singa tampan, mencari kembali pakaiannya yang berserakan di lantai kamar.

Tubuh polos itu berusaha berjalan dengan sangat hati-hati, karena bagian tubuh inti yang paling bawah sangat nyeri dan ngilu. Sehingga untuk menggerakkan kaki satu langkah saja itu butuh perjuangan.

Enam kali gempuran dari pria asing itu, Menyisakan rasa sakit yang tiada terkira, manis dan nikmat hanya sesaat saja.

"Arrgh! kenapa sangat menyakitkan, kalau begini aku tidak bisa kabur!" erang Bella, seraya berusaha tetap tenang. Ya, dirinya tidak boleh menyerah.

Dengan susah payah, gadis itu memakai kembali pakaiannya, lalu segera keluar kamar. Tujuannya adalah segera pergi dari apartemen milik pria yang membelinya.

Berjalan sangat tertatih, Bella berusaha sampai di depan pintu utama, tapi apa yang terjadi ia tidak tahu sandinya, langkah kaki yang susah payah melangkah tapi gagal untuk pergi.

Pasrah dan kembali duduk di sofa tak jauh dari pintu, dengan gemetar Bella menghubungi Rini, gadis itu ingin tahu keadaan putrinya.

"Rin, gimana keadaan Adella?" 

"Sudah sadar, dan ditemani suster, aku sedang menerima tamu dulu, nanti setelah selesai ke sana, jenguk anak tiri kamu, Bell."

"Masih sore, sudah antri saja tuh, tamu, Rin."

"Ya, harus, sayang, gimana malam pertamanya, lancar, berapa ronde? ganas apa tidak, biasanya merek blasteran itu sangat besar?" 

Pertanyaan Rini yang beruntun membuat Bella tertawa miris, tepatny meringis menahan sakit.

"Sangat sakit," akunya.

"Selamat, aku ikut senang, akhirnya kamu merasakan juga syurga dunia."

"Rin, aku tak bisa keluar, untuk sementara titip Adella."

"Ok, jangan khawatir, aku akan menjaganya."

Bella lalu mematikan ponselnya,  setidaknya  hati dan perasaannya sedikit tenang.

Kembali tubuhnya luruh, menahan nyeri di setiap inci, tapi perutnya sangat perih karena seharian tidak ada asupan makanan.

Gadis itu kembali berdiri dan menyeret kakinya menuju dapur, kali ini dirinya mencari makanan yang bisa dia makan.

Lemari pendingin tampak kosong, dan di lemari makan tidak menemukan apa pun. Bella hanya menggalang prustrasi.

Tampak di meja makan ada sereal instan, lalu dengan segera ia mengambilnya dan menyeduh dengan air panas.

Tak menunggu lama, satu gelas sereal habis ia minum. "Setidaknya aku tidak mati kelaparan."

Bella kembali duduk di sofa, seraya menunggu sang tuan rumah bangun dari tidur. 

Sudah satu jam menunggu dan Bella harus segera pulang, tapi Bernard tak juga bangun dari tidurnya.

Berjalan dengan sangat hati-hati, karena setiap kakinya melangkah, di bagian bawah perutnya berdenyut sangat sakit dan terasa ngilu.

Tubuh yang lengket, dan bau, ingin rasanya ia masuk kamar mandi dan bermain dengan busa sabun dan sampo, tapi  ini tempat orang lain, pria yang baru saja beberapa jam bertemu, sementara dia juga tak punya pakaian ganti.

Bella merasa risih saat melihat pria itu mendengkur sangat kencang dan berisik.

"Enak banget jadi dia, setelah berkali-kali menabur saham, eh tidur sudah mirip kebo, ga bangun-bangun! gerutu gadis itu saat melihat sang pria masih asik dengan dengkurannya.

"Tuan, bangunlah, ini sudah sangat sore, aku harus pulang," ujar Bella, seraya menggoncangkan tubuh Bernard. Tapi pria itu tak bergeming dan masih berada dalam mimpi indahnya.

Bella sangat kesal, dan matanya menyusuri ruangan kamar untuk mencari sesuatu yang bisa ia jadikan  bahan mengerjai tuan rumah.

Ekor matanya tertuju pada sepatu yang tergeletak begitu saja di sudut kamar.

"Rasakan! nikmati kaos kaki rasa bau kaki, yang sebulan tak pernah di cuci!" 

Tak lain sepatu itu milik Reni yang dipinjamkan kepada Bella. Namun, kegedean dan di dalamnya diganjal oleh kaos kaki yang baunya sudah sangat memabukkan.

Kaos kaki itu didekatkan pada hidung sang pria,   dengan mengibaskan secara berulang.

Tiba-tiba hidung Bernard mengendus, dan kembang kempis, membuat Bella terkekeh geli, melihat ekspresi pria  yang sangat lucu.

Tapi setelah itu, Bernard kembali mendengkur, itu semua membuat Bella merasa kesal.

"Pria ini, kebo banget!" Keluhnya seraya melempar kaos kaki bau itu ke sembarang arah.

Rasa kesal dan geram, karena apa yang ia lakukan tidak membuat tuan rumah terbangun dan membukakan pintu utama dan dia segera pergi.

Bella segera keluar kamar utama dan duduk kembali di sofa, tak ada yang ia kerjakan, selain menunggu, ruangan yang nyaman dan adem, membuat Bella, kembali terbuai dalam mimpi dengan posisi duduk bersandar di sofa.

Sementara di dalam kamar, Bernard terbangun dan sedikit kaget menyadari dirinya dalam keadaan tanpa busana.

"Huh, apa yang aku lakukan, di mana gadis itu, apakah sudah pergi?" batinnya berkata seraya menatap pakaiannya yang berserakan di lantai.

Perlahan pria itu beranjak dari tempat tidur dan  segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan bau.

"Aauuww! pekik pria itu saat tubuhnya terkena air mengalir.

"Sial! rupanya gadis itu main cakar saja, mirip macan!" umpat Bernard  dan tetap melanjutkan mandinya meski sebagian tubuhnya terasa nyeri.

Usai berpakaian rapi, pria itu keluar kamar dan langsung melihat Bella dengan pakaian seksi dan setengah terbuka, sedang duduk dan tertidur di sofa.

"Gadis itu, masih ada rupanya," ucap pria itu lirih, seraya tersenyum.

Membayangkan pagi yang sangat panas dan ini pertama kali untuknya juga Bella, dengan tanda bercak noda merah, ia tahu gadis itu masih perawan.

Gadis itu membawanya ke dunia baru yang penuh hasrat dan memabukkan,  dan rasanya ingin mengulang kembali bersatu dalam rasa yang penuh bara.

Melihat tubuh molek sang gadis, Bernard kembali merinding.

"Heh! bangun!" 

Pria itu menarik hidung mancung Bella, lalu mencium aroma tubuh gadis itu yang bau.

"Kamu bau sekali, jorok. Bukannya mandi malah  tidur di sini!" pria itu menggerutu dan menarik Bella untuk segera bangun.

"Tuan! kalau membangunkan itu yang baik dan sopan! ganteng-ganteng kasar!" balas Bella, tak suka atas perilaku Bernard.

"Kamu jorok! mandi sana!"

"Ok! saya mandi tapi ga punya ganti, mau pulang tapi pintu utama ga bisa dibuka!"

"Maaf," balas Bernard, merasa bersalah.

"Pakai kemeja saya, pasti cukup di tubuh kamu yang mungil!" 

"Terima kasih, tapi saya harus mandi di mana?"

Bela tidak tahu kamar mandi yang akan ia gunakan, untuk masuk ke kamar Bernard ia sangat segan.

"Kamar kedua, masuklah," pria itu menunjukkan kamar untuk Bella tempati.

Gadis itu berusaha berdiri tegak, meski rasa ngilu yang sangat menyakitkan, perlahan dia berjalan menuju kamar.

"Kenapa jalan kamu mirip orang yang habis di sunat?" tanya Bernard polos.

Bella tidak menoleh dan berusaha berjalan dengan normal.

"Hei, jawab!"

"Ini semua, Tuan yang sebabkan aku begini."

Setelah itu Bella segera menutup pintu kamar dan segera mandi. Rasanya ia ingin berendam air hangat untuk mengurangi rasa sakit ditubuhnya.

Bernard baru sadar, enam kali dia menyiram rahim gadis itu, bahkan ia tidak memakai pengaman sama sekali.

Satu jam kemudian, Bella segera keluar kamar dengan kemeja polos berwarna biru.

"Tuan, kenapa melihat saya dengan tatapan aneh?"

"Leher kamu, merah semua," ucap Bernard, dia tak sadar apa yang telah dilakukannya, sehingga leher gadis itu merah semua.

"Bukan hanya leher, seluruh tubuh merah semua, Tuan sangat menyiksa saya," balas Bella, memang benar saat melihat tubuhnya gadis itu bergidik ngeri, karena pria itu meninggalkan jejak yang sangat banyak.

"Saya tidak sadar, dan apakah kamu memakai pengaman?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status