Share

Chapter 3.1

Suatu hari di Bulan September

 Sebelum Kematian Jimmi Rion

14/09/1998 ||13.00

Tap..Tap..Tap. 

Seorang mahasiswa bertubuh kurus,berkulit pucat berlari tergesa-gesa menuju lantai bawah. Dengan nafas yang tersengal-sengal disertai dada yang sesak pria itu terus mempercepat gerak kakinya. 

'Hah,, hah,, hah. ' Dengan sekuat tenaga ia berlari menghindari banyaknya kerumunan.Tak peduli seberapa banyak orang yang menghadangnya Jimmi terus berlari dan menerobos keluar dari kerumunan.

'Jimmi..Jimmi! Aku menemukanmu! '

'Jimmi..Jangan pergi! Jimmi..'

Suara itu terus menggema dan saling bersahut-sahutan dikedua telinganya. 

" Pergi!"

" Pergi! Jangan ganggu aku!! "

"Pergi! Tinggalkan aku sendiri.Pergi! " 

Pria itu terus berteriak histeris tanpa henti, sungguh semua orang yang melihatnya merasa kasihan dengan kelakuannya saat ini. 

'Oh, MAMA, bantu anakmu ini ! Beri dia kesembuhan dan singkirkan masalah dalam pikirannya agar dia bisa menjalani hidupnya seperti biasanya..MAMA!' ucap salah satu dosen wanita dengan pelan.

[Telah dikonfirmasi bahwa Jimmi Farlo telah mengidap Depresi Mayor selama 3 bulan belakang ini ]

"Kak Jimmi, ssst!" seorang gadis berhasil menarik tubuh lelaki malang itu dan tidak lupa dia mengatupkan erat bibirnya yang tebal.

'Lusi! 'rintihku.

"Ikuti aku."Menarik lengan Jimmi.

   Lusi Rani adalah gadis berambut cokelat dengan pita kuning yang sengaja dia ikatkan di sisi kiri rambutnya. Seorang gadis yang cukup imut dan cantik meski sering tak menunjukkan ekspresi wajahnya, entah kenapa belakangan ini Lusi sering memperhatikan Jimmi seniornya.

"Kenapa kau membawaku ke sini! Dan tempat apa ini?" kata Jimmi.

Saat ini mereka berdua berada di gudang tua tempat dimana gadis remaja terbunuh tiga tahun lalu. Sebuah bangunan kosong yang menjadi saksi bisu atas kebodohan pria paruh baya yang menikam keponakannya sendiri hingga tewas. 

 Tempat ini sangat cocok untuk dijadikan lokasi persembunyian mereka.Apalagi catatan kriminal yang tak bisa dihilangkan telah melekat dipikiran banyak orang.

 "Ayolah kak Jim,apa kau takut? Tsk.. Jangan khawatir aku sering menghabiskan waktuku dibangunan kumuh ini. "

Gadis itu berjalan selangkah menuju  Jimmi dengan menunjukkan beberapa foto di handphone yang memuat kesehariannya di gudang sendirian. 

"Aku tahu kalau kak Jimm sedang banyak masalah, sungguh tidak enak kalau harus menyimpan masalah  sendirian.Percikan emosi itu akan terus menumpuk di dalam jiwa kita."

 "Hari demi hari emosi ini tidak akan bisa dihilangkan walaupun kita sudah melupakannya dan bahkan terus menumpuk, hingga rasa takut dan penyesalan seolah menyatu menggerogoti mentalitas manusia."Tersenyum sinis. 

"Hah!? " Kata-kata Lusi memang benar, seolah-olah dia sangat memahami kondisiku saat ini. Apakah dia adalah gadis yang diutus oleh MAMA untuk menghilangkan rasa sakit dikepalanya ini. 

Gadis itu mulai menggeliat-geliat tubuhnya entah kenapa aku sangat ketakutan saat berada di dekatnya, aku berjalan mundur dan mundur hingga tubuhku yang tinggi tersudut di balik tembok bangunan (seperti buruan yang terperangkap dari predator) dan iya, Lusi sigadis jenius segera melingkarkan kedua lengannya dileherku.

"Fufufu..Kakak Jimmi. Ada apa denganmu? Bukankah kamu kepala geng berandalan, mengapa harus takut pada gadis culun berkacamata itu?"tanyanya.

Lusi tersenyum licik dan jari telunjuknya mengusap bibir bawah Jimmi. "Hembt, dari sorot matamu terlihat jelas kamu sedang mengalami banyak masalah bahkan sangat tertekan..Tidak..Itu bukan tekanan.. Tapi..Terancam!!! Bukankah begitu kakak Jimmi?  Xixixi."

"L-Lusi , kau? "tergagap.

“Bagaimana kalau kau bunuh saja dia? Setelah itu beban di pundakmu akan hilang seketika, kamu akan terbebas kembali seperti biasa dan masalah yang terus mengganggumu akan hilang seketika."

"Apa yang baru saja kau katakan? Kenapa kau menyuruhku membunuhnya! Dia saudaramu, Lusi!" kata Jimmi.

"Lalu? Aku harus berdiam saja melihat orang lain terluka karena ulahnya. Dia hanya saudara tiriku!" 

"Hah, jangan bodoh! Meskipun aku berandalan, tidak mungkin menyakiti seorang wanita apalagi membunuhnya."

 

Lusi tersenyum seringai dan melihat pria yang selalu dikagumi banyak wanita memiliki nyali yang kecil.Tidak ada gunanya memiliki tubuh kekar, pemimpin geng, dan kaya raya namun memiliki jiwa yang lemah.

Tipe pria seperti dialah yang sangat dibenci Lusi hanya bisa menyembunyikan lukanya dan memilih untuk melukai dirinya sendiri.

"Fufufu, setelah apa yang Anya lakukan, kamu tidak ingin membalas apa yang dia lakukan sama sekali. Hatimu sungguh lembut"

"Dasar pecundang!" Lusi membentak sekali lagi.

Jimmi yang tak terima dengan ocehan juniornya itu, langsung ingin membalas perbuatannya. Tangannya langsung mencekik leher Lusi. "Beraninya kamu?"

"Silahkan kak Jimm, aku dengan senang hati menerimanya! "mengancam balik. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status