Selama 29 tahun hidupnya, Bintang kembali harus menghadapi kenyataan yang menurutnya konyol. Ide dari sang istri yang memintanya mencari kepiting atau yuyu adalah tantangan tersendiri baginya. Dia tadinya berpikir, jika ide dari wanita yang menjadi istrinya sejak setahun lalu itu, adalah dengan cara menggunakan alat digital. Namun, nyatanya jauh di luar dugaan Bintang.Laki-laki bertubuh tegap itu kembali menggaruk rambutnya. "Kamu yakin ini berhasil, Dik?" tanyanya memastikan.Alisha mengangguk pelan," InshaAllah Mas," jawabnya lirih. Alisha pernah mendengar cerita dari orang-orang kampung dulu, juga dari neneknya. Maka dia ingin mencoba menerapkan sendiri. Tidak ada salahnya mencoba, bukan? Jika berhasil maka seperti keinginan Bintang, dia juga ingin tahu siapa pemilik makhluk tak kasat mata tersebut."Terus bagaimana caranya?" tanya Bintang lagi untuk menuntaskan rasa penasarannya."Ya, kata Eyang dan orang-orang sih, tuh baskom dikasih air terus kepiting atau yuyu taruh saja di si
Setengah berlari, Alisha menghampiri kerumunan. Dia membekap mulutnya dengan tatapan mata nanar melihat pemandangan di depannya."Innalilahi wa innailaihi roji'uun!" pekiknya.Perempuan paruh baya yang beberapa menit yang lalu masih tampak segar bugar, ketika bertemu dengannya di dalam supermarket.Kini dia tergeletak bersimbah darah, tubuh kurusnya meringkuk di dekat trotoar. Jilbab simpel yang dikenakannya sudah berlumuran darah. Sedangkan tak jauh darinya, sekotak susu formula tergeletak mengenaskan di antara belanjaan perempuan tersebut yang berhamburan di atas aspal.Terbayang jelas, bagaimana tadi dia sangat senang bisa membeli susu untuk cucunya. Dan melihat dari penampilannya, sepertinya dia bukanlah orang yang berkecukupan. Sehingga mungkin menemukan uang yang jumlahnya seratus ribu saja membuatnya begitu bahagia. Beberapa saat kemudian, petugas kepolisian datang mengevakusi tubuh perempuan tersebut yang mungkin sudah dalam keadaan meninggal dunia. Dengan dibantu beberapa ora
Bu Halimah dan Fitri mengikuti arah telunjuk Alisha. Akan tetapi, mereka tidak melihat apa pun kecuali rerimbunan pohon pisang yang tumbuh di pinggir jalan. Alisha mengerjap berkali-kali, meyakinkan bahwa tidak salah melihat.Pak Duki yang meninggal beberapa waktu lalu, kini berdiri kaku di depan mobilnya dengan tatapan mata kosong tertuju ke arah dalam mobil Alisha. Tepatnya ke arah Rafli yang tertidur di pangkuan Fitri dan Bu Halimah. Baju lelaki paruh baya berbadan kurus itu sangat lusuh, seperti terakhir dia mengenakan baju tersebut ketika bekerja memetik cengkeh di kebun Pak Haji Imran.Dan yang membuat Alisha semakin bergidik ngeri adalah keberadaan dua makhluk kecil di punggung Pak Duki. Makhluk aneh dengan mulut mereka yang memanjang ke atas. Persis seperti yang diceritakan suaminya tempo hari. Kedua makhluk yang memiliki bentuk tubuh mirip anak kecil kurus itu terlihat senang berada di gendongan Pak Duki."Astaghfirullah ya Allah, kami mau lewat. Ya Allah, lindungi kami semua
Makhluk menyeramkan bertubuh tinggi besar dengan taring panjang bahkan melewati batang lehernya itu, menyeringai mengerikan. Dia membuka mulut dan menjulurkan lidahnya yang panjang mencapai laki-laki di depannya. Lidah itu menjilat kepala ayam kemudian membelit leher ayam malang tersebut. Tubuh ayam cemani betina itu terangkat ke atas, terlepas dari gendongan laki-laki paruh baya tadi. Kemudian dengan kejamnya, makhluk aneh itu membanting ayam yang tak berdaya tersebut ke bebatuan. Sehingga langsung bergerak-gerak tak karuan. Menggelepar seperti ayam yang baru saja disembelih. Laki-laki paruh baya itu terbelalak kaget, melihat kondisi ayam yang digunakan sebagai persembahan. Perwujudan dari seorang perempuan yang telah dia jadikan tumbal itu, sekarang dalam keadaan menyedihkan.Tak berapa, lama ayam itu mengalami sakaratul maut, tiba-tiba terdengar denguran layaknya manusia yang berada di ujung ajal.Makhluk aneh tersebut tertawa puas melihat persembahan yang dibawa laki-laki yang te
Pak Haji Imran mempercepat langkah menuju ke tempat parkir di area rumah sakit. Dia merasakan kekhawatiran yang mendalam dengan keberadaan anak semata wayangnya itu. Apalagi, ketika dia menelepon kembali Farrel berkali-kali, namun tidak mendapatkan jawaban.Lelaki paruh baya itu pun melajukan motornya dengan kecepatan cukup tinggi, untuk mencapai tempat di mana tadi dia menyuruh Farrel menunggu. Namun, sesampainya di sana, dia sudah tidak menemukan keberadaan sang anak. Kemudian, dia kembali melajukan motornya menuju ke Desa Sendang di mana tempat Farrel akan melatih silat anak-anak didiknya."Lihat Farrel, Dik?" tanyanya begitu tiba pada sekelompok remaja yang sudah mengenakan seragam silatnya."Belum datang, Pak," jawabnya yang diangguki oleh yang lain. Pak Haji Imran mendengus kasar karena Farrel sama sekali tidak bisa dihubungi. Laki-laki berjaket hitam itu mendongak, menatap langit malam yang cukup terang dengan sinar rembulan yang telah membulat sempurna. "Di mana kamu Le, lind
Dia bergumam lirih dengan bibir bergetar, "Pelatih silat?"Kemudian, dengan pikiran yang sangat kacau Pak Haji Imran kembali melajukan motornya lebih cepat ke arah di mana mobil polisi dan ambulance tadi menuju.Sesampainya di sana, ternyata sudah banyak orang berkerumun mengelilingi police line. Penemuan jasad seorang pemuda di pinggir jalan dengan leher terikat lengan baju panjang itu, menjadi perhatian warga setempat. Bahkan, beberapa orang dari luar desa ada yang sengaja datang untuk mengetahui apa yang tengah terjadi."Farrel, Farrel!" teriak Pak Haji Imran menyeruak di antara kerumunan. Teriakan laki-laki paruh baya itu sontak menjadi pusat perhatian semua orang."Pak Haji!" panggil Bintang yang juga ada di tempat kejadian, sambil menghampiri tetangganya tersebut. Pak Haji Imran berusaha merangsek mendekati tubuh pemuda yang tergeletak mengenaskan di tepi jalan tersebut."Mas Bin, Farrel ... Farrel ... "ucapnya terbata sembari berusaha mendekat ke arah jasad pemuda yang tertutup
"Mas Farrel masih ingat, dengan mimpiku waktu itu?" tanya Bintang yang membuat Farrel mengangguk cepat. "Ingat, Pak," jawab Farrel sambil mengangguk.Sementara itu, Vio, dan Dino yang belum mengerti dengan apa yang mereka bicarakan, memilih menjadi pendengar. Begitu pun dengan salah satu anggota kepolisian yang memintai keterangan ketiga pemuda tersebut.Bintang memang sempat bercerita pada temannya itu jika berapa bulan tinggal di Desa Karanglor, sering mendengar adanya hal yang menurutnya tidak masuk akal. Sementara temannya yang memang asli penduduk kota ini, dia justru tidak merasa heran dengan apa yang diceritakan oleh Bintang. Laki-laki yang tengah menyimak pembicaraan Bintang dan Farrel itu, memang sering mendengar jika pesugihan di lingkungan pedesaan bukan lagi hal yang aneh walaupun sangat sulit dibuktikan. Menurutnya, para pelaku pencari pesugihan itu sangat rapi dalam menjalankan aktivitas mistisnya."Apalagi mereka mendapati Mas Farrel memergokinya saat ada yang melempar
Laki-laki itu pun memilih pergi menuju ke arah motornya yang terparkir, dengan disertai senyuman miring sekilas. Dia membayangkan, akan ada aliran uang ke dalam rekeningnya jika rencana itu berjalan dengan mulus.Dan semua itu hanya bermodalkan sebuah kelicikan.Teringat beberapa hari yang lalu, saat dirinya hampir dihajar Farrel, ketika kepergok melemparkan bungkusan berisi beras kuning ke pekarangan rumah Bintang. Flashback...Setelah membuat sang bos marah karena hampir saja dirinya tertangkap basah oleh Farrel, Trisno berjalan gontai keluar dari halaman rumah bergaya joglo yang luas tersebut. Pikirannya buntu karena terancam kembali menjadi pengangguran. Dia melajukan motornya seolah tak pernah terjadi apa pun. Namun, tiba-tiba sebuah mobil menghadang laju motornya yang membuat motor laki-laki itu berhenti mendadak. Laki-laki itu mengernyitkan dahi ketika mendengar suara tak asing dari belakang kemudi. "Tris, sini sebentar!" panggil wanita muda berparas cantik itu. "Kamu habis