Share

IZINKAN AKU

Penulis: DEAR GREEN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 18:54:31

“Maaf, Mas. Sa-saya nggak sengaja,” ucap Salma yang terkejut ketika tak sengaja menabrak Yusuf yang baru membuka pintu dan tidak menyadari kalau Salma sejak tadi berdiri di depan pintu rumahnya.

Hari telah berganti. Salma terpaksa datang berkunjung atas perintah neneknya.

“Mas .… ada apa?” Alya yang masih berada di dapur, berjalan cepat ke depan saat mendengar suara seorang perempuan.

“Salma?” Alya terbelalak ketika melihat Salma mengelap baju Yusuf bagian dada yang terkena tumpahan kuah gulai yang dibawa Salma.

Gadis bermata kecoklatan itu segera menghentikan kegiatannya, begitu pun Yusuf yang segera menjauh.

“Ma-maaf. Saya tidak sengaja menumpahkan kuah ini ke bajunya Mas Yusuf. Saya ke sini mau mengantar sayur daun singkong gulai buatan nenek.” Salma menjelaskan dengan raut bersalah. Matanya berkali-kali menatap Alya dan Yusuf bergantian.

Alya tersenyum simpul. “Nggak apa-apa, Salma. Yuk, masuk! Mas, kamu ganti baju dulu kalau mau ke rumah Paman Didi.”

Yusuf mengangguk. Dia tak banyak bicara, apalagi setelah dirinya tertangkap oleh Alya saat Salma membersihkan bajunya.

“Ini buatan nenek? Wah …. kelihatannya enak banget.” Alya berujar senang. Namun, Salma tidak menampakkan ekspresi ramah. Wajahnya datar dan kembali dingin.

“Saya mau minta maaf atas sikap saya kemarin, Mbak,” ungkap Salma sambil menunduk.

Alya meraih tangan Salma. “Mbak udah maafin dari kemarin. Mbak yakin, kamu gadis yang baik. Kalau butuh teman curhat, Mbak siap jadi pendengarmu, Salma.”

Gadis berselendang merah itu mengangkat kepala dan menarik tangannya yang digenggam Alya, dengan kasar, dia menatap Alya tanpa senyum. Alya meredupkan senyuman, melihat tidak ada respon yang mengenakan dari Salma.

“Saya minta maaf atas permintaan nenek, bukan karena saya merasa bersalah. Jadi, Mbak Alya sebaiknya jangan berharap saya akan mau menjadi teman apalagi harus curhat. Saya lebih nyaman sendiri,” ungkapnya penuh penekanan.

Alya tertegun. Bukan pertama kali niat baik dan sikap ramahnya dibalas dengan ucapan pedas. Dia sudah cukup banyak menelan pil pahit dari ibu mertua dan adik-adik iparnya.

“Saya permisi.” Salma berdiri dan melangkah pelan menuju pintu keluar.

“Bagaimana kalau dengan Mas Yusuf? Apa kamu mau berteman dengan suami saya?” Pertanyaan Alya seketika membuat Salma menghentikan langkah. Dia membalik badan dengan kening berkerut heran.

Alya tersenyum dan mendektinya. “Aku lihat kamu kemarin tersenyum ramah pada Mas Yusuf.”

Salma menunduk dan salah tingkah. Yusuf muncul dari kamar dan sudah berganti pakaian. Dia tak sengaja mendengar ucapan istrinya.

“Sayang …. ada apa?” Yusuf mendekat dan merangkul bahu sang istri di depan Salma.

Gadis itu terlihat kesal dan segera pergi tanpa menanggapi ucapan Alya.

“Kamu masih maksain buat bisa berteman sama gadis itu? Lihat saja, sikapnya sangat ketus sama kamu,” ucap Yusuf ketika Salma sudah menjauh.

Alya tertawa kecil. “Tapi sama kamu dia mau senyum, kan?” tanya Alya dengan alis terangkat.

Yusuf mencebik. “Tetap saja, dia nggak ramah sama kamu, Sayang. Kamu jangan terlalu baik sama orang, apalagi kita di sini masih baru. Kita belum mengenal bagaimana karakter orang-orang di sini. Aku nggak mau kejadian di rumah mama terulang lagi. Aku mau kamu bahagia di sini dan menjalani proses program kehamilan dengan tenang.”

Alya mengangguk dengan bibir tersenyum dan sejenak memejamkan mata. Dia meresapi ucapan suaminya dengan dalam.

“Baik, Mas.”

****

Beberapa hari telah berlalu. Selama itu pula dia tidak pernah bertemu dengan tetangganya. Baik Nek Minah maupun Salma.

Alya hanya bisa di rumah, Yusuf tidak memperbolehkan dirinya melakukan pekerjaan berat. Jika ingin keluar rumah, Yusuf harus ikut menemani. Pekerjaan rumah seperti memasak, menyapu dan sebagainya, semua direbut oleh Yusuf. Dia ingin meratukan istri tercintanya.

“Dokter bilang apa?” tanya Yusuf mengingatkan istrinya.

Alya menaikkan alis, pura-pura berpikir,

“Kamu nggak boleh kelelahan dan stress, Sayang.”

“Tapi aku bosan kalau nggak ngerjain apa-apa,” rengek Alya dengan mulut mencebik manja.

“Kamu boleh membuat kue, melakukan apa saja, tapi ….” Jari telunjuk Yusuf terangkat. “Jangan terlalu dipaksakan, kalau capek berhenti. Mengerti, Sayang?”

Alya mengangguk. “Kalau bermain dengan Salma?”

Yusuf menarik napas kasar. “Dia sudah bilang nggak mau berteman dengan kamu, Sayang. Jangan dipaksa! Kita nggak tahu dia orangnya seperti apa. Lagi pula dia sibuk bekerja menjadi buruh tani di sawah Paman Didi.”

“Aku akan ke rumahnya menemani Nek Minah, boleh? Aku juga butuh teman cerita, Mas.”

Yusuf mengangguk dan membawa kepala sang istri ke pelukannya.

Tak lama setelah Yusuf pergi ke kebun bersama Paman Didi, Salma bergegas naik, sambil sesekali melihat ke belakang, memperhatikan mobil Yusuf yang melaju pelan.

Suara ketukan pintu tanpa salam membuat Alya ragu membuka pintu. Jika itu suaminya, kenapa tidak ada suara mobil kembali.

“Mbak, ini aku Salma.”

Alya segera membuka pintu dan menyuguhkan senyum ramah sebagai sambutan untuk Salma.

“Wa’alaikumsalam, Salma,” ucap Alya menyindir, bahwa sebaiknya seseorang yang bertamu itu hendaknya mengucap salam.

Salma membuang wajah ke samping, dia paham maksud Alya. “Assalamu’alaikum ….” ucapnya dengan malas.

Alya tersenyum dan kembali menjawab salam Salma. “Ayo masuk!”

Salma langsung duduk di sofa tanpa dipersilahkan.

“Kebetulan banget kamu datang, mbak tadi lagi bikin bakwan jagung, kamu mau?” Alya berjalan ke dapur yang tak jauh dari ruang tamu dan mengambilkan cemilan untuk disuguhkan.

Salma hanya diam dan memperhatikan seisi rumah. Foto pernikahan Alya dan Yusuf dipandangi dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.

Ketika Alya datang, Salma mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Alya tersenyum dan mengetahui kalau barusan Salma menatap dalam, pada figura yang terpampang wajah senyum bahagia dirinya dan Yusuf.

“Mbak beruntung ya, punya suami seperti Mas Yusuf,” celetuknya.

“Alhamdulillah ….” jawab Alya sambil menggeser teh manis hangat ke arah Salma.

“Saya juga ingin menjadi seperti Mbak Alya, apakah bisa?”

Pertanyaan Salma terdengar ambigu dan membingungankan Alya.

“Tentu saja, kamu akan menemukan jodoh yang baik nantinya, selagi kamu memantaskan diri menjadi insan yang baik,” jelas Alya.

Salma menatap Alya penuh arti. Dia tidak bisa berbasa-basi. Salma tidak ingin menahan sesuatu yang sudah beberapa hari ini dia tahan.

“Mbak, kamu mau berteman denganku, kan?” tanya Salma.

Alya mengangguk dengan senyum senang, menganggap Salma telah berubah pikiran.

“Kalau begitu, bolehkah saya mengisi kekosongan kalian di rumah ini?”

Lagi-lagi pertanyaan Salma membingungkan Alya.

“Maksud kamu?” tanya Alya dengan alis nyaris tertaut.

“Bukankah Mbak Alya tidak kunjung hamil?” Salma tersenyum miring, seolah mengejek Alya.

Perempuan bergamis biru langit itu terkejut. Hatinya bagai dihantam ombak besar. Alya terdiam menatap Salma dengan perasaan berbeda. Dia bisa menahan sakit hati jika itu perkataan atau sikap Salma yang biasanya, tetapi kenapa Salma harus membahas tentang kehamilan?

“Mbak …. izinkan saya menikah dengan Mas Yusuf. Insya Allah saya bisa memberikannya buah hati.” Salma menggeser posisi duduknya, mendekati Alya yang terperanga dengan ucapan Salma barusan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MERINDUKAN SURGA   MERINDUKAN SURGA || TAMAT

    “Maaf, Yusuf. Aku harus sampaikan ini sama kamu,” kata Dokter Cindy dengan berat hati dan wajah muram.“Ada apa, Cin?” Yusuf tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.“Aku turut berduka cita atas apa yang terjadi. Aku ngerti betapa hancurnya hati kalian, aku mau menjelaskan sebisa mungkin meskipun aku belum bisa memastikan tanpa adanya pemeriksaan lanjut.” Cindy menyampaikan dengan suara pelan dan hati-hati.Suara isakan terdengar dari Ibunya Alya. Pak Hamdan segera memeluk istrinya dan membuatnya tenang.“Kenapa bisa?!” Suara Yusuf meninggi, terdengar seperti membentak.Cindy seketika menunduk.“Maaf, Cin. Aku nggak bermaksud marah sama kamu.”“Aku ngerti perasaan kamu, Suf. Pecahnya ketuban yang terjadi pada Alya, menjadi faktor pemicu, tapi bukan hanya itu satu-satunya penyebab. Beberapa kemungkinan yang perlu kita investigasi lebih lanjut adalah infeksi yang menyebabkan aliran darah dan oksigen ke plasenta berkurang.”Yusuf terduduk dan membingkai kepalanya yang tiba-tiba berdenyut n

  • MERINDUKAN SURGA   LAHIR

    “Mas, perutku sakit.” Alya meringis sambil memegangi perutnya yang sudah membesar. Dia merasakan sensasi aneh dan rasa sakit yang luar biasa yang membuat dia harus segera menelepon sang suami yang saat ini sedang berada di kebun apel.Tangan kiri Alya bertopang pada jendela kamarnya, sedangkan yang satunya memegang ponsel. Matanya menatap pemandangan sawah di mana pepadian telah menguning dan tak lama lagi akan memasuki musim panen.“Aku pulang sekarang!” Yusuf mengakhiri panggilan. Enam bulan berlalu begitu cepat. Tetapi bagi Alya dan Yusuf, waktu berjalan begitu lambat. Tak sabar rasanya menunggu kehadiran buah hati. Saat ini, adalah masa-masa menegangkan di mana usia kehamilan Alya memasuki minggu ke 37. Selama waktu itu pula, Yusuf telah menjatuhkan talak pada Salma disaksikan Aldi, Alya dan Paman Didi. Dia akhirnya menuruti permintaan Salma pada surat itu, bukan karena Aldi ingin menggantikannya, tapi demi kesehatan mental mereka semua, jika memang itu yang diinginkan Salma.“

  • MERINDUKAN SURGA   BIAR AKU YANG GANTIKAN

    “Itu Salma, Mas!” Alya menunjuk rekaman CCTV yang ditunjukkan Cindy pada layar komputernya.Kening perempuan berjas putih itu mengerut heran, kenapa dua temannya itu mengenal pasien yang ia tangani kemarin.Yusuf mengangguk, dia juga melihat Salma menangis sedangkan Rico berusaha menenangkannya.“Mas, telepon Rico, tanyakan di mana Salma. Aku mau ngomong sama dia,” pinta Alya, menarik lengan baju suaminya seperti anak kecil.Yusuf membawa istrinya duduk agar tenang. “Ingat kata Cindy barusan? Kamu nggak boleh stres!” peringat Yusuf dengan nada pelan.Alya akhirnya mengangguk patuh. Dia mengusap perutnya, menarik napas dan berusaha menenangkan diri.“Cin, makasih banyak, ya. Kita pamit dulu, nanti bakalan rutin periksa ke kamu,” ucap Yusuf berpamitan dengan senyum seolah tak ada masalah.Cindy dengan raut bingung, mengangguk saja. Padahal dia masih ingin mengobrol karena penasaran kenapa Yusuf dan Alya bisa mengenal perempuan itu, tapi dia tidak berhak tahu dan tidak berani bertanya le

  • MERINDUKAN SURGA   TAK BISA MEMAAFKAN

    “Mas, kenapa? Kok, kelihatannya lagi mikirin sesuatu?” Alya sejak tadi memperhatikan suaminya yang tampak berubah.Setelah menerima berita bahagia, ekspresi yang sebelumnya ceria tiba-tiba berubah redup setelah kembali dari rumah Salma.Yusuf menoleh sejenak, sedang tangannya sibuk mengemudikan mobil.“Nggak ada, Sayang.”“Kamu mikirin apa?” tanya Alya dengan nada tegas tapi lembut. Dia tahu, suaminya sedang menyembunyikan sesuatu.Ibu yang sejak tadi di belakang, hanya diam dan mendengarkan.Yusuf masih diam. Sesekali dia menarik senyum seperti dipaksakan.“Apa kamu masih marah sama aku, Mas? Tebak Alya.Yusuf menggeleng cepat. “Enggak, Sayang. Aku cuma ….”“Apa ada sesuatu yang kamu temukan di rumah Salma tadi?” Alya menebak lagi. Sekarang wajah Yusuf tampak terkejut, namun akhirnya mengangguk.“Salma meninggalkan surat.” Yusuf melirik kaca spion depan, melihat ibu mertuanya dengan tatapan sungkan.Sejak tadi dia menyembunyikan hal itu karena tidak ingin ibu mertuanya mendengar. Di

  • MERINDUKAN SURGA   TERIMA KASIH, SAYANG

    Beberapa hari kemudian, kondisi ibu semakin membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Sementara ayah, masih dalam perawatan. Aldi mengabaikan tugas akhir kuliahnya untuk sementara demi menjaga sang ayah. Dia yang membantu mengisi memori baru ketika ayahnya tersadar dan tidak mengingat apa pun bahkan namanya sendiri.Kemarin, ibu ikut pulang ke Desa Pandan. Alya sangat senang bisa bersama sang ibu meski belum bisa berkumpul kembali dengan ayahnya.“Sayang, aku mau ke kebun dulu, ya. Sudah beberapa hari aku jarang mengontrol proyek. Kasihan Paman Didi,” ucap Yusuf berpamitan, ketika selesai sarapan.Alya mengangguk dan tersenyum, sambil membereskan piring di atas meja.“Bu, Yusuf pamit, nanti siang kita ke rumah sakit lagi, jengukin ayah, ya.” Yusuf mencium punggung tangan mertuanya.Wanita yang gemar memakasi songkok jika berada di dalam rumah itu mengangguk dan tersenyum hangat.Alya mengantarkan suaminya ke depan pintu setelah membereskan piring kotor. Dia berjalan pelan seperti tidak

  • MERINDUKAN SURGA   IBU KUAT

    “Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?” tanya Aldi seketika, setelah dokter keluar dari ruang operasi. Dari sisi lain, Yusuf berlari menghampiri Aldi. Dia meninggalkan Salma yang masih belum sadarkan diri dan dalam perawatan di ruang IGD sebelum dokter menentukan ruangan rawat. Dengan napas terengah-engah. Yusuf berdiri di samping Aldi. “Kabar baiknya, Alhamdulillah pasien sudah berhasil ditangani.” “Kabar buruknya?” tanya Yusuf ragu. “Kemungkinan beliau akan mengalami amnesia,” jawab sang dokter. Yusuf menepuk bahu Aldi untuk menenangkannya. Dokter dan rekannya pamit dari sana. Tak lama kemudian, Pak Hamdan dibawa ke ruang ICU. Aldi terduduk lemah. Dia bersyukur ayahnya masih selamat, meski setelah sadar nanti, sang ayah tidak akan mengenalinya. “Terima kasih, Allah. Setidaknya ini akan membuat ayah melupakan masa lalu tersakitnya. Biarkan aku yang menanggung rasa bersalahnya ya Allah ….” Keluh Aldi sambil menangkupkan tangan dan menjatuhkan wajahnya di atas tangan yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status