Share

Bab 5

Author: Aura_Aziiz16
last update Last Updated: 2023-01-09 21:31:20

Part 5

 

"Iya sih. Tapi tumben ya, sudah lama teman-teman Andre nggak pada main ke sini? Biasanya kan ngumpul terus di sini. Apalagi kita sedang ada musibah begini, harusnya mereka empati. Bukan Andre yang ke sana cari teman buat nenangin diri, tapi mereka yang ke sini untuk menghibur Andre, karena bagaimana mereka pasti tahu, bagi kita Ning bukan lagi orang lain."

 

"Iya, Ma. Tapi Papa curiga, jangan-jangan ... ."

 

"Jangan-jangan apa, Pa?" Aku menatap Mas Reno dengan kening berkerut. Menunggu kelanjutan ucapan suamiku itu.

 

Melihatku menatapnya tajam, Mas Reno terlihat kikuk. 

 

"Ehm, bukan maksud Papa suudzon, tapi ... bisa saja kan di antara teman-teman Andre itu ada yang ... memiliki perasaan spesial pada Ning dan melakukan perbuatan terkutuk itu ...?"

 

Gludak! Prang!

 

Belum selesai Mas Reno berucap, tiba-tiba terdengar bunyi benda jatuh dari atas lemari tepat di depan kami.

 

Entah tersebab apa, lampu cas yang kuletakkan di atas lemari kamar tiba-tiba jatuh menimpa lantai dengan sendirinya hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

 

Sontak aku terkejut dan melompat ke arah Mas Reno yang terlihat juga sama terkejutnya mendengar suara benda jatuh itu.

 

Suamiku itu bahkan terlihat tegang dan berkali-kali mengucap istighfar.

 

Aku menyelundupkan kepala ke dalam pelukan Mas Reno. Rasanya saat ini aku benar-benar merasa takut. Takut jika arwah Ning benar-benar gentayangan dan tak mau pergi dari rumah ini. Aku bukan orang yang berani menghadapi gangguan makhluk dari alam berbeda soalnya.

 

"Tenang, Ma. Kita keluar saja yuk. Ajak Bapak dan Ibu Ning makan malam, setelah itu baru doa sama-sama supaya arwah Ning tenang di alam sana. Soal Andre, biar saja dulu. Ini kan belum terlalu malam. Mungkin dia masih nyaman di luar sama teman-temannya, maklum anak muda. Nanti kalau nggak pulang-pulang juga, baru kita telpon."

 

"Iya, Pa."

 

Aku menganggukkan kepala lalu dengan masih dikuasai rasa takut, beranjak mengikuti langkah Mas Reno duluan keluar dari kamar dengan perasaan tegang.

 

πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’Œ

 

"Bu, tadi suara apa ya? Kok kenceng sekali terdengar sampai ke kamar kami?" tanya Bapak Ning saat aku berdua Mas Reno mengajak sepasang suami istri itu makan malam bersama.

 

Mendengar pertanyaan itu, aku dan Mas Reno saling pandang.

 

Apa harus kukatakan bahwa lampu cas yang tergeletak di atas lemari jatuh dengan sendirinya saat kami sedang membicarakan Andre dan teman-temannya?

 

Ya, aku tak mau lagi bersikap suudzon dan curiga tak beralasan pada orang lain sebelum mendapatkan bukti yang jelas.

 

Aku sadar hal itu tidak ada gunanya. Seperti saat aku menuduh Mas Reno tadi. Untunglah suamiku itu bukan tipe laki-laki pemarah dan gampang terpancing emosi sehingga tuduhan dariku dapat ia patahkan dengan tenang karena kemungkinan besar ia memang tidak bersalah.

 

Tapi bagaimana jika aku melayangkan tuduhan itu begitu saja di hadapan Andre atau pun teman-temannya? Apakah mereka akan bisa terima dan membela diri dengan tenang atau sebaliknya akan bersikap emosional hingga melawanku dan aku tak berdaya karena terus terang tak punya bukti yang kuat? 

 

Ya, mulai sekarang sepertinya aku harus belajar menahan diri dan berusaha menguak semua tabir kematian Ning dengan lebih sabar dan hati-hati. Apalagi hasil penyelidikan polisi juga belum keluar, apakah Ning meninggal akibat rekayasa atau benar-benar murni bunuh diri?

 

"Bukan apa-apa, Pak. Ayo kita makan malam saja dulu, habis ini kita doa sama-sama," ujarku sembari menggandeng bahu ibu Ning yang terlihat masih tak tenang.

 

Wanita yang usianya tak beda jauh denganku itu tampak begitu sedih dan kalut. Kehilangan putri sulungnya itu pasti merupakan sebuah pukulan terberat bagi wanita itu.

 

Bapak Ning mengangguk. Kami berempat akhirnya makan malam bersama-sama dalam suasana hening dan tak enak.

 

Usai makan, kami pun melanjutkan rencana semula yakni doa sama-sama, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk ketenangan arwah Ning di alam kuburnya.

 

Hingga pukul sepuluh malam doa bersama yang kami lakukan baru selesai dan gelisah saat menyadari Andre belum juga pulang.

 

πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’Œ

 

"Andre, kamu dari mana saja? Kok jam segini baru pulang?" tanya Mas Reno saat Andre akhirnya pulang ke rumah.

 

Tampak wajah putraku itu begitu kacau. Entah gerangan apa yang membuatnya seperti itu.

 

Andre diam, tak menjawab. Langsung saja masuk ke dalam rumah tanpa bicara apa-apa.

 

"Ndre, kamu nggak sadar, kita baru saja kena musibah! Tapi kamu bukannya empati dan ikut mendoakan, malah keluyuran sampai malam begini. Maumu apa sebenarnya?" tanya Mas Reno tiba-tiba dengan nada suara meninggi hingga membuatku ikut terkejut mendengarnya.

 

Mendengar nada suara Mas Reno itu, aku langsung bertindak. Menyongsong tubuh putraku dan menuntunnya pelan-pelan ke kursi.

 

Aku tahu, sama sepertiku, Andre pasti juga merasa terpukul mendapati musibah ini dan melarikannya dengan melakukan hal-hal yang sekiranya bisa meringankan pikirannya, meski itu salah.

 

"Sabar, Mas. Andre baru pulang. Biarkan dia tenang dulu. Ndre, kamu mandi habis itu makan terus kita bicara ya. Mama dan Papa perlu tahu kamu habis dari mana, karena ada hal yang harus kamu ketahui sehubungan dengan kematian Ning. Tapi, nanti saja mama ceritakan. Sekarang kamu mandi dulu terus makan ya, baru kita bicara," ucapku menengahi suasana antara tegang antara Papa dan anak itu.

 

Mendengar ucapanku, Andre mengangguk kecil, lalu beranjak pelan menuju kamar dan menghilang di baliknya.

 

Beberapa saat kemudian kudengar suara Andre sedang membersihkan diri. Namun baru beberapa saat, tiba-tiba terdengar teriakan keras dari mulut putraku itu yang sontak membuatku dan Mas Reno menghambur menuju kamar Andre dengan perasaan terkejut dan tak tenang.

 

πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’Œ

 

"Andre, kamu kenapa?" Kulihat tubuh Andre yang hanya mengenakan celana pendek dan masih berselimut busa sabun menunjuk ke sudut kamar mandi dengan ekspresi takut yang sangat.

 

Tampaknya ia belum selesai mandi tapi sudah diganggu oleh sesuatu yang tidak kasat mata, sama seperti saat kami di kamar tadi.

 

"Mbak Ning, Ma ... Mbak Ning marah dan melotot di situ. Aku takut ... takut, Ma ... ." ucap Andre dengan suara tersendat-sendat.

 

πŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’ŒπŸ’Œ

 

Hai, tinggalkan komentar dan love-nya ya 😍

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Keizaurelia shafal
Asikk banget cerita aku suka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Β Β Β Bab 23 (Ekstra Part)

    Part 23Nungky menatap lelaki muda berwajah tampan yang barusan menjadi saksi sidang kasus pembunuhan Ning Adelia, kakak kembarnya dengan senyum terulas di bibirnya.Sejak sidang kasus itu mulai bergulir, Ferdy memang menjadi saksi utama kasus pembunuhan itu, selain Bram dan kedua orang tuanya yang juga ikut menjadi saksi yang memberatkan para terdakwa.Kesaksian Ferdy sendiri soal kedatangan Varo dan kawan-kawannya ke kediaman majikan kakaknya malam di mana Ning dinodai, memang menjadi bukti permulaan kejahatan Varo dan para pembantunya terkuak.Satu persatu tabir kejahatan itu akhirnya terbongkar juga, hingga terakhir adalah terungkapnya kejahatan dokter Herman, yang bukan saja telah sengaja menghilangkan nyawa Ning atas permintaan Varo tetapi juga kejahatannya selama ini telah membuka praktek aborsi ilegal yang dilarang oleh agama dan pemerintah.Oleh karena itu, selain dihukum atas kesalahannya yang telah sengaja melakukan upaya pembunuhan dan malpraktek terhadap Ning dengan membe

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Β Β Β Bab 22 (Ending)

    Part 22"Aku tak akan pernah mengakui hal yang tidak aku perbuat! Lagipula apa hak kalian memaksaku bicara? Andai pun benar aku yang menyuruh orang lain untuk menghilangkan nyawa perempuan itu, kalian mau apa? Ingat, orang tuaku orang terpandang dan berpengaruh di sini, kalau aku tidak pulang sampai besok pagi, bisa dipastikan polisi akan mengejar kalian ke manapun kalian pergi. Siap-siap saja kalian masuk penjara!" sahut Varo dengan bibir tersenyum sinis.Mendengar kalimat itu, Joe menggertakkan rahangnya."Oh ya? Coba kau lihat aku sekarang! Apa kelihatannya aku orang yang takut pada ancaman polisi? Kau salah, aku justru berteman baik pada mereka. Itu sebabnya hanya dengan sedikit bukti dan pengakuan saja darimu, kupastikan polisi justru akan membekukmu dan memasukkanmu dalam penjara! Kau tidak percaya? Perlu aku buktikan?" tanya Joe sembari menaikkan sedikit sudut bibirnya tak kalah sinis, membuat Alvaro mencibir mendengarnya."Terserah, apapun katamu, aku tak akan pernah mengakui

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Β Β Β Bab 21

    Part 21Perempuan muda bernama Lira itu membuka pintu mobil yang terparkir di depan tempat hiburan malam di mana mereka baru saja menghabiskan waktu bersama lalu membantu Alvaro yang tampak sempoyongan tidak berdaya dalam pelukannya untuk masuk dan duduk di bagian kursi penumpang.Laki-laki itu terlihat mabuk berat hingga tak memungkinkan baginya untuk mengemudikan kendaraan sendirian. Apalagi Lira memang bukan tak punya tujuan tertentu membawa Alvaro saat ini. Ada sebuah rencana yang sedang bermain di benak gadis itu saat ini, tentu saja atas perintah Joe, partner kerjanya.Usai membantu Alvaro duduk, Lira kemudian bergeser ke bagian sopir dan bersiap-siap pergi dari tempat itu.Tetapi sebelum pergi, ia mengambil ponsel miliknya lebih dulu dari dalam tas lalu menghubungi Joe yang saat itu juga sedang mengawasi dua teman Lira yang lain yang saat itu tengah menemani Dicky dan Bram, menghabiskan minumannya di bar.Berkali-kali Joe menggeleng-gelengkan kepalanya demi melihat keliaran Bra

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Β Β Β Bab 20

    Part 20 "Sekarang ceritakan padaku, bagaimana kronologi kematian Ning sebenarnya sepanjang yang kamu ketahui?" tanya Nungky sembari menatap Ferdy yang sedang memainkan pipet minumannya dengan gerakan tak tenang di depannya. Ada mendung bergayut di sepasang bola mata elang lelaki itu, membuat Nungky sadar jika lelaki di depannya itu memang benar-benar telah kehilangan seorang Ning. Sebelum menjawab, Ferdy menghembuskan nafasnya terlebih dahulu. "Baiklah. Aku akan bicara jujur apa adanya tanpa ada satu hal pun yang akan aku tutup-tutupi. Silahkan berikan penilaian apa saja padaku setelah kau mendengar penjelasanku, tapi satu hal jangan pernah ragukan ketulusanku pada Ning karena aku berani bersumpah atas nama Tuhan, jika aku memang benar-benar ingin menolong saudarimu." Ferdy menghela nafas lalu melanjutkan kembali ucapannya. "Malam itu ... aku terpaksa mengantar Andre, anak majikan kakak kembarmu yang sedang mabuk, pulang ke rumahnya. Aku hampir saja pergi setelah itu ta

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Β Β Β Bab 19

    Part 19[Kamu siapa?] tanya Ferdy pada gadis pengirim inbox.[Aku Ning.] Jawab Nungky dengan harap-harap cemas menanti sebuah petunjuk dari laki-laki di seberang telepon yang akan mampu membongkar misteri kematian saudari kembarnya itu sesungguhnya.[Ning? Jangan bercanda! Dia sudah meninggal dunia!] sahut Ferdy dengan tegas. Ia memang tak sudi dipermainkan, apalagi oleh orang yang tidak ia kenal seperti gadis ini.Senyum simpul tampak terukir di bibir Nungky demi membaca balasan pesan darinya itu. Ia merasa pancingannya kena. Sejauh ini Ferdy menunjukkan sikap mengenal Ning dengan cukup baik. Itu membuatnya tinggal mengorek sejauh mana lelaki itu mengenal Ning.[Kamu yakin? Aku Ning. Dan aku masih hidup.] balas Nungky lagi. Keukeuh.[Jangan main-main! Aku tahu Ning sudah meninggal dunia, dan orang yang sudah meninggal dunia tak akan bisa hidup lagi dan kembali lagi ke dunia. Jadi berhentilah mempermainkanku karena aku nggak punya waktu untuk bercanda!] tegas Ferdy lagi.[Tapi aku ben

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Β Β Β Bab 18

    Part 18Nungky menatap pria di depannya yang tengah duduk dan terlihat tidak sabar menunggu instruksi darinya.Lelaki bertubuh gempal dengan tatto menghiasi hampir sekujur tubuhnya itu tampak menyeringai lebar sambil memandangi foto yang terlihat berserakan di hadapannya. Semuanya ada tujuh buah foto dengan orang yang berbeda-beda."Jadi, katakan apa tugasku?" tanya pria itu dengan suara parau sembari mengambil foto-foto itu dan mengamatinya satu persatu.Pada foto yang memperlihatkan gambar Alvaro, lelaki itu mengamatinya lebih lama dan tajam. Keningnya berkerut, mata memicing lalu detik berikutnya hembusan nafas keluar dari hidungnya. "Andai ada tugas lain yang lebih menyenangkan daripada harus berurusan dengan begundal-begundal ingusan ini. Mereka berbuat kejahatan bukan karena terpaksa tapi karena tak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengisi hidup mereka yang kosong. Bocah butuh pengakuan! Butuh jati diri tapi orang tuanya tak peduli dan jadi bocah sampah! Hanya bisa berlindun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status