Share

Bab 4

Author: Aura_Aziiz16
last update Last Updated: 2023-01-09 21:29:49

Part 4

 

 

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulutku, Mas Reno mengernyitkan dahinya.

 

"Maksud Mama?" tanyanya bingung.

 

"Jangan pura-pura, Pa. Di rumah ini cuma ada Papa dan Andre. Sementara kita sama-sama tahu, Ning nggak pernah keluar rumah kecuali ke supermarket atau ke mall, itu pun nggak lama. Ning juga nggak pernah menunjukkan gelagat atau pernah bercerita kalau dia memiliki kekasih. Lalu siapa yang punya kesempatan untuk berhubungan sama dia kalau bukan Papa atau ... Andre! Tapi aku nggak percaya kalau anak kita akan berani melakukan hal itu pada Ning. Jadi kesimpulan mama ... kesimpulan mama ... Papa pasti ada hubungannya dengan kehamilan Ning. Iya 'kan? Ngaku aja, Pa. Biar Papa nggak dihantui arwah Ning lagi seperti subuh tadi. Kalau Papa nggak punya hubungan apa-apa sama Ning, kenapa dari sebanyak ini orang, cuma Papa yang didatangi?" tanyaku seru.

 

Saking sudah dikuasai oleh rasa curiga, aku sampai tak bisa lagi menahan diri hingga mengucapkan begitu saja apa yang terlintas dalam benakku yang tidak seharusnya kuucapkan di depan orang lain seperti Bapak dan Ibu Ning ini.

 

Ya. Aku memang sudah tak bisa lagi menguasai diri hingga akal dan benakku buntu dan lepas kontrol seperti ini.

 

"Mama keterlaluan! Apa buktinya Papa punya hubungan sama Ning? Apa Mama pikir Papa sudah gila hingga tega melakukan itu pada pembantu sendiri? Ma, Papa ini orang beragama. Papa sholat. Untuk apa Papa beribadah kalau nggak bisa membedakan mana yang halal dan mana yang haram? Menghamili anak orang dan nggak mau tanggung jawab? Mama juga tega menyebut-nyebut anak sendiri sebagai laki-laki yang punya kemungkinan melakukan itu? Apa nggak ada tuduhan lain, Ma? Apa Mama sudah gila?" Mas Reno menatapku tajam sembari menahan gejolak emosi pada dirinya supaya tidak terpancing dan ikut-ikutan meledak mengingat saat ini kami sedang bersama kedua orang tua Ning yang hanya diam terpaku melihat pertengkaran kami.

 

"Ma, Ning itu kan nggak selalu di rumah. Kadang saat weekend dia keluar juga kan walaupun cuma sebentar? Kita nggak tahu lho apa yang sudah terjadi di luar. Bisa saja dia punya pacar dan nggak ngomong ke kita karena malu? Yang jelas, Papa nggak pernah berbuat tidak senonoh dengan Ning, dan Papa berani bersumpah di atas Al-Qur'an kalau Mama masih meragukan itu!" sambung Mas Reno kembali dengan nada tegas.

 

Mendengar pembelaan diri Mas Reno, nyaliku sedikit menciut. Aku tahu suamiku itu tidak pernah main-main. Seperti sudah kukatakan sebelumnya, lelaki itu nyaris tidak pernah menyembunyikan rahasia padaku.

 

Jadi, jika dia berkata tidak, bahkan sampai berani bersumpah di atas kitab suci untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah, maka kemungkinan besar, Mas Reno berkata benar.

 

Ia tidak berbohong dan tidak menyembunyikan rahasia kelam di belakangku.

 

Tapi, kalau begitu lantas siapa laki-laki yang sudah menghamili Ning? Apa mungkin Andre? Putraku itu memang sudah beranjak dewasa. Usianya sudah menginjak sembilan belas tahun dan sudah pasti telah memiliki gairah terhadap lawan jenis.

 

Namun, mungkinkah ia melampiaskan pada asisten rumah tangga kami dan tak mau bertanggungjawab karena takut kami marah dan tidak terima? Kalau pun iya, tentu kami sebagai orang tua akan berusaha mencarikan jalan keluar supaya tidak berakhir tragis seperti ini. Semua pasti ada jalan keluarnya asalkan Ning tidak harus bunuh diri seperti ini. 

 

"Bu, Pak. Sudah. Sekarang bukan waktunya lagi kita bertengkar. Anak saya sudah meninggal dunia dan sekarang sedang diselidiki sebab kematiannya. Alangkah baiknya waktu yang ada kita gunakan untuk mendoakannya. Apalagi Ibu bilang tadi, arwah Ning sempat mendatangi Pak Reno. Kalau menurut orang tua-tua itu artinya, arwah Ning belum tenang di alam sana. Jadi, saya mohon, Bapak dan Ibu jangan bertengkar lagi dan sama-sama membantu mendoakan anak saya," sela Bapak Ning dengan suara bergetar.

 

Laki-laki berusia empat puluhan tahun itu terlihat menundukkan wajah dengan raut tertekan. Wajar, jangankan lelaki itu, aku saja sebagai majikan sangat tertekan oleh kejadian yang baru saja terjadi ini hingga akal dan pikiran nyaris buntu dan menuduh yang tidak-tidak pada suami dan anak kandung sendiri.

 

"Ya, Bapak benar. Maafkan saya dan istri saya yang begitu merasa kehilangan Ning hingga tak bisa mengontrol diri seperti ini, ya Pak. Sekarang, lebih baik kita fokus mendoakan Ning supaya dilapangkan jalannya menuju sang Pencipta. Nanti setelah sholat Isya, kita sama-sama doa ya buat ketenangan arwah Ning.  Sekarang Bapak dan Ibu silahkan istirahat dulu karena dari tadi belum istirahat kan? Ma, tolong antar Ibu dan Bapak Ning ke kamar tamu biar bisa istirahat. Nanti habis sholat Isya, baru kita sama-sama doa. Jangan membantah. Papa nggak mau bertengkar lagi!" ucap Mas Reno dengan nada tegas.

 

Mendengar ucapannya, aku hanya menganggukkan kepala. Kali ini aku tak mau lagi membantah dan bertengkar dengan suamiku. 

 

Mas Reno benar, aku tak punya bukti untuk menuduhnya dan semuanya memang masih menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga saat ini.

 

šŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’Œ

 

"Ma, Andre kemana ya? Kok dari sore belum pulang juga?" tanya Mas Reno saat kami selesai sholat Isya dan rencana sebentar lagi akan membaca doa sama-sama untuk ketenangan arwah Ning di alam sana.

 

Mendengar pertanyaan Mas Reno, aku seolah baru tersadar jika putra satu-satunya kami itu sejak pamit keluar sore tadi memang belum juga pulang.

 

Padahal hari ini hari Minggu. Andre tidak kuliah dan tidak biasanya keluar malam seperti ini.

 

"Nggak tahu, Pa. Tadi pamit ke mana sih? Soalnya mama nggak konsentrasi jadi nggak dengar waktu dia pamit keluar tadi?" tanyaku balik dengan kening berkerut.

 

"Sama. Papa juga. Tapi biasanya dia cuma ke rumah teman-temannya aja kan?"

 

"Iya sih. Tapi tumben ya, sudah lama teman-teman Andre nggak pada main ke sini? Biasanya kan ngumpul terus di sini. Apalagi kita sedang ada musibah, harusnya mereka empati. Bukan Andre yang ke sana cari teman buat nenangin diri, tapi mereka yang ke sini untuk menghibur Andre, karena bagaimana mereka pasti tahu, bagi kita Ning bukan lagi orang lain."

 

"Iya, Ma. Tapi Papa curiga, jangan-jangan ... ."

 

šŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’ŒšŸ’Œ

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Ā Ā Ā Bab 23 (Ekstra Part)

    Part 23Nungky menatap lelaki muda berwajah tampan yang barusan menjadi saksi sidang kasus pembunuhan Ning Adelia, kakak kembarnya dengan senyum terulas di bibirnya.Sejak sidang kasus itu mulai bergulir, Ferdy memang menjadi saksi utama kasus pembunuhan itu, selain Bram dan kedua orang tuanya yang juga ikut menjadi saksi yang memberatkan para terdakwa.Kesaksian Ferdy sendiri soal kedatangan Varo dan kawan-kawannya ke kediaman majikan kakaknya malam di mana Ning dinodai, memang menjadi bukti permulaan kejahatan Varo dan para pembantunya terkuak.Satu persatu tabir kejahatan itu akhirnya terbongkar juga, hingga terakhir adalah terungkapnya kejahatan dokter Herman, yang bukan saja telah sengaja menghilangkan nyawa Ning atas permintaan Varo tetapi juga kejahatannya selama ini telah membuka praktek aborsi ilegal yang dilarang oleh agama dan pemerintah.Oleh karena itu, selain dihukum atas kesalahannya yang telah sengaja melakukan upaya pembunuhan dan malpraktek terhadap Ning dengan membe

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Ā Ā Ā Bab 22 (Ending)

    Part 22"Aku tak akan pernah mengakui hal yang tidak aku perbuat! Lagipula apa hak kalian memaksaku bicara? Andai pun benar aku yang menyuruh orang lain untuk menghilangkan nyawa perempuan itu, kalian mau apa? Ingat, orang tuaku orang terpandang dan berpengaruh di sini, kalau aku tidak pulang sampai besok pagi, bisa dipastikan polisi akan mengejar kalian ke manapun kalian pergi. Siap-siap saja kalian masuk penjara!" sahut Varo dengan bibir tersenyum sinis.Mendengar kalimat itu, Joe menggertakkan rahangnya."Oh ya? Coba kau lihat aku sekarang! Apa kelihatannya aku orang yang takut pada ancaman polisi? Kau salah, aku justru berteman baik pada mereka. Itu sebabnya hanya dengan sedikit bukti dan pengakuan saja darimu, kupastikan polisi justru akan membekukmu dan memasukkanmu dalam penjara! Kau tidak percaya? Perlu aku buktikan?" tanya Joe sembari menaikkan sedikit sudut bibirnya tak kalah sinis, membuat Alvaro mencibir mendengarnya."Terserah, apapun katamu, aku tak akan pernah mengakui

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Ā Ā Ā Bab 21

    Part 21Perempuan muda bernama Lira itu membuka pintu mobil yang terparkir di depan tempat hiburan malam di mana mereka baru saja menghabiskan waktu bersama lalu membantu Alvaro yang tampak sempoyongan tidak berdaya dalam pelukannya untuk masuk dan duduk di bagian kursi penumpang.Laki-laki itu terlihat mabuk berat hingga tak memungkinkan baginya untuk mengemudikan kendaraan sendirian. Apalagi Lira memang bukan tak punya tujuan tertentu membawa Alvaro saat ini. Ada sebuah rencana yang sedang bermain di benak gadis itu saat ini, tentu saja atas perintah Joe, partner kerjanya.Usai membantu Alvaro duduk, Lira kemudian bergeser ke bagian sopir dan bersiap-siap pergi dari tempat itu.Tetapi sebelum pergi, ia mengambil ponsel miliknya lebih dulu dari dalam tas lalu menghubungi Joe yang saat itu juga sedang mengawasi dua teman Lira yang lain yang saat itu tengah menemani Dicky dan Bram, menghabiskan minumannya di bar.Berkali-kali Joe menggeleng-gelengkan kepalanya demi melihat keliaran Bra

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Ā Ā Ā Bab 20

    Part 20 "Sekarang ceritakan padaku, bagaimana kronologi kematian Ning sebenarnya sepanjang yang kamu ketahui?" tanya Nungky sembari menatap Ferdy yang sedang memainkan pipet minumannya dengan gerakan tak tenang di depannya. Ada mendung bergayut di sepasang bola mata elang lelaki itu, membuat Nungky sadar jika lelaki di depannya itu memang benar-benar telah kehilangan seorang Ning. Sebelum menjawab, Ferdy menghembuskan nafasnya terlebih dahulu. "Baiklah. Aku akan bicara jujur apa adanya tanpa ada satu hal pun yang akan aku tutup-tutupi. Silahkan berikan penilaian apa saja padaku setelah kau mendengar penjelasanku, tapi satu hal jangan pernah ragukan ketulusanku pada Ning karena aku berani bersumpah atas nama Tuhan, jika aku memang benar-benar ingin menolong saudarimu." Ferdy menghela nafas lalu melanjutkan kembali ucapannya. "Malam itu ... aku terpaksa mengantar Andre, anak majikan kakak kembarmu yang sedang mabuk, pulang ke rumahnya. Aku hampir saja pergi setelah itu ta

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Ā Ā Ā Bab 19

    Part 19[Kamu siapa?] tanya Ferdy pada gadis pengirim inbox.[Aku Ning.] Jawab Nungky dengan harap-harap cemas menanti sebuah petunjuk dari laki-laki di seberang telepon yang akan mampu membongkar misteri kematian saudari kembarnya itu sesungguhnya.[Ning? Jangan bercanda! Dia sudah meninggal dunia!] sahut Ferdy dengan tegas. Ia memang tak sudi dipermainkan, apalagi oleh orang yang tidak ia kenal seperti gadis ini.Senyum simpul tampak terukir di bibir Nungky demi membaca balasan pesan darinya itu. Ia merasa pancingannya kena. Sejauh ini Ferdy menunjukkan sikap mengenal Ning dengan cukup baik. Itu membuatnya tinggal mengorek sejauh mana lelaki itu mengenal Ning.[Kamu yakin? Aku Ning. Dan aku masih hidup.] balas Nungky lagi. Keukeuh.[Jangan main-main! Aku tahu Ning sudah meninggal dunia, dan orang yang sudah meninggal dunia tak akan bisa hidup lagi dan kembali lagi ke dunia. Jadi berhentilah mempermainkanku karena aku nggak punya waktu untuk bercanda!] tegas Ferdy lagi.[Tapi aku ben

  • MISTERI KEMATIAN ART-KU Ā Ā Ā Bab 18

    Part 18Nungky menatap pria di depannya yang tengah duduk dan terlihat tidak sabar menunggu instruksi darinya.Lelaki bertubuh gempal dengan tatto menghiasi hampir sekujur tubuhnya itu tampak menyeringai lebar sambil memandangi foto yang terlihat berserakan di hadapannya. Semuanya ada tujuh buah foto dengan orang yang berbeda-beda."Jadi, katakan apa tugasku?" tanya pria itu dengan suara parau sembari mengambil foto-foto itu dan mengamatinya satu persatu.Pada foto yang memperlihatkan gambar Alvaro, lelaki itu mengamatinya lebih lama dan tajam. Keningnya berkerut, mata memicing lalu detik berikutnya hembusan nafas keluar dari hidungnya. "Andai ada tugas lain yang lebih menyenangkan daripada harus berurusan dengan begundal-begundal ingusan ini. Mereka berbuat kejahatan bukan karena terpaksa tapi karena tak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengisi hidup mereka yang kosong. Bocah butuh pengakuan! Butuh jati diri tapi orang tuanya tak peduli dan jadi bocah sampah! Hanya bisa berlindun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status