Share

10. LIMA TAHUN KEMUDIAN

LIMA TAHUN KEMUDIAN...

Hari ini keadaan pasar ikan di Penjaringan, Muara Baru, terlihat agak sepi.

Semenjak pihak Pemerintah DKI melakukan survei tempat dan lokasi untuk perencanaan pembangunan Pasar Ikan Modern, mau tidak mau semua nelayan dan para penjual ikan terpaksa diungsikan ke tempat baru.

Sayangnya, di tempat baru ini mereka banyak kehilangan para pelanggan karena akses jalan yang sempit, serta kesan kumuh dan jorok yang menjadikan pasar ikan dadakan itu kini sepi pengunjung.

Para konsumen lebih memilih untuk pergi ke supermarket yang higienis dan nyaman, ketimbang bersusah payah datang ke tempat berbau amis yang dipenuhi lalat-lalat menjijikan seperti di pasar ikan dadakan ini.

Banyak para pedagang yang mengeluh karena ikan-ikan mereka pada akhirnya busuk karena tidak segera di konsumsi.

"Ya mau gimana lagi, harus sabar-sabarlah, nanti kalau pasar ikan modern udah jadi, kita-kita juga yang enakkan?" ujar Pak Slamet salah satu nelayan ikan yang biasa menjajakan hasil tangkapan ikannya di pasar ikan tersebut.

"Iya Pak, tapikan kita juga butuh makan selagi nunggu pasar modern itu jadi, pembangunannya aja baru jadi rencana, kapan tau ini sih jadinya," sahut Pak Mukidi si pedagang ikan.

"Makanya Pak, besok-besok Nelayan libur aja dulu cari ikan, soalnya ikannya yang kemarin Bapak-bapak bawa ke sini aja belum laku tuh," kali ini Pak Riswan yang menyahut. "Sam, itu kotak yang di mobil bawa aja ke sini, itu isinya udang semua," perintah Pak Riswan pada seorang laki-laki yang baru saja kembali dengan satu jinjingan penuh berisi ikan-ikan segar.

Laki-laki itu mengangguk tanda mengerti dan mulai menjalankan perintah majikannya.

Pak Mukidi memperhatikan laki-laki itu dengan kening yang berkerut. Dia menoleh ke arah Pak Riswan dan kembali bicara, "itu siapa Ris? Kuli baru?" tanya Pak Mukidi.

"Iya, namanya Samudra. Dia baru dua hari kerja sama saya," jawab Pak Riswan apa adanya. Pak Riswan tidak mengacuhkan tatapan aneh dari Pak Mukidi. Dia sibuk menata ikan-ikannya untuk dijajakan pada para konsumen dan pemasok ikan hari ini.

"Kok saya kayak pernah liat ya?" ucap Pak Mukidi lagi.

"Liat di mana?" tanya Pak Slamet.

"Lupa tapi! Hehehe..."

"Huuuhh, pikun!"

Ketiga laki-laki tua itu pun asik bercakap lagi mengenai rencana pembangunan pasar ikan modern di Muara Baru. Sampai akhirnya laki-laki bernama Samudra itu kembali.

"Mas-mas, pernah tinggal di daerah Kali Malang ya?" tanya Pak Mukidi pada Samudra.

Samudra menghentikan aktifitasnya sejenak setelah dia menaruh satu keranjang udang milik Pak Riswan. Dia menoleh ke arah Pak Mukidi. Lalu menggeleng dua kali, tanpa ekspresi yang berarti.

Hingga setelahnya laki-laki bertubuh kekar itu membantu kegiatan Pak Riswan.

Setelah pekerjaan selesai, Pak Riswan menyuruh Samudra untuk beristirahat karena memang sudah tak ada pekerjaan lagi yang harus dia kerjakan.

Samudra pun hengkang dari tempat itu, tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Eh, Wan, itu laki-laki bisu apa? Saya tanya jawabnya gitu doang?" tanya Pak Mukidi yang semakin yakin bahwa dia pernah melihat Samudra sebelumnya. Sayangnya otak bodoh dan penyakit pikunnya membuat Pak Mukidi jadi kesulitan mengingat.

Pak Riswan tertawa renyah. "Dia emang begitu. Hampir nggak pernah ngomong. Awalnya saya juga mikir dia gagu, tapi sebenernya dia bisa ngomong kok," jawab Pak Riswan.

Pak Mukidi dan Pak Slamet pun hanya manggut-manggut tanda mengerti.

*****

Seorang wanita terlihat keluar dari sebuah Honda Brio berwarna pink cerah. Dia baru saja memarkirkan mobilnya di kawasan lahan parkir sebuah Proyek yang katanya sih mau di bangun pasar ikan modern.

Wanita itu mulai celingukan seperti sedang mencari seseorang. Wajahnya yang terbalut make up tipis sedikit mengernyit karena silau terkena sinar matahari yang terasa membakar kulit.

Wanita itu memayungi matanya dengan ke dua tangan, lalu mulai melangkah memasuki kawasan proyek.

Dia berjalan terus dan terus, masih tetap celingukan mencari-cari sesuatu meski tak ditemukannya juga.

Sampai akhirnya dia sampai pada sebuah pasar ikan dadakan yang terlihat sangat kotor dan menjijikan.

Wanita itu bergidik saat dilihatnya bangkai-bangkai ikan busuk yang menumpuk di sebuah keranjang dan dikerubungi lalat, bahkan sepertinya bangkai-bangkai itu sudah mulai dikerubungi belatung juga.

Iyyyuuuwwhhh... Ueekkk!

Hampir saja dia muntah jika dia tidak segera menyingkir.

Wanita itu mengibaskan sebelah tangannya untuk mengusir bau amis yang menusuk rongga pernapasannya.

Dia berhenti di sebuah warung nasi masih di sekitar pasar ikan tersebut, karena mendadak haus, akhirnya dia pun memesan satu gelas es teh manis di sana.

Wanita itu duduk di sebuah bangku panjang sambil mengutak-atik ponselnya. Sesekali dia seperti berusaha menghubungi seseorang meski terus gagal. Dia mendengus kesal.

"Nih Mba es tehnya," ucap si pemilik warung pada wanita pemilik rambut panjang bergelombang itu.

"Oh, iya makasih Mba," sambutnya dengan tangan terulur menerima secangkir es teh manis yang terlihat begitu segar. Dia pun menyeruput es teh manisnya. Lalu tersenyum sumringah saat hawa dingin es itu terasa menyejukkan kerongkongannya.

"Mba, nasi satu sama lauknya kayak biasa," ucap seorang laki-laki yang baru saja memasuki warung nasi itu. Dia duduk santai persis di sebelah wanita tadi. Lalu, laki-laki itu menyulut sebatang rokok dan terlihat asik menghisap rokoknya dan menghembuskan asap rokok itu ke sembarang arah.

"Uhuk! Uhuk!" si wanita terbatuk saat asap rokok itu terhirup olehnya. Dia menutupi gelas es teh manisnya dengan sebelah tangan, takut polusi dari asap rokok itu mengenai minumannya. "Mas jangan ngerokok di sini dong, saya nggak kuat sama asep rokok," ujar si wanita pada si laki-laki.

Wanita itu terus memperhatikan ekspresi laki-laki di sebelahnya. Sama sekali tak ada perubahan yang berarti. Laki-laki itu tetap santai dengan gayanya semula dan menikmati hisapan rokoknya, sampai akhirnya pesanan nasi laki-laki itu datang.

Laki-laki itu terlihat mematikan sumbu rokoknya dan mulai makan. Bahkan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

Iyuwwhhh, jorok banget! Pikir si wanita.

"Mas, kamu kan habis merokok, cuci tangan dululah kalau mau makan pakai tangan?" saran si wanita, sedikit sok tahu. Tapi lagi-lagi, ucapannya seolah tak di dengar oleh laki-laki itu yang bahkan tak sedikit pun melirik apalagi menoleh ke arah si wanita di sampingnya. Padahal saat itu, di dalam warung nasi hanya ada mereka berdua. Jadi sudah pasti wanita di sebelahnya tadi berbicara dengannya, hanya saja laki-laki itu memang malas meladeni siapa pun yang SKSD dengannya. Apalagi jika dia orang asing. Hanya buang-buang energi. Pikir laki-laki itu.

Toh kalau memang wanita itu terganggu, kenapa tidak dia saja yang menyingkir, iyakan? Pikir si laki-laki dalam hati.

Wanita itu terlihat menggeram. Dia kesal karena merasa tidak diacuhkan. Hingga setelahnya, dia pun hengkang dari warung nasi itu setelah membayar es teh manisnya.

Tanpa pernah dia menyadari, kalau ponselnya ternyata tertinggal di meja warung nasi tadi, tepat di sebelah si laki-laki itu duduk.

*****

"Delon?" sapa seorang wanita pada Delon, kekasihnya yang bekerja sebagai kepala proyek di Muara baru.

Delon yang saat itu sedang sibuk bekerja cukup dikagetkan dengan sapaan itu. Dia pun menoleh ke arah suara.

"Airish?" ucapnya dengan senyuman yang mengembang. "Kamu ngapain ke sini?" tanya Delon lagi setelah selesai cipika-cipiki dengan Airish. Dia meninggalkan sejenak pekerjaannya dan memfokuskan diri dengan Airish.

Meski, dalam hati sesungguhnya dia merasa terganggu dengan kehadiran Airish di sini.

"Ya mau ketemu kamulah? Masih tanya sih?" ucap Airish yang langsung memasang tampang cemberut. Dia bergelayut manja di bahu Delon.

"Iya-iya, sorry ya, akhir-akhir ini aku sibuk banget. Inikan proyek pertama aku, sayang. Kamu tahulah, aku harus bener-bener fokus menangani proyek ini supaya nggak mengecewakan Papa kamu," jelas Delon lagi. Dia menatap dalam Airish sambil tersenyum. "Kenapa tadi nggak hubungin aku aja?"

"Udah kok, aku udah hubungin kamu, berkali-kali malah, tapi Hp kamu nggak aktif-aktif. Aku kangen banget sama kamu sayang..." jawab Airish dengan gelagat manjanya. Omong-omong masalah Hp, ingatan Airish tiba-tiba saja tertuju pada satu hal.

Wanita berwajah manis itu pun langsung sibuk mencari keberadaan ponselnya. Dia ingat, sepertinya dia tak memasukkan ponselnya ke dalam tas saat dia keluar dari warung nasi itu. Oh... Astaga? Pekik Airish tiba-tiba. Mata bulatnya tiba-tiba melebar.

"Hp aku ketinggalan di warung nasi di belakang pasar ikan, Sayang," beritahu Airish panik. Wanita itu pun langsung menarik tangan Delon menuju warung nasi yang dia maksud.

Sesampainya di sana, Airish sudah tak mendapati ponselnya di atas meja warung itu. Dan saat penglihatannya tertuju pada sosok laki-laki si perokok yang ternyata masih duduk di sekitar warung nasi, bahkan tanpa basa basi, Airish langsung menuduh laki-laki itu yang telah mengambil ponselnya.

"Eh, Mas, kamu yang ambil Hp saya ya? Tadikan kamu yang duduk di situ, di sebelah saya. Tadi Hp saya ketinggalan di situ," tuduh Airish dengan wajahnya yang terlihat kesal. Dia menunjuk tempat duduknya semula saat dia menikmati es teh manisnya tadi.

Laki-laki si perokok itu pun menoleh. Dari wajahnya, dia jelas tidak terima telah dituduh mencuri. Laki-laki itu bangkit dan masuk ke dalam warung nasi.

"Mba Niar, cewek yang tadi tuh balik," ucap si laki-laki itu pada Mba Niar si pemilik warung nasi. Dan setelah itu, tanpa mengatakan apa pun, laki-laki itu kembali keluar dari warung nasi. Tatapannya sempat kembali bertemu dengan tatapan Airish, sebelum akhirnya, laki-laki itu ngeluyur begitu saja dari hadapan Airish.

"Ihhh... Dasar cowok gagu! Mana Hp saya?" maki Airish kesal.

Panggilan Airish tak mendapat gubrisan hingga setelahnya, Mba Niar justru angkat bicara.

"Mba, ini Hp nya tadi ketinggalan," Mba Niar menyodorkan sebuah ponsel pada Airish.

Airish menerima ponsel itu dengan perasaan malu luar biasa akibat sudah menuduh sembarangan. Dia jadi kembali menengok ke arah laki-laki tadi, tapi sayang bayangan laki-laki itu bahkan sudah tidak ada.

"Itu tadi, laki-laki yang tadi makan di sini, siapa sih Mba? Belagu banget, diajak ngomong diem aja," gerutu Airish yang jadi kepo.

Mba Niar tersenyum tipis. "Dia emang begitu Mba orangnya, pendiem banget. Dia kuli di pasar ikan, namanya Samudra."

Airish masih menatap kesal ke arah Samudra melangkahkan kaki tadi. Meski dalam hati, Airish sempat terkesima dengan ketampanan Samudra yang nyatanya hanya seorang kuli di pasar ikan ini.

Samudra?

Gumam Airish membatin.

Entah kenapa, mendengar nama itu, Airish jadi teringat pada seseorang.

Tepatnya, seorang lelaki yang lima tahun lalu hendak dijodohkan dengannya, tapi pernikahan itu batal karena si lelaki ternyata sudah menikahi perempuan lain.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rimah El Be
nih d daerah aq loh ka ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status