Beranda / Rumah Tangga / MISTERI RANJANG SUAMIKU / MERTUAKU MAU PUNYA MANTU

Share

MERTUAKU MAU PUNYA MANTU

Penulis: HANDA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-11 18:29:57

Siapa yang tak terkejut. Kalau makanan kesukaan Inara, jelas Anggat tahu, tetapi kalau Aina? Sejak kapan mereka ngobrol berdua dan saling membahas tentang makanan favorit? Saat kumpul bertiga, seingat Inara mereka tak pernah menyinggung soal itu.

Bibir Angga terkatup. Bola matanya berpendar ke sana kemari. Pertanyaan Inara berhasil menghunus jantungnya.

"Ehm, eh, kan kamu yang bilang, Mi."

"Umi?" Inara menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, Sayang. Ya, sudah lama, sih. Waktu kita duduk berdua di beranda rumah. Kamu menceritakan masa kecilmu bersama Aina. Masak lupa, uh! Umi sudah pikun, nih." Bibir Angga menjungkit.

Menyadari bahwa Ia memang selalu menceritakan kisah lampau bersama Aina kepada sang suami, akhirnya firasat kotor Inara kembali luntur. Mungkin dirinya yang memang lupa.

"Oh, ya, sudahlah. Umi pikir tadi apa."

Padahal, Inara memang tidak merasa, kalau dia pernah membocorkan makanan kesukaan Aina. Namun, mau bagaimana lagi. Tak mungkin perkara itu saja mereka perdebatkan, apalagi orang yang bersangkutan ada di hadapan. Aina bisa merasa disudutkan nanti. Mending kalau firasat Inara benar, lalu jika salah bagaimana? Hubungan pertemanan mereka bisa memburuk nantinya.

Seseorang yang tak disangka-sangka turut hadir dan duduk 4 meter dari kumpulan Angga. Pria berwajah syurga itu main tunggal. Tidak menyadari, jika peserta kajiannya ada di sana juga.

"Eh, Ai. Calon suami kamu, tuh!" Inara menyenggol siku wanita berkerudung merah.

Seperti tidak terjadi apa-apa, Aina menatap datar Ustadz Ridho dan tengah memainkan ponsel sembari menunggu pesanan datang.

"Tadi kamu di kajian nggak ada tegur sapa, kan? Kayaknya kesempatan lagi terbuka deh buat kalian."

Aina mendengus panjang. "Kami ngobrol sesekali aja, Ra. Namanya juga masa ta'aruf. Kalau sudah nikah, baru deh dipuas-puasin ngobrolnya."

"Ah, biasa juga nggak begitu. Kamu di mana-mana kalau ketemu pasti ngode supaya diperhatiin," ujar Inara yang sedikit heran mendapati respon temannya yang berbeda kali ini.

Aina bahkan tidak merasa deg-degan seperti orang yang bertemu calon imam pada umumnya. Pemandangan ini mengundang tanda tanya besar di benar Inara.

"Kamu malu, ya? Nggak boleh begitu, Ai. Kamu harus terbiasa menatap calon suamimu. Ya, kali, kalau udah menikah nanti kamu nutupin mukamu pakai karung beras supaya nggak saling pandang." Sebuah usul melayang.

"Ck! Biarin sajalah."

Seperti ada yang berbeda. Apalagi, selama ini Inara selalu membersamai pertemuan Aina dengan Ustadz Ridho. Makanya dia merasa aneh saat tahu, jika temannya tidak se-antusias beberapa minggu lalu. Terlalu singkat untuk Aina berlaku sesantai sekarang.

"Ustadz Ridho!" Tanpa aba-aba Inara berteriak kencang dan menunjuk teman wanitanya itu. Membuat beberapa pengunjung lain memusatkan perhatian.

Pria berbaju koko moca menoleh. Menangkupkan tangan dari kejauhan dan sedikit menunduk. Hanya sesimpel itu. Sebagai syarat, jika ia membalas sapaan Inara.

"Lah, begitu doang?" Rupanya lelaki berkulit cahaya pagi itu menunjukkan respon yang sama.

"Ya, ampun, Ra! Kenapa kamu tegur dia dan malah ngasih tahu tentang keberadaan aku, sih? Malah pake ketahuan tamu lain segala lagi." Seketika Aina membentak Inara.

"Iya, nih. Umi resek banget. Nggak perlulah kita ikut campur urusan Aina dan Ustadz itu. Ntar juga sama-sama tahu ujungnya gimana." Angga yang sejak tadi diam, kini memutuskan untuk angkat suara.

Semua pandangan tertuju kepada Inara. Orang-orang di hadapannya menuntut balas. Inara pikir niatnya tadi akan membuahkan hasil dan Ustadz Ridho akan bergabung bersama mereka. Tempat di mana calon istrinya berada.

Inara salah. Justru tindakan tersebut mengundang amarah dari dua insan. Perasaannya mendadak tak enak. Inara segan.

"Maaf, deh, kalau kalian nggak suka. Aku nggak berniat apa-apa, kok." Perempuan beralis lintah menyandarkan badan di kursi restoran.

"Ke depannya kalau ada momen seperti ini lagi, jangan pernah panggil Ustadz Ridho ya, Ra. Aku cuma mau menjaga jarak aja dan nggak mau terlalu banyak berdekatan dengan dia. Aku takut dosa, Ra."

"Kamu marah sama aku ya, Ai?" raut Aina mulai tak sedap dipandang. Momen hangat tadi luntur akibat Inara.

"Jadi pelajaran aja, Mi," tutur Angga sambil melipat sepasang tangan.

Gara-gara itu, atmosfer di sana menjadi kurang menarik. Inara turut mengerti, kalau belakangan ini sahabatnya itu jarang sekali membahas perihal Ustadz Ridho. Inara akan menunggu hari di mana Aina dihalalkan oleh pria kebanggaan keluarga tersebut, barulah dia sudi membicarakannya kembali. Inara menghargai keputusan Aina untuk menjaga jarak dengan calon suaminya menjelang hari pernikahan.

***

"Enak banget bubur ayamnya, Mi! Seenak kegiatan kita tadi ma-"

"Eh, hust hust! Jangan ngulah lagi deh, Bi. Nggak malu apa ntar didenger orang."

"Cuma ada kita di sini, Mi."

"Pak Sentot mau dikemanain?"

"Hah, dia kan jauh. Lagian, Pak Sentot kadang juga budek."

Inara terbahak-bahak mendengar kata terakhir yang keluar dari bibir sensual Angga. Pak Sentot merupakan satpam di rumah Angga dan Inara. Lelaki berdarah Jawa itu hidup di pos depan rumah. Semua kebutuhan dan fasilitas, termasuk toilet sudah disediakan oleh majikannya. Dua tahun membersamai, Pak Sentot amat dekat dengan keluarga tuannya.

"Terima kasih ya, Mi. Bubur ayamnya bikin Abi makin semangat bekerja, nih."

"Untuk suami Umi, apa sih yang enggak."

"Beneran, Mi? Kalau misalnya pagi ini kita..."

"Abi!" Mata bulat Inara melotot.

"Kenapa? Pak Sentot lagi?"

"Bukan!"

"Jadi?"

"Tuh, malu sama para readers, Bi. Gimana, sih!"

Kondisi rumah heboh sekali, padahal hanya ada Angga dan Inara saja di sana. Sifat humoris Angga berhasil menghidupkan keluarga yang hingga sekarang belum dikaruniai buah hati tersebut. Demikianlah cara Angga untuk menyenangkan hati Inara atas musibah yang menimpa mereka. 

Ngomong-ngomong soal anak, Angga dan Inara sudah berulang kali mendatangi Dokter kandungan langganan Angga guna berkonsultasi. Dokter mengatakan, kalau tidak ada yang salah dengan keduanya. Namun, entah kenapa hingga detik ini zuriyat Angga bersama Inara belum juga tampak. Takdir Allah. Barangkali memang belum waktunya mereka mempunyai keturunan.

"Abi pergi dulu ya, Mi! Sampai jumpa sore nanti." 

Inara menunduk, mengecup punggung tangan suaminya hikmat. Saling menyalurkan kekuatan dan kasih sayang agar sama-sama semangat untuk mendidik anak bangsa.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam.

Seusai perpisahan itu, Inara melipir ke rumah sebelah kiri. Gedung bewarna putih itu merupakan kediaman mertua serta adik ipar Inara. Ya, selama ini mereka hidup bertetanggaan.

Berhasil mendapat pintu setelah beberapa ketukan, Inara menyerahkan semangkuk bubur ayam kepada Ibu kandung dari suaminya.

"Ra, kamu bawa aja bubur ini balik, karena kami sudah dikasih bubur ayam juga dari calon mantu."

"Apa!?"

Senyum Inara lenyap. Hampir saja mangkuk keramik itu terlepas dari genggaman. Bukankah ia sudah menerima menantu dari Angga? Lalu, sosok mana lagi yang ia maksud?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MISTERI RANJANG SUAMIKU    SELESAI

    Pagi ini Angga tidak jadi membuat bakso kuah terbaru karena buku resepnya hilang. Namun, dia masih terus berusaha mencari, kali saja dia salah letak atau entah bagaimana, yang jelas dia masih berharap supaya buku itu lekas ketemu.Berbeda dari kemarin, hari ini bahkan sampai Angga sudah duduk stay di warung depan rumahnya, Ayu tak kunjung datang. Sayangnya Angga tidak mempunyai kontak wanita tersebut. Jadi, dia tak bisa menghubungi."Ke mana Ayu? Tumben lama nggak seperti kemarin," batinnya.Dia pun membereskan warung seorang diri. Mulai dari menata bahan-bahan yang akan dipakai untuk membuat bakso serta mengilap mangkuk-mangkuk supaya lebih kinclong.Anehnya, hingga siang menjelang, Ayu tak kunjung menampakkan batang hidung. Angga sampai berpikir kalau perempuan itu sedang sakit sehingga dia tidak bisa untuk bekerja di hari itu. Angga memaklumi. Dia berjanji akan meminta kontak Ayu setelah perempuan itu masuk nantinya. ***Sayangnya, Apa yang Anda pikirkan tidak sejalan dengan kenya

  • MISTERI RANJANG SUAMIKU    BISIKAN DARI RINA

    "Tahu apa, Rin?" Angga membidik wajah lawan bicaranya yang tampak serius.Rina mendekatkan tubuhnya sampai memangkas jarak antar mereka. Angga yang risih sedikit mundur, tetapi Rina malah menariknya. Telinga Angga didekatkan pada bibir Rina."Ternyata orang tuanya Ayu juga sama-sama pedagang bakso kayak kamu, Mas," bisiknya perlahan-lahan.Leher Angga sampai memendek, karena kepalanya tersentak. Dia menjauhi Rina dengan mata yang terbelah lebar."Ah, yang bener kamu? Tadi aja dia bilang, kalau ibu bapaknya seorang petani dan memiliki kebun di desa.""Beneran Mas, aku nggak bohong. Makanya dari awal aku udah curiga sama si Ayu. Kayaknya dia menginginkan sesuatu dari kamu, deh."Saat obrolan mereka belum selesai dan Rina belum menjelaskan lebih lanjut, tiba-tiba saja orang yang diceritakan datang dan langsung mendorong Rina, hingga dia mundur agak jauhan.BRUGH!"Apa maksud kamu, Rin? Kenapa kamu malah ngomong kayak begitu sama Mas Angga? Tahu apa kamu tentang orang tuaku? Orang tuaku u

  • MISTERI RANJANG SUAMIKU    HATI-HATI SAMA DIA, MAS!

    Panas siang hari ini sepertinya berhasil turun dan mendekam di hati Rina. Perkataan Ayu bagai petir di siang bolong yang menyambar sekujur raganya tanpa ampun.Ayu berucap sedemikian rupa dengan entengnya sambil tersenyum lebar. Sementara Angga di sebelahnya hanya terdiam."A- apa? K- kerja d- di sini?" Rina mengulang ucapan wanita di depannya tersebut."Apa kurang jelas lagi? Mulai besok aku bakal kerja di warung ini. Mas Angga juga udah izinin, kok."Tidak tahu kenapa Rina seakan terganggu oleh Ayu sejak pertemuan mereka kemarin. Dan, saat mengetahui kebenaran ini, perasaannya semakin tak menentu. Ekspresi Rina langsung berubah kecut. Dia memandang Angga dengan penuh beban."Sini, Mas!"Rina cepat-cepat menarik tangan Angga ke sudut warung, agak jauh dari keramaian dan Ayu. Dia akan membuat perhitungan kepada pria tersebut."Kamu kenapa, sih? Kenapa kamu mengizinkan Ayu bekerja di sini, Mas?" tanyanya, suara penuh kekhawatiran.Sementara itu Rina sempat melirik Ayu yang melipat kedu

  • MISTERI RANJANG SUAMIKU    PERMINTAAN AYU

    Hujan mengguyur kota dengan lebatnya pada malam itu. Lampu-lampu padam satu per satu, menyisakan gelap yang pekat menutupi sudut-sudut kota. Di rumah Angga, seorang pedagang bakso, situasi tidak berbeda. Hanya suara gemericik hujan dan sesekali kilat yang menyinari jendela yang menjadi sumber cahaya.Ketukan di pintu depan membuat ia semakin was-was saja. Angga, yang sudah bersiap tidur, terkejut dan bingung. Siapa yang mungkin datang di tengah malam dan dalam cuaca buruk seperti ini?Dengan hati-hati, ia mendekati pintu, membuka kuncinya pelan-pelan. Angga sudah bersiap, jika yang ada di depan pintunya tersebut adalah orang jahat, maupun makhluk tak kasat mata.Pintu pun akhirnya terbuka dan cahaya senter menyilaukan matanya sejenak.Tring!"Mas Angga, maaf mengganggu!"Degh!Suara lembut itu terdengar. Ketika mata Angga menyesuaikan dengan cahaya."Aman," pikirnya lega. Ia membuka matanya selebar mungkin.Terlihatlah Rina, guru SD yang dikenalnya, berdiri basah kuyup sambil membawa

  • MISTERI RANJANG SUAMIKU    MEMEREBUTKAN ANGGA

    Angga selaku pemilik warung bakso yang ramah dan populer di kalangan penduduk setempat saat ini benar-benar bingung harus memilih makanan yang mana Di samping dia tidak bisa menerima semuanya karena tidak akan muat di perutnya.Sayangnya, Angga juga tidak tega menolak salah satu diantara mereka. Angga menghargai pemberian Ayu dan Rina terhadapnya. "Biar aku bukain langsung, Mas!" tutur Rina Yang Tak sabar menanti keputusan Angga. Dia langsung meletakkan rantang di atas meja dan membongkar wadah tersebut satu persatu."Ah, aku juga!" ujar Ayu yang ternyata masih tidak mau kalah.Kedua perempuan itu berlomba-lomba membuka rantang mereka masing-masing di hadapan Angga. Membuat pria satu itu semakin kewalahan. Dia sedang diperebutkan atau bagaimana?Rina, guru SD yang bertanggung jawab dan penyayang itu ternyata membawa nasi goreng homemade, sementara Ayu yang kabarnya hanya mengikut orang tua dan tidak mempunyai pekerjaan membawa salad buah segar dan tomyam. Semua makanan yang disuguhk

  • MISTERI RANJANG SUAMIKU    RINA VS AYU

    Dalam cuaca yang diselimuti oleh kegelapan, warung bakso Angga masih ramai dengan suara para pembeli yang datang dan pergi. Lampu yang tergantung rendah di warung itu menambah kehangatan suasana di malam yang sejuk ini. Angga, seorang penjual bakso yang dikenal dengan keramahan dan kejujurannya, sibuk melayani setiap pembeli dengan senyuman lebar."Mas, aku tiga bungkus, ya!""Aku satu mangkuk aja makan di sini, Mas!""Mas, saya dulu, dong! Kasihan anak di rumah sudah kelaparan."Cicitan cicitan para pembeli semakin menguar. Angga merasa senang, meski satu sisi dia kelimpungan."Iya, sabar ya semuanya."Saat sedang mengaduk bakso di dalam panci besar, tiba-tiba seorang anak kecil berlari mendekat ke warungnya. Anak itu, dengan napas yang tersengal, mengulurkan sebuah kotak kecil kepada Angga. Terkejut, Angga menurunkan sendok besar dan menerima kotak tersebut."Untuk om," kata si anak kecil dengan senyum yang manis. Jemari mungilnya terulur memanjang."Eh?"Angga menghentikan aktivita

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status